Hadirin rahimakumullah…
Allah SWT berfirman,
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإسْلامَ دِينًا
“Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridhai Islam sebagai agamamu.” (Q.S. Al-Maidah: 3)
Ayat ini menegaskan bahwa Allah Ta’ala telah menyempurnakan syari’at agama-Nya. Maka cukuplah bagi kita menjadikan Al-Qur’an dan Sunnah sebagai pedoman dalam kehidupan.
Salah satu bukti kesempurnaan ajaran Islam adalah karakternya yang mencakup seluruh aspek kebajikan dalam kehidupan. Islam mengajarkan dan menghargai segala bentuk amal shalih; serta menempatkannya secara proporsional. Islam tidak mengajarkan sikap juz’iyyah (parsial) dalam memahami dan mengamalkan ajaran agama. Islam tidak menghendaki sikap mengagung-agungkan sebuah amalan seraya meremehkan amalan yang lainnya.
Islam menghargai amalan jihad fi sabilillah; menghargai amalan shaum, shalat, dan shadaqah; sebagaimana Islam juga menghargai amalan mencari nafkah; menghargai amalan menegakkan ishlah (perdamaian); menghargai amalan amar ma’ruf nahi munkar; menghargai amalan ‘kecil’menyingkirkan gangguan di jalan.
Hadirin rahimakumullah…
Berkaitan dengan hal itu perhatikanlah hadits berikut ini.
عَنْ كَعْبِ بْنِ عُجْرَةَ رض قَالَ: مَرَّ عَلَى النَّبِيِّ ص رَجُلٌ فَرَأَى اَصْحَابُ رَسُوْلِ اللهِ ص مِنْ جَلَدِهِ وَ نَشَاطِهِ، فَقَالُوْا: يَا رَسُوْلَ اللهِ لَوْ كَانَ هذَا فِى سَبِيْلِ اللهِ، فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: اِنْ كَانَ خَرَجَ يَسْعَى عَلَى وَلَدِهِ صِغَارًا فَهُوَ فِى سَبِيْلِ اللهِ، وَ اِنْ كَانَ خَرَجَ يَسْعَى عَلَى اَبَوَيْنِ شَيْخَيْنِ كَبِيْرَيْنِ، فَهُوَ فِى سَبِيْلِ اللهِ، وَ اِنْ كَانَ خَرَجَ يَسْعَى عَلَى نَفْسِهِ يُعِفُّهَا فَهُوَ فِى سَبِيْلِ اللهِ، وَ اِنْ كَانَ خَرَجَ يَسْعَى رِيَاءً وَ مُفَاخَرَةً فَهُوَ فِى سَبِيْلِ الشَّيْطَانِ.
Dari Ka’ab bin ‘Ujrah RA, ia berkata, “Ada seorang laki-laki lewat di hadapan Nabi SAW, maka para shahabat Rasulullah SAW melihat kuat dan sigapnya orang tersebut. Lalu para shahabat bertanya, “Ya Rasulullah, alangkah baiknya seandainya orang ini ikut (berjuang) fi sabilillah”. Lalu Rasulullah SAW menjawab, “Jika ia keluar untuk bekerja mencarikan kebutuhan anaknya yang masih kecil, maka ia fi sabilillah. Jika ia keluar bekerja untuk mencarikan kebutuhan kedua orang tuanya yang sudah lanjut usia maka ia fi sabilillah. Jika ia keluar untuk bekerja mencari kebutuhannya sendiri agar terjaga kehormatannya, maka ia fi sabilillah. Tetapi jika ia keluar untuk bekerja karena riya’ (pamer) dan kesombongan maka ia di jalan syaithan”. (HR. Thabrani).
Hadits ini menegaskan bahwa Islam bukan hanya menghargai amalan jihad fi sabilillah, akantetapi Islam pun menghargai amalan mencari nafkah.
Hadirin rahimakumullah…
Dalam hadits lain disebutkan,
لَتُنْقَضَنَّ عُرَى الإِسْلاَمِ عُرْوَةٌ عُرْوَةٌ ، فَكُلَّمَا انْتُقِضَتْ عُرْوَةٌ تَشَبَّثَ النَّاسُ بِالَّتِي تَلِيهَا فَأَوَّلُهُنَّ نَقْضًا الْحُكْمُ ، وَآخِرُهُنَّ الصَّلاَةُ
“Ikatan islam akan terurai satu demi satu, setiap kali lepas satu ikatan, manusia beralih kepada simpul yang lain. Simpul yang pertama kali lepas adalah hukum dan yang terakhir adalah sholat.” (HR Ahmad)
Hadits ini selain menyebutkan tentang akan terurainya ikatan Islam, juga mengisyaratkan bahwa urusan penegakkan hukum—masalah politik dan pemerintahan—adalah bagian dari ajaran Islam, sebagaimana urusan shalat, meslipun tentu saja memiliki proporsi dan prioritas yang berbeda.
Hadirin rahimakumullah…
Isyarat tentang syumuliyatul Islam juga disebutkan dalam hadits berikut ini, bahwa Rasulullah saw bersabda kepada para sahabatnya,
أَلَا أُخْبِرُكُمْ بِأَفْضَلَ مِنْ دَرَجَةِ الصِّيَامِ وَالصَّلَاةِ وَالصَّدَقَةِ قَالُوا بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ إِصْلَاحُ ذَاتِ الْبَيْنِ وَفَسَادُ ذَاتِ الْبَيْنِ الْحَالِقَةُ
“Maukah kalian saya beritahu suatu hal yang lebih utama daripada derajat puasa, shalat dan sedekah? Para sahabat menjawab: Tentu ya Rasulallah. Lalu Nabi bersabda: Hal tersebut adalah mendamaikan perselisihan, karena karakter perselisihan itu membinasakan” (H.R. Ahmad, Tirmizi, dan Abu Daud, Shahih)
Hadits ini menegaskan bahwa kebajikan dan ibadah dalam Islam bukanlah hanya berkaitan dengan amalan-amalan ritual saja, tetapi juga mencakup amalan-amalan kebajikan sosial seperti mendamaikan perselisihan…
Hadirin rahimakumullah…
Rasulullah SAW bersabda,
مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيمَانِ
”Barang siapa melihat kemunkaran, ubahlah dengan tangannya, jika dia tidak mampu, ubahlah dengan lisannya, dan jika dia tidak mampu, ubahlah dengan hatinya. Namun yang demikian itu selemah-lemahnya iman.” (HR. Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi)
Hadits ini berbicara tentang perintah nahi munkar, namun di dalamnya terdapat pula isyarat tentang kuatnya keimanan. Hadits ini mengisyaratkan bahwa kuatnya keimanan seseorang itu diantaranya diukur dengan keberaniannya beramar ma’ruf nahi munkar, bukan hanya dengan amalan-amalan ritual yang dilakukannya seperti banyak difahami orang-orang.
Hadirin rahimakumullah…
Jadi, kita harus memandang Islam ini secara luas. Jangan menganggap bahwa ‘hebat’-nya seseorang itu hanya diukur dengan shalat, zakat, puasa, dan jihad; seraya menganggap remeh orang yang sibuk mencari nafkah; menganggap remeh orang yang sibuk berupaya mengishlahkan orang; menganggap remeh orang yang berjuang menegakkan hukum Allah di muka bumi.
Islam sangat menghargai amalan shalih sekecil apa pun—tentu saja bagi mereka yang mengiringinya dengan keimanan dan keislaman—misalnya, amalan menyingkirkan gangguan di jalanan. Rasulullah SAW bersabda,
لَقَدْ رَأَيْتُ رَجُلاً يَتَقَلَّبُ فِى اْلجَنَّةِ فِى شَجَرَةٍ قَطَعَهَا مِنْ ظَهْرِ الطَّرِيْقِ كَانَتْ تُؤْذِى اْلمُسْلِمِيْنَ.
“Aku telah melihat seorang laki-laki bersenang-senang di surga disebabkan dia memotong sebuah pohon di jalan yang mengganggu kaum muslimin.” (H.R. Muslim)
Hadirin rahimakumullah…
Marilah kita berupaya sekuat tenaga untuk mengamalkan ajaran Islam yang syumul (menyeluruh) ini dalam kehidupan sehari-hari,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ
“Wahai orang-orang yang beriman! Masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu.” (Q.S. Al-Baqarah: 208)