WASHINGTON – Organisasi Advokasi Muslim terbesar di AS, hari Selala minggu lalu, mendesak Hilton Worldwide Holdings, Grup Bisnisnya Hilton untuk segera menghentikan proyek pembangunan hotel di lahan bekas masjid yang dibuldozer di Xinjiang, China.
Desakan dari Council on American-Islamic Relation (CAIR) itu muncul setelah ada laporan di harian Inggris, The Telegraph bahwa China sedang membangun pusat komersial baru, termasuk Hotel Hilton kelas atas, di lahan yang dulunya masjid yang sudah dirubuhkan.
Lahan tempat masjid dulunya berdiri itu berada di jantung kota Hotan, Provinsi Xinjian China. Sekarang di lahan tersebut sedang dibangun gedung blok menara, yang nantinya akan jadi pusat bisnis Hampton yang dimiliki Hotel Hilton.
Kelompok lain, ASPI yang berbasis di Canberra, Australia, memperkirakan ada 16.000 mesjid di Xinjiang – sekitar 65% dari jumlah keseluruhan masjid – telah dihancurkan atau dirusak karena kebijakan-kebijakan pemerintah China sejak 2017. Kira-kira 60% lokasi-lokasi yang dianggap suci bagi kaum Muslim seperti tempat ibadah dan pemakaman, juga sudah diratakan dengan tanah atau dialihfungsikan.
Wakil Direktur Nasional CAIR Edward Ahmed Mitchell mengatakan Hilton memiliki kesempatan unik untuk mengambil sikap tegas terhadap genosida yang sedang berlangsung di China terhadap Muslim Uyghur dan memberikan contoh bagi perusahaan terkemuka lainnya.
“Hilton harus berdiri di sisi yang tepat dalam sejarah dengan mengumumkan akan membatalkan proyek tersebut dan menghentikan operasi apa pun di wilayah Uyghur di China sampai pemerintahnya mengakhiri penganiayaan terhadap jutaan orang yang tidak bersalah,” kata Mitchell dalam sebuah pernyataan.
Sejak 2017, China telah melakukan pelanggaran besar-besaran dan sistematis terhadap Muslim yang tinggal di Xinjiang.
Dugaan penistaan agama (Islam) dan hak asasi manusia oleh pemerintah China terhadap lebih dari satu juta etnis Muslim Uyghur di Xinjiang dalam dekade terakhir telah membuat marah negara-negara barat, dan mendorong pemberian sanksi terhadap pemerintah dan perusahaan-perusahaan China.
Para pejabat pemerintah China dituduh menahan orang-orang Uyghur di kamp-kamp konsentrasi yang oleh China didefinisikan sebagai pusat pendidikan dan pelatihan. Tapi Beijing dengan keras menyangkal pelanggaran hak warganya.