Sevilla adalah negara terbesar di seluruh Daulah At-Thawaif. Negeri ini memiliki keunggulan dalam bidang militer, politik, letak geografis, kedudukan ilmu dan para ulama serta sastra.
Pada masa Bani Abbad, khususnya pada masa kepemimpinan Al-Mu’tadhid billah, Sevilla sering dikunjungi tokoh ilmu pengetahuan dan penyair dari seluruh Anadalusia.
Nasab Bani Abbad
Mereka adalah bangsa Arab yang berafiliasi kepada suku Lakham. Dahulu sekelompok orang dari Suku Lakham memasuki Andalusia, yakni Athaf bin Na’im, bersama Balaj bin Bisyr Al-Qusyairi. Ada juga yang mengatakan mereka berasal dari keturunan An-Nu’man bin Al-Mundzir bin Ma’u As-Sama.
Athaf berhenti di sebuah desa dekat Sevilla, lalu berketurunan selama beberapa waktu, kemudian pindah ke ‘Homsh’, sebutan mereka untuk Sevilla dikarenakan kemiripan alam dan iklimnya dengan Kota Homsh di Syam.
Bani Abbad memiliki kedudukan penting di hadapan para khalifah Bani Umayyah di Andalusia karena posisi mereka sebagai imam, khatib, atau pemimpin peradilan.
Abul Walid Ismail bin Abbad
Pasca runtuhnya Khilafah Umawiyah di Andalusia, Abul Walid Ismail segera mengumpulkan para tokoh dan pemimpin di Sevilla. Mereka kemudian sepakat mengangkatnya sebagai pemimpin. Ia pernah menjabat sebagai kepala kepolisian di masa Khalifah Hisyam Al-Muayyad; menjadi Imam dan Khatib serta Qadhi di Sevilla. Dikenal kecerdasan, keluasan ilmu, dan pandangannya yang jauh ke depan.
Ia berhasil melindunggi Sevilla dari serangan bangsa Berber sehingga situasi dan kondisi menjadi kondusif. Saat sakit menimpanya, ia menyerahkan tugas kepemimpinan kepada anaknya: Abul Qasim Muhammad. Abul Walid Ismail wafat pada tahun 414 H/1023 M.
Pendiri Daulah Bani Abbad
Abul Qasim Muhammad bin Ismail bin Abbad, dialah pendiri Daulah Bani Abbad.
Pada masa Daulah Hamudiyah, Abul Qasim Muhammad bin Ismail diangkat oleh Al-Qasim bin Hamud menjadi Qadhi di Sevilla.
Saat terjadi pemberontakan penduduk Cordoba terhadap Al-Qasim bin Hamud, penduduk Sevilla sepakat untuk menutup pintu baginya. Maka kepemimpinan di Sevilla menjadi milik Abul Qasim Muhammad bin Ismail. Ia menjadi Qadhi sekaligus pemimpin wilayah.
Membangun Kekuatan di Sevilla
Al-Qadhi Abul Qasim Muhammad bin Ismail berusaha memperkuat Sevilla dengan mengkonsolidasikan para pendukungnya; membangun kekuatan militer hingga menyamai para Muluk At-Thawaif. Bahkan ia memiliki kekuasaan yang lebih luas dan kekuatan pasukan yang lebih besar. Ia memiliki keinginan untuk memperluas wilayah kekuasaannya.
Mengumumkan Kemunculan Khalifah Hisyam
Pada tahun 426 H/1035 M, Al-Qadhi Abul Qasim Muhammad bin Ismail mengumumkan kemunculan Khalifah Hisyam bin Al-Muayyad. Dengan pengumuman ini ia bermaksud membatalkan kekuasaan Daulah Hamudiyah dan membuat pijakan legalitas atas invasi yang dilakukannya ke wilayah lain.
Orang yang dimunculkan sebagai ‘Khalifah Hisyam’ sebenarnya adalah orang yang bernama Khalaf Al-Hushari yang wajahnya mirip dengan Khalifah Hisyam. Tidak ada yang mengakui hal ini kecuali Hazm bin Jahur penguasa Cordoba, meskipun ia sendiri mengetahui kebohongannya.
Al-Qadhi Abul Qasim Muhammad bin Ismail wafat pada 433 H/1042 M.
Al-Mu’tadhidh billah bin Abbad
Kepemimpinan di Sevilla dilanjutkan oleh anak dari Al-Qadhi Abul Qasim Muhammad bin Ismail, yakni Abu Amr Abbad bin Muhammad yang mengelari dirinya Al-Mu’tadhid billah
Perluasan Wilayah
Al-Mu’tadhidh billah bin Abbad mengawali kekuasaannya dengan kekerasan. Ia melakukan berbagai invasi ke wilayah muslimin yang lainnya. Merebut Pulau Syalthis dan Walabah dari Bani Al-Bakri pada 443 H/1051 M; dan pada tahun yang sama berhasil merebut wilayah Santa Maria dari Bani Harun; merebut Lablah dari Ibnu Yahya Al-Yashubi pada 445 H/1053 M; dan mengusir Al-Qasim bin Hamud dari Al-Khadra.
Menguasai Wilayah Kaum Berber
Al-Mu’tadhidh billah bin Abbad bergerak menuju kerajaan Berber dan menguasai Kerajaan Bani Yafrin di Ronda, Bani Dammar di Moror, Bani Khazrun di Syadzunah dan Arkasyh.
Penaklukan terhadap kaum Berber ini dilakukan dengan tipu muslihat, yakni mengundang para pemimpin itu ke Sevilla, lalu menangkap dan membunuhnya. Ini terjadi pada tahun 445 H/1053 M.
Sedangkan Bani Barzal penguasa Carmona di bawah pimpinan Al-Muztahir Aziz bin Muhammad bisa dilumpuhkan dengan serangan militer pada 459 H/1067 M.
Membunuh Anaknya dan Menterinya Sendiri
Pada tahun 450 H/1058 M, Al-Mu’tadhidh billah bin Abbad mencium rencana konspirasi yang akan dilakukan oleh pewaris tahtanya, yakni anaknya sendiri yang bernama Ismail bersama menterinya Al-Bazilyani. Kedua orang itu ditangkap, kemudian dibunuhnya.
Mengumumkan kematian Khalifah Hisyam
Tahun 451 H/1059 M, Al-Mu’thadidh mengumumkan kematian Khalifah Hisyam Al-Muayyad. Ini adalah pengumuman ketiga yang pernah diumumkan oleh para pemimpin di Andalusia: Muhammad bin Hisyam, Ali bin Hamud, dan Al-Mu’tadhid.
Al-Mu’tadhid wafat pada Jumadil Akhir 461 H/1069 M dalam usia 59 tahun.
Al-Mu’tamid bin Abbad
Al-Mu’tadhid diganti oleh Al-Mu’tamid Abul Qasim Muhammad yang saat itu berusia 30 tahun. Ia dikenal sebagai prajurit yang pemberani dan penyair yang ulung; cerdas dan dermawan. Namun ia juga dikenal suka meminum khamar, senang berleha-leha dan beristirahat. Ia mengembalikan ‘Jama’ah’ (para pejabat/ahlu syuro) yang diasingkan oleh ayahnya.
Berbagai bentrokan dengan wilayah lain
Saat itu Sevilla merasa terancam oleh kabilah-kabilah Berber, khususnya di wilayah Granada. Maka Al-Mu’tamid bergerak menguasainya. Ia juga merebut Jaen, Toledo bagian tenggara, Murcia, dan Valencia.
Bersekutu dengan Kerajaan Kristen
Al-Mu’tamid berbenturan dengan Abdullah bin Bulluqin di Granada. Lalu terjadi beberapa pertempuran, dan Al-Mu’tamid berhasil memenangkan pertempuran itu karena mendapat bantuan dari Kerajaan Kristen (Castille dan Leon). Kompensasi yang diberikan kepada kaum kristen pada saat itu adalah ‘jizyah’.
Ia juga terlibat peperangan melawan Bani Dzunnun penguasa Toledo, yang berakhir dengan dikuasainya Toledo oleh Raja Kristen, Alfonso VI, sebagai kompensasi dari Al-Mu’tamid.
Al-Mu’tamid Wafat
Ia wafat di Aghmat, Maghribi pada bulan Dzulhijjah tahun 488 H/1095 M; setelah kekalahannya menghadapi kaum Murabithun yang membalas atas kerjasamanya dengan kaum kristen dalam menghadapi Ibnu Tasyfin, pemimpin kaum Murabithun.
Selanjutnya: