الم (١) ذَلِكَ الْكِتَابُ لا رَيْبَ فِيهِ هُدًى لِلْمُتَّقِينَ (٢) الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيمُونَ الصَّلاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ (٣
“Alif laam miin. Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa, (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebahagian rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka.” (Q.S. Al-Baqarah: 1 – 3)
Hadirin rahimakumullah…
Firman Allah Ta’ala yang khotib bacakan di atas, menyebutkan salah satu ciri orang yang bertakwa adalah mendirikan shalat. Hal ini menunjukkan bahwa shalat memiliki kedudukan yang sangat penting dalam ajaran Islam. Memang demikianlah adanya. Bukankah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ بَيْنَ الرَّجُلِ وَبَيْنَ الشِرْكِ وَالكُفرِ تَرْكَ الصَّلاة
“Sesungguhnya batas antara seseorang dengan kesyirikan dan kekufuran adalah meninggalkan shalat” (Diriwayatkan oleh Muslim no. 82).
Di dalam hadits yang lain dari Abu Hurairah disebutkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
” إِنَّ أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ بِهِ العَبْدُ يَوْمَ القِيَامَةِ مِنْ عَمَلِهِ صَلَاتُهُ فَإِنْ صَلَحَتْ فَقَدْ أَفْلَحَ وَأَنْجَحَ وَإِنْ فَسَدَتْ فَقَدْ خَابَ وَخَسَرَ فَإِنِ انْتَقَصَ مِنْ فَرِيْضَتِهِ شَيْءٌ قَالَ الرَّبُّ تَبَارَكَ وَتَعَالَى : انَظَرُوْا هَلْ لِعَبْدِي مِنْ تَطَوُّعٍ ؟ فَيُكْمَلُ بِهَا مَا انْتَقَصَ مِنَ الفَرِيْضَةِ ثُمَّ يَكُوْنُ سَائِرُ عَمَلِهِ عَلَى ذَلِكَ ” . وَفِي رِوَايَةٍ : ” ثُمَّ الزَّكَاةُ مِثْلُ ذَلِكَ ثُمَّ تُؤْخَذُ الأَعْمَالُ حَسَبَ ذَلِكَ ” .
“Sesungguhnya amal hamba yang pertama kali akan dihisab pada hari kiamat adalah shalatnya. Apabila shalatnya baik, dia akan mendapatkan keberuntungan dan keselamatan. Apabila shalatnya rusak, dia akan menyesal dan merugi. Jika ada yang kurang dari shalat wajibnya, Allah Tabaroka wa Ta’ala mengatakan, ’Lihatlah apakah pada hamba tersebut memiliki amalan shalat sunnah?’ Maka shalat sunnah tersebut akan menyempurnakan shalat wajibnya yang kurang. Begitu juga amalan lainnya seperti itu.”
Dalam riwayat lainnya, ”Kemudian zakat akan (diperhitungkan) seperti itu. Kemudian amalan lainnya akan dihisab seperti itu pula.” (HR. Abu Daud no. 864, Ahmad 2: 425, Hakim 1: 262, Baihaqi, 2: 386. Al Hakim mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih dan tidak dikeluarkan oleh Bukhari dan Muslim, penilaian shahih ini disepakati oleh Adz Dzahabi)
Di dalam Al-Qur’an disebutkan ancaman yang menakutkan bagi mereka yang tidak mau mendirikan shalat, yakni neraka Saqar!
مَا سَلَكَكُمْ فِيْ سَقَرَ ، قَالُوْا لَمْ نَكُ مِنَ المُصَلِّينَ
“Apakah yang memasukkan kamu ke dalam Saqar (neraka)?” Mereka menjawab: “Kami dahulu tidak Termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat…” (Q.S. Al-Mudatstsir: 42-43)
Hadirin rahimakumullah…
Alhamdulillah, kita adalah orang-orang yang telah mendirikan shalat. Akan tetapi, mari kita tanya diri kita masing-masing, apakah kita sudah termasuk orang yang mengindahkan shalat sebagaimana Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam—teladan hidup kita—telah mengindahkan dan memberikan perhatian yang besar terhadap shalat?
Bagaimana Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam mengindahkan shalatnya?
Shalat Fardhu Berjama’ah di Masjid
Kita semua telah mendirikan shalat. Tapi apakah kita sudah termasuk orang-orang yang melaksanakan shalat fardhu berjama’ah di masjid sebagaimana sangat dianjurkan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam?
Bukankah seorang laki-laki yang buta sekalipun tidak mendapatkan rukhshah (dispensasi) untuk sendirian di rumah? Disebutkan dalam hadits Imam muslim dari Abu Hurairah ra berkata,
أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَجُلٌ أَعْمَى فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّهُ لَيْسَ لِي قَائِدٌ يَقُودُنِي إِلَى الْمَسْجِدِ فَسَأَلَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يُرَخِّصَ لَهُ فَيُصَلِّيَ فِي بَيْتِهِ فَرَخَّصَ لَهُ فَلَمَّا وَلَّى دَعَاهُ فَقَالَ هَلْ تَسْمَعُ النِّدَاءَ بِالصَّلَاةِ قَالَ نَعَمْ قَالَ فَأَجِبْ
Seorang buta mendatangi Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam seraya berkata, “Wahai Rasûlullâh, aku tidak memiliki orang yang menuntunku ke masjid.” Lalu ia memohon kepada Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam agar diberi keringanan sehingga boleh shalat di rumah. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun memberikan keringanan. Ketika orang buta tersebut pergi, beliau n memanggil orang itu lagi dan bertanya, “Apakah kamu mendengar adzan ?” Ia menjawab, “Ya.” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Penuhilah panggilan (adzan) tersebut!” (HR Muslim, No. 1044)
Mari tanya kepada diri kita sendiri, apakah kita memiliki udzur yang menyebabkan kita merasa berhak mendapatkan rukhshah untuk tidak shalat berjama’ah di masjid?
Bagi mereka yang belum melaksanakan shalat fardhu berjama’ah di masjid, saya mengajak mereka dan mengajak diri saya sendiri: “Mari kita makmurkan masjid dengan shalat fardhu berjama’ah!”
Terlebih lagi shalat shubuh dan shalat isya berjama’ah! Karena ada hadits dari Abu Hurairah bahwasannya Rasulullah saw bersbda,
إِنَّ أَثْقَلَ صَلَاةٍ عَلَى الْمُنَافِقِينَ صَلَاةُ الْعِشَاءِ وَصَلَاةُ الْفَجْرِ وَلَوْ يَعْلَمُونَ مَا فِيهِمَا لَأَتَوْهُمَا وَلَوْ حَبْوًا وَلَقَدْ هَمَمْتُ أَنْ آمُرَ بِالصَّلَاةِ فَتُقَامَ ثُمَّ آمُرَ رَجُلًا فَيُصَلِّيَ بِالنَّاسِ ثُمَّ أَنْطَلِقَ مَعِي بِرِجَالٍ مَعَهُمْ حُزَمٌ مِنْ حَطَبٍ إِلَى قَوْمٍ لَا يَشْهَدُونَ الصَّلَاةَ فَأُحَرِّقَ عَلَيْهِمْ بُيُوتَهُمْ بِالنَّارِ
“Shalat yang dirasakan paling berat bagi orang-orang munafik adalah shalat isya dan shalat subuh. Sekiranya mereka mengetahui keutamaannya, niscaya mereka akan mendatanginya sekalipun dengan merangkak. Sungguh aku berkeinginan untuk menyuruh seseorang sehingga shalat didirikan, kemudian kusuruh seseorang mengimami manusia, lalu aku bersama beberapa orang membawa kayu bakar mendatangi suatu kaum yang tidak menghadiri shalat, lantas aku bakar rumah-rumah mereka.” (HR. Al-Bukhari No. 141 dan Muslim No. 651)
Hadirin rahimakumullah….tentu tidak ada seorang pun di antara kita yang ingin dimasukkan oleh Allah Ta’ala ke dalam golongan orang-orang munafik. Tidak ada seorang pun di antara kita yang ingin mendapatkan kebencian dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam…oleh karena itu marilah mengindahkan shalat, yaitu dengan menjadikannya shalat berjama’ah di masjid.
Mengindahkan Shalat-Shalat Sunnah
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bukan hanya mengindahkan shalat-shalat fardhu saja, akan tetapi beliau pun sangat mengindahkan shalat-shalat sunnah. Contohnya adalah sebagaimana diriwayatkan Bukhari dan Muslim,
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ لَمْ يَكُنْ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى شَيْءٍ مِنْ النَّوَافِلِ أَشَدَّ مِنْهُ تَعَاهُدًا عَلَى رَكْعَتَيْ الْفَجْرِ أخرجه الشيخان
Dari ‘Aisyah, beliau berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak melakukan satu pun shalat sunnah secara berkesinambungan melebihi dua rakaat (shalat rawatib) fajar/Subuh.”
Karena demikian mengindahkan shalat sunnah fajar tersebut, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahkan tidak meninggalkan shalat sunnah fajar itu walaupun beliau bangun kesiangan. Dalam sebuah hadits disebutkan,
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- كَانَ فِى مَسِيرٍ لَهُ فَنَامُوا عَنْ صَلاَةِ الْفَجْرِ فَاسْتَيْقَظُوا بِحَرِّ الشَّمْسِ فَارْتَفَعُوا قَلِيلاً حَتَّى اسْتَقَلَّتِ الشَّمْسُ ثُمَّ أَمَرَ مُؤَذِّنًا فَأَذَّنَ فَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ قَبْلَ الْفَجْرِ ثُمَّ أَقَامَ ثُمَّ صَلَّى الْفَجْرَ.
“Bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah kesiangan melaksanakan shalat Shubuh dalam satu perjalanan. Mereka (para sahabat dan Rasulullah) bangun saat matahari sudah terbit agak tinggi. Kemudian beliau menyuruh Bilal untuk mengumandangkan adzan. Lalu beliau shalat sunnah fajar dua rakaat (yang diikuti oleh para sahabat). Kemudian beliau menyuruh Bilal mengumandangkan iqamah dan beliau shalat shubuh (bersama mereka).” (HR. Abu Dawud No. 443)
Dalam hadits yang lain, diriwayatkan bahwa beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga mengqadha shalat sunnah dzuhur di waktu ba’da Ashar, karena demikian mengindahkannya. Haditsnya sebagai berikut,
وَقَدْ أُتِيَ بِمَالٍ فَقَعَدَ يُقَسِّمُهُ حَتَّى أَتَاهُ مُؤَذِّنُ الْعَصْرِ فَآذَنَهُ بِالْعَصْرِ ، فَصَلَّى الْعَصْرَ ، ثُمَّ انْصَرَفَ إِلَيَّ ، وَكَانَ يَوْمِي فَرَكَعَ رَكْعَتَيْنِ خَفِيفَتَيْنِ ، فَقُلْتُ : مَا هَاتَينِ الرَّكْعَتَينِ يَا رَسُولَ الله ؟! أَمَرْتَ بِهِمَا ؟ قَالَ : لاَ ، وَلَكِنَّهُمَا رَكْعَتَانِ كُنْتُ أَرْكَعُهُمَا بَعْدَ الظُّهْرِ ، فَشَغَلَنِي قَسْمُ هَذَا الْمَالِ حَتَّى أَتَانِيَ الْمُؤَذِّنُ بِالْعَصْرِ فَكَرِهْتُ أَنْ أَدَعَهُمَا
“Didatangkan kepadanya (Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam) harta, beliau pun duduk-duduk membagikan harta itu, sampai terdengar suara muadzin untuk adzan ashar. Kemudian Beliau melaksanakan shalat ashar, dan setelah selesai shalat, beliau pulang dan menuju rumahku (Ummu Salamah), karena hari itu adalah gilirannya di tempatku. Lalu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melakukan shalat dua rakaat yang ringan (sebentar), lalu saya pun bertanya: ‘Shalat apakah ini ya Rasulullah? Apakah kau diperintahkannya?’ Beliau bersabda: ‘Tidak, ini hanyalah pengganti dua rakaat ba’da zhuhur yang biasa saya lakukan, tadi saya sibuk membagikan harta hingga datang waktu ashar. Maka saya tidak suka meninggalkan dua rakaat tadi.’” (HR. Ahmad No. 26602)
Mari Mengindahkan Shalat Kita!
Hadirin rahimakumullah…
Pemaparan di awal tadi mengisyaratkan kepada kita bahwa shalat adalah ibadah yang sangat penting dan memiliki tempat dalam kehidupan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Oleh karena itu, marilah kita mengambil suri tauladan dari beliau. Jadikanlah diri kita orang-orang yang mendirikan shalat dan mengindahkannya, sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Mari ajak keluarga kita; tetangga dan kerabat di sekitar kita untuk mendirikan dan mengindahkan shalat.
Jangan sampai generasi di zaman ini menjadi generasi yang menyia-nyiakan shalat…
فَخَلَفَ مِنْ بَعْدِهِمْ خَلْفٌ أَضَاعُوا الصَّلَاةَ وَاتَّبَعُوا الشَّهَوَاتِ ۖ فَسَوْفَ يَلْقَوْنَ غَيًّا
“Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan,” (Maryam: 59)