Khalifah Al-Mustarsyid (512 – 529 M / 1118 – 1135 M)
Ia adalah Abu Manshur Al-Fadhl Al-Mustarsyid billah bin Al-Mustazhir. Ditunjuk menjadi putera mahkota oleh ayahnya, dan dibaiat menjadi khalifah pada Ahad, 16 Rabi’ul Awwal 512 H / 14 Juli 1118 M dan wafat pada hari Kamis, 17 Dzulqa’dah 529 H / 5 September 1135 M.
Konflik Bani Saljuk
Sultan Mahmud vs Sultan Sanjar
Kesultanan Saljuk pada masa Khalifah Al-Mustarsyif dijabat oleh Sultan Mahmud bin Muhammad bin Malik Syah. Di sisi lain, ada tokoh senior Bani Saljuk, yaitu Sultan Sanjar bin Malik Syah, paman dari Sultan Mahmud.
Sultan Sanjar bermaksud merebut wilayah Al-Jibal, Irak, dan wilayah-wilayah yang dikuasai keponakannya. Saat itu Sultan Sanjar menguasai wilayah Khurasan. Sementara itu Sultan Mahmud meminta kepada pamannya untuk menyerahkan daerah Mazenderan kepadanya.
Akhirnya pasukan kedua tokoh Bani Saljuk ini bertemu di Rayy dekat Saveh. Pasukan Sultan Mahmud berjumlah banyak dan meremehkan pasukan Sultan Sanjar. Pasukan Sultan Sanjar sempat terdesak karena pasukan sayap kirinya melarikan diri, namun ia tetap bertahan hingga akhirnya dapat mengalahkan pasukan Sultan mahmud.
Berita kemenangan Sultan Sanjar itu sampai ke Baghdad sepuluh hari setelah pertempuran. Atas masukan dari para penasehatnya, Khalifah Al-Mustarsyid memerintahkan agar nama Sultan Sanjar disebut dalam khutbah-khutbah di seluruh negeri.
Setelah itu, Sultan Sanjar pun didesak oleh ibunya untuk berdamai dengan cucunya, yakni Sultan Mahmud.
Sultan Mahmud vs Sultan Mas’ud
Pada 514 H (1120 M), Sultan Mas’ud melancarkan perlawanan kepada Sultan Mahmud. Saat itu Sultan Mas’ud menguasai Mosul dan Azebaijan. Perlawanan ini disulut oleh para amir demi kepentingan pribadi, mereka atidak peduli pada situasi dimana raja-raja Eropa sudah mulai muncul unjuk kekuatan. Diantara orang yang memprovokasi Sultan Mas’ud saat itu adalah Abu Ismail Al-Husain bin Ali Al-Ishfahani.
Peperangan terjadi di jalan bukit-bukit Asdabadz. Sultan Mahmud berhasil memenangkan pertempuran dan menangkap sejumlah petinggi, diantaranya adalah Abu Ismail. Ia kemudian dieksekusi mati.
Sultan Mahmud memberikan suaka kepada Sultan Mas’ud, bahkan kedatangan saudaranya itu disambut.
Upaya Pemulihan Otoritas
Khalifah Al-Mustarsyid bercita-cita memulihkan kembali kejayaan leluhurnya, maka ia berupaya mengembalikan otoritas negara kepada khalifah. Ia mulai dengan memimpin langsung pasukan dalam penyerangan terhadap pemberontakan di Al-Hillah yang dipimpin Dabis bin Shadaqah. Hal ini menimbulkan ketidaksukaan di kalangan Bani Saljuk.
Suatu saat terjadi konflik antara seorang pejabat khalifah dengan kepala polisi (syahnah) Baghdad, Barnaqasy Adz-Dzakwi. Dalam kasus itu Khalifah Al-Mustarsyid mengecam Ad-Dzakwi. Lalu Ad-Dzakwi mengadu kepada Sultan Mahmud dan menyampaikan bahwa khalifah kini posisinya semakin kuat, jika Irak dan Baghdad tidak segera di invasi, maka posisi khalifah akan semakin kuat. Provokasi tersebut berhasil, Sultan Mahmud segera bergerak ke Irak
Khalifah Al-Mustarsyid mengirim surat kepada Sultan Mahmud agar menunda keinginannya karena saat itu Irak dan Baghdad dalam keadaan tidak kondusif; kekurangan pangan, harga-harga naik, disebabkan para penggarap tanah pergi.
Surat itu malah membuat Sultan Mahmud penasaran, ia terus bergerak ke Irak. Maka khalifah marah dan bersumpah akan pergi meninggalkan Baghdad jika Sultan Mahmud tetap datang. Rakyat Baghdad menjadi gaduh. Kedua belah pihak bersikukuh kepada keinginannya masing-masing. Khalifah bersiap menyambut dengan kekuatan yang terdiri dari tentara dan masyarakat umum.
Tahun 521 H (1127 M), sempat terjadi bentrokan fisik antara kedua kubu. Namun, sikap Khalifah Al-Mustarsyid melunak, dan ia bersedia diajak berdamai.
Orang-orang dekat Sultan Mahmud membujuk agar mereka membakar Baghdad, namun Sultan menolaknya. Ia tinggal di Baghdad sampai Senin, 4 Rabiul Akhir 521 H / 25 April 1127 M.
Merebut Benteng Alamout
Pada tahun 524 H (1130 M), benteng Alamout yang dikuasai kaum Syi’ah Bathiniyah berhasil direbut oleh Sultan Mahmud dari tangan Al-Hasan bin As-Shabah.
Sultan Mahmud Wafat, Lalu Konflik Lagi
Tahun 525 H (1131 M), Sultan Mahmud wafat dan digantikan oleh putranya: Dawud bin Mahmud bin Muhammad bin Malik Syah. Ia langsung dirongrong oleh Sultan Mas’ud bin Muhammad bin Malik Syah. Sultan Mas’ud berhasil mengalahkan Sultan Dawud.
Tokoh senior Bani Saljuk, yakni Sultan Sanjar tidak menyukainya, maka ia bergerak dari Khurasan berupaya melengserkan Sultan Mas’ud. Terjadilah pertempuran di Aulan, dekat Dainur. Sultan Mas’ud berhasil dikalahkan, dan pasukannya melarikan diri. Sultan Sanjar mengembalikannya ke Kanjah.
Sultan Sanjar mengangkat keponakannya, Thugrul bin Muhammad bin Malik Syah menjadi Sultan. Lalu ia kembali ke Naisabur.
Sultan Mas’ud bin Muhammad bin Malik Syah datang ke Baghdad bersama pasukannya, lalu disambut oleh Khalifah Al-Mustarsyid dengan hormat, serta menjanjikan membantunya melawan Sultan Thugrul.
Pasukan Sultan Mas’ud dan pasukan Sultan Thugrul bertemu di Hamadzan. Sultan Thughrul berhasil dikalahkan. Kesultanan kembali dikuasai Sultan Mas’ud.
Manuver Khalifah Al-Mustarsyid
Khalifah berupaya mengembalikan otoritasnya. Hal itu diawali dengan menghapus nama Sultan Mas’ud dalam khutbah-khutbah. Ia juga menyiapkan pasukan besar untuk menyerang Sultan Mas’ud.
Namun, karena fanatisme kebangsaan yang demikian kuat, tentara orang Turki yang berada di dalam pasukan khalifah malah memihak Sultan Mas’ud dan menyerang Khalifah. Rakyat Baghdad histeris mendengar kabar itu.
Sultan Mas’ud menempatkan Khalifah di tenda khusus agar terlindungi. Mereka membicarakan perdamaian, dan disepakati: khalifah harus membayar sejumlah harta, khalifah tidak akan lagi memobilisasi pasukan, dan tidak akan lagi keluar dari istana.
Khalifah Wafat
Khalifah diantar pulang ke Baghdad. Di tengah jalan ia diserang oleh gerombolan Syiah Bathiniyah hingga terbunuh. Ia wafat pada 17 Dzulqaidah 529 H (5 September 1135 M) di pintu kota Maraghah.