Masa Kerajaan-kerajaan Kelompok
Ini adalah masa terberat dalam sejarah Andalusia. Kerakusan, perpecahan, dan konflik yang keras datang silih berganti.
Runtuhnya Khilafah Umawiyah menjadikan Andalusia negeri yang tegak di atas ikatan kelompok/golongan. Ada 7 Kawasan utama yang luasnya nyaris sama. Setiap wilayah terbagi menjadi beberapa bagian hingga mencapai 22 negara. Sekitar 25% wilayah dikuasai pihak Kristen di wilayah utara.
Negeri-negeri Thawaif
- Negeri kalangan Arab keturunan Bani Lakhm, menguasai wilayah Sevilla (wilayah selatan Andalusia)
- Bani Ziry dari kalangan bangsa Berber, menguasai wilayah Granada (wilayah selatan Andalusia)
- Bani Jahur, negeri yang dipimpin oleh Abu Al-Hazm bin Jahur, menguasai wilayah Cordoba (Andalusia bagian tengah)
- Bani Al-Afthas dari kalangan Berber, menguasai Bathalytus (bagian Barat Andalusia)
- Bani Dzun Nun dari kalangan Berber, menguasai Toledo (bagian utara Andalusia)
- Bani Amir dari kalangan Amiriyah, bangsa Arab Ma’afiri Yaman, menguasai Valencia (bagian timur Andalusia)
- Bani Hud yang menguasai wilayah Zaragoza (bagian timur laut Andalusia)
Menghapus Kekuasaan Bani Umayyah
Penduduk Cordoba tidak menyenangi kepemimpinan Yahya bin Ali Al-Hamudi, maka mereka mengusirnya. Mereka lalu membai’at Hisyam bin Muhammad bin Abdul Malik bin An-Nashir li Dinillah dari kalangan Bani Umayyah pada 418 H /1027 M, yang saat itu tinggal di Pont Valencia.
Dua tahun setelah pembaiatannya, pada 420 H/1029 M, Khalifah Hisyam datang ke Cordoba. Tetapi para pejabatnya zalim kepada rakyat sehingga terjadi pemberontakan dan ia diusir dari Cordoba. Rakyat sepakat menghapuskan Khilafah Umawiyah di Andalusia.
Bani Jahur di Cordoba
Masyarakat Cordoba mengangkat Abu Al-Hazm sebagai pemimpin pada Dzulhijjah 422 H/1031 M. Ia adalah tokoh Andalusia yang merupakan keturunan pejabat Menteri di Andalusia yang turun-temurun. Dia seorang yang tawadhu, akrab dengan buku, rajin shalat berjama’ah dimasjid dan sering menggantikan menjadi imam shalat. Dia adalah seorang hafidz Qur’an dan dekat dengan masyarakat.
Wilayah kekuasaannya di sebelah utara hingga pegunungan Sierra Morena; di timur hingga muara Al-Wadi Al-Kabir (Guadalquivir); di barat hingga Etija; di selatan hingga perbatasan Granada. Selain Cordoba, wilayah yang masuk wilayah kekuasaannya adalah Jaen, Ubbasah, Bayyasah, Mador, Argonah, dan Andagor.
Sistem politik yang dijalankan berdasarkan syuro. Dalam pemerintahannya dibentuk majelis syuro yang beranggotakan para tokoh di Cordoba. Seluruh kebijakan pemerintah keluar dari majelis ini. Abu Hazm menjadi pemimpinnya, dan ia menyebut dirinya sebagai Aminul Jama’ah: “Aku tidak berhak menerima atau menolak sesuatu, itu adalah hak jama’ah dan aku adalah amin (orang kepercayaan) mereka.”
Problematika Cordoba
Saat itu Cordoba menghadapi masalah serius:
- Para pejabat koruptor
- Krisis keamanan karena tindakan kriminalitas berupa perampokan dan pencurian.
- Harga-harga mahal dan aktivitas perdagangan lesu.
- Pajak yang tinggi.
- Kemunduran aktivitas ilmiah dan pemikiran. Tidak ada perhatian kepada ulama dan satrawan.
Kebijakan-kebijakan Abu Hazm bin Jahur
Guna memulihkan keamanan, Abu Hazm membangun hubungan baik dengan kalangan bangsa Berber. Ia membagikan senjata kepada rakyat untuk membela diri. Juga mengangkat petugas keamanan di pasar-pasar. Maka, Cordoba menjadi wilayah yang aman. Bahkan menjadi tempat berlindung bagi kaum pengasingan.
Dalam menanggulangi problematika perekonomian, Abu Hazm bin Jahur melakukan pemberantasan terhadap pemborosan dan kemewahan dalam pemerintahan. Ia mengangkat pejabat yang amanah untuk mengurus uang rakyat dan harta negara. Abu Hazm pun melakukan pengawasan langsung.
Selain itu, ia meminjamkan modal usaha kepada para pedagang, dan mereka diaudit secara berkala, serta menurunkan beban pajak dan berbagai pungutan.
Seruan Pembai’atan Khalifah Hisyam
Pada tahun 426 H / 1235 M, Penguasa Sevilla, Al-Qadhi Abul Qasim bin Abbad, menyeru para pemimpin Andalusia untuk membaiat Khalifah Hisyam yang konon telah muncul kembali. Seruan ini hanya disambut segelintir pemimpin: Abdul Aziz bin Abi Amir penguasa Valencia dan Al-Muwaffaq Al-Amiri penguasa di wilayah Tourtosse.
Abu Hazm bin Jahur mengecek hal itu dan diketahuilah bahwa itu dusta, maka ia menolak, tapi rakyat mempercayai berita itu dan hampir-hampir memberontak kepadanya. Maka, Abu Hazm bin Jahur terpaksa membaiatnya. Ia melepaskan baiat itu setelah Al-Qadhi Abul Qasim bin Abbad memintanya tunduk kepadanya atas nama khalifah.
Penjaga Perdamaian
Abu Hazm bin Jahur mendapatkan kepercayaan dari raja-raja di wilayah lain. Ia sering diangkat menjadi penengah dalam perselisihan diantara mereka. Diantara kasus yang pernah ditanganinya adalah perselisihan antara Al-Mu’tadhid bin Abbad penguasa Sevilla dengan Al-Mudzaffar bin Afthas penguasa Bathalyus (Badajoz). Perselisihan ini berawal dari Tindakan Al-Mu’tadhid yang menginvasi wilayah Lablah yang berada di wilayah Bathalyus.
Wafatnya Ibnu Jahur
Abu Hazm bin Jahur wafat pada bulan Shafar 435 H / Oktober 1043 M. Masyarakat Cordoba sepakat mengangkat anak Ibnu Jahur yang bernama Abul Walid menjadi penggantinya.
Abul Walid Muhammad
Ia melanjutkan kebijakan-kebijakan ayahnya, dan meneruskan para pejabat yang diangkat sebelumnya. Namun, suatu saat ia memutuskan untuk beristirahat dari dunia politik, lalu mengusulkan anak bungsunya Abdul Malik menjadi penggantinya. Sebenarnya dianjurkan kepadanya agar mengangkat Abdurrahman, namun karena Abdul Malik dianggap lebih mampu ia tetap mengusulkannya.
Tetapi Abdul Malik ternyata bertindak otoriter dalam kepemimpinannya. Ia mengambil keputusan tanpa pertimbangan Al-Jama’ah. Ia menghalalkan harta kaum muslimin dan mengangkat para pejabat yang buruk, serta mengabaikan syariat.
Pada 440 H / 1048 M, Abdul Malik menyerahkan urusan politik kepada Abul Hasan Ibrahim bin Yahya, yang dikenal dengan panggilan Ibnu As-Saqqa. Maka Cordoba kembali aman.
Konspirasi Al-Mu’tadhid bin Abbad
Al-Mu’tadhid bin Abbad berniat menguasai Cordoba. Ia melakukan konspirasi untuk melemahkan Cordoba dengan cara menyusupkan orang untuk mengadu domba Abdul Malik dengan Ibnu Saqqa.
Akibat konspirasi tersebut Ibnu Saqqa dibunuh oleh Abdul Malik pada 455 H / 1063 M. Ia menjadi berkuasa penuh dan berbuat kezaliman kembali.
Sementara itu Abdurrahman saudara dari Abdul Malik mulai berupaya merebut pengaruh. Melihat situasi yang berkembang, Abul Walid bin Jahur membagi kekuasaan pada 456 H / 1064 M. Abdurrahman diberi kekuasaan untuk mengurus zakat dan pungutan-pungutan, pengawas petugas negara, memegang stemple kesultanan, dan mengangkat atau mengganti pejabat. Sementara Abdul Malik diberi kekuasaan untuk mengurus militer.
Detik-detik Berakhirnya Kekuasaan Bani Jahur
Abdul Malik menangkap dan memenjarakan kakaknya, Abdurrahman. Bersama institusi militer yang dikuasainya, Abdul Malik melakukan tindakan-tindakan yang tidak disukai rakyat. Maka mereka menjauhi Bani Jahur.
Tahun 462 H / 1069 M, penguasa Toledo, Al-Ma’mun Yahya bin Dzun Nun menyerang Cordoba. Abdul Malik meminta bantuan kepada Al-Mu’tamid bin Abbad penguasa Sevilla, namun inilah yang kelak membuat kekuasaannya di Cordoba berakhir.
Selanjutnya: