Ayat ke-18 dari surat az-Zukhruf unik dan menggelitik. Allah berfirman:
{أَوَمَنْ يُنَشَّأُ فِي الْحِلْيَةِ وَهُوَ فِي الْخِصَامِ غَيْرُ مُبِينٍ} الزخرف: ١٨
“(Dan apakah patut menjadi anak Allah) orang yang dibesarkan dalam keadaan berperhiasan sedang dia tidak dapat memberi alasan yang terang dalam pertengkaran?” [QS az-Zukhruf: 18]
Konteks ayat ini adalah tentang persepsi orang-orang musyrik tentang para malaikat yang mereka anggap adalah “anak-anak perempuan” Tuhan. Allah mengecam keyakinan mereka itu. Pertama, karena para malaikat bukanlah wanita-wanita yang lemah gemulai. Para malaikat adalah makhluk-makhluk yang kuat dan sempurna, seperti yang digambarkan tentang malaikat penjaga neraka misalnya dalam surat at-Tahrim:
{مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ} التحريم: ٦
“…(penjaganya) malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” [QS at-Tahrim: 6]
Allah juga mensifati malaikat Jibril sebagai:
{شَدِيدُ الْقُوَى} النجم: ٥
“(Jibril) yang sangat kuat.” [QS an-Najm: 5]
Kesalahan yang kedua adalah karena mereka (Arab Jahiliyah) menganggap anak perempuan adalah aib, sehingga seringkali mereka malu jika dikaruniai anak perempuan. Meski demikian mereka justru menjadikan para malaikat sebagai anak-anak perempuan Allah.
{وَيَجْعَلُونَ لِلَّهِ الْبَنَاتِ سُبْحَانَهُ وَلَهُمْ مَا يَشْتَهُونَ . وَإِذَا بُشِّرَ أَحَدُهُمْ بِالْأُنْثَى ظَلَّ وَجْهُهُ مُسْوَدًّا وَهُوَ كَظِيمٌ} النحل: ٥٧ – ٥٨
“Dan mereka menetapkan bagi Allah anak-anak perempuan. Maha Suci Allah, sedang untuk mereka sendiri (mereka tetapkan) apa yang mereka sukai (yaitu anak-anak laki-laki). Dan apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, hitamlah (merah padamlah) mukanya, dan dia sangat marah.” [QS an-Nahl: 57-58]
Kembali ke ayat 18 surat az-Zukhruf yang mengingkari persepsi orang-orang Arab Jahiliyah tentang sifat feminin pada para malaikat. Allah mengecam keras anggapan bahwa malaikat itu seperti anak-anak perempuan yang tumbuh dengan gemerlap perhiasan, kemanjaan dan kelemah lembutan sehingga tidak mampu bicara dengan tegas dan jelas ketika bertengkar. Dalam hal ini sifat-sifat tersebut adalah hal yang tidak pantas disematkan kepada para malaikat yang merupakan ciptaan Allah yang mulia dan sempurna.
Di sini al-Quran meletakkan sifat feminin wanita yang cenderung kepada perhiasan dan tidak fasih dalam perseteruan sebagai hal negatif yang tidak layak bagi kemuliaan dan kesempurnaan malaikat. Tentu saja al-Qur’an dalam hal ini tidak dalam konteks merendahkan wanita, dan tidak menetapkan sifat-sifat negatif itu untuk segenap wanita. Tetapi al-Qur’an sedang meluruskan persepsi orang-orang kafir mengenai keyakinan yang tidak pantas untuk dikatakan mengenai para malaikat.
Yang menggelitik di sini adalah bahwa al-Qur’an menganggap ketidakmampuan untuk berkata secara jelas dan tegas dalam persengketaan adalah sebuah sifat yang negatif. Di sisi lain kita ketahui bahwa kelembutan adalah hal yang positif pada umumnya, sebagaimana diajarkan oleh Nabi SAW. Dalam ash-Shahihain, beliau bersabda:
إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الرِّفْقَ فِي الْأَمْرِ كُلِّهِ.
“Sesungguhnya Allah menyukai kelembutan dalam segala hal.”
Tetapi Islam juga mengajarkan kita untuk selalu proporsional dalam segala hal. Ekstremitas dan berlebih-lebihan dalam apa saja, selalu mengakibatkan hal negatif. Kelembutan yang berlebihan membuat seseorang lemah. Tetapi sikap keras yang berlebihan juga selalu berakibat kehancuran. Dalam pepatah Arab yang terkenal dikatakan,
لا تكن رطباً فتُعصَر، ولا يابساً فتُكسَر.
“Janganlah kau terlalu basah sehingga kau diperas, jangan juga terlalu kering sehingga mudah dipatahkan.”
Allah mengajarkan kita untuk menjadi orang yang pemaaf dan toleran, tetapi bukan berarti itu membuat kita menjadi orang rela dizhalimi dan tidak berani membela diri. Dalam surat asy-Syura Allah berkata tentang sifat orang-orang beriman, di antara adalah:
{وَالَّذِينَ إِذَا أَصَابَهُمُ الْبَغْيُ هُمْ يَنْتَصِرُونَ} الشورى: ٣٩
“…orang-orang yang apabila mereka diperlakukan dengan zalim mereka membela diri.” [QS asy-Syura: 39]
Sebelumnya, Allah menyebut sifat mereka adalah:
{وَإِذَا مَا غَضِبُوا هُمْ يَغْفِرُونَ} الشورى: ٣٧
“…dan apabila mereka marah, mereka memberi maaf.” [QS asy-Syura: 37]
Antara sifat pemaaf dengan sikap membela diri ketika dizalimi, bukanlah dua hal yang bertentangan. Imam Fakhruddin ar-Razi menjelaskan hal ini dengan membagi maaf kepada dua kondisi. Yang pertama, kondisi di mana pemberian maaf dapat menjadi sebab selesainya persoalan dan bertaubatnya orang yang bersalah. Yang kedua, kondisi di mana pemberian maaf justru membuat orang yang bersalah semakin berani melanjutkan kesalahannya. Pada kondisi pertama, memberi maaf sangat dianjurkan. Tetapi pada kondisi kedua, justru harus ada tindakan yang membuat orang yang bersalah menjadi jera. [at-Tafsir al-Kabir: 28/152]
Imam al-Alusi menyebutkan bahwa pemberian maaf menjadi baik jika diberikan kepada orang yang lemah dan mengakui kesalahannya. Tetapi kepada orang yang ngotot dan terus memusuhi, pembelaan diri mesti dilakukan. Jika terbalik, maka yang terjadi adalah hal yang tercela. Lalu beliau menyebutkan syair Arab yang terkenal:
إذا أنت أكرمت الكريم ملكته … وإن أنت أكرمت اللئيم تمردا
Jika kau muliakan orang mulia, kau akan menguasainya
Tapi jika kau muliakan orang hina, dia akan bertindak lancang
Ibrahim an-Nakha’i, seorang ulama tabi’in, meriwayatkan bahwa generasi salaf tidak suka mereka dihinakan sehingga orang-orang fasik berani lancung terhadap mereka. [Ruh al-Ma’ani: 24/306]
Sikap lembut dan penuh toleran baik jika dilakukan pada kondisi yang tepat demikian sikap sikap membela diri dan menuntut hak menjadi baik jika dilakukan pada kondisi yang tepat.
Al-Mutanabbi berkata,
فوضْع النَّدَى في موضع السيف بالعُلَا … مُضِرٌّ كوَضعِ السيف في موضع الندَى
Meletakkan kedermawanan di tempat pedang dapat membahayakan
seperti juga meletakkan pedang di tempat kedermawanan
Inilah proporsionalitas yang diajarkan Islam. Kemuliaan akhlak tidak selalu berarti lemah lembut dan toleran. Terkadang ketegasan, keberanian dan kekuatan harus dikedepankan ketika diperlukan.
Hadanallahu wa iyyakum ajma’in.
DR. Fahmi Islam Jiwanto
Makkah al-Mukarramah, 22 Dzulhijjah 1438 H