(256 – 279 H / 870 – 892 M)
Al-Mu’tamid ‘Alallah bin Al-Mutawakil bin Al-Mu’tashim. Lahir tahun 231 H / 845 M, Ibunya seorang ummu walad dari Kufah bernama Fatyan.
Ia dibaiat tanpa ada wasiat dari khalifah sebelumnya, dan kemudian memerintah sejak 18 Rajab 256 H / 25 Juni 870 M hingga 11 Rajab 279 H / 10 Oktober 892 M.
Para Pemimpin Pada Masanya
- Andalusia: Muhammad bin Abdurrahman (w 273 H / 886 M), Muhammad Al-Mundzir bin Muhammad (273 – 275 H / 886 – 888 M), Abdullah bin Muhammad (275 – 300 H / 888 – 912 M)
- Ifriqiya dan Sicilia: Muhammad bin Al-Aghlab (w 261 H / 874 M), Ibrahim bin Al-Aghlab (w 289 H / 901 M)
- Zubaid, Yaman: Ibrahim bin Muhammad bin Ibrahim (245 – 289 H / 859 – 901 M)
- Shana’a, Yaman: Muhammad bin Yakfur (259 – 279 H / 872 – 892 M)
- Khurasan: Muhammad bin Thahir bin Abdillah bin Thahir (248 – 259 H / 862 – 872 M)
- Thabaristan: Al-Hasan bin Zaid (250 – 270 H / 864 – 883 M), Muhammad bin Zaid (270 – 279 H / 883 – 892 M)
- Konstantinopel: Basil I The Macedonian (867 – 886 M), Leo IV The Wise (886 – 912 M)
- Perancis: Charles II The Bald (840–877 M), 877–879 Louis II (the Stammerer), Louis III (879–882), Charlamagne (879–884), Charles the Fat (884–888), Eudes/Odo (888–898).
Abu Ahmad Penguasa De Facto
Atas usulan kaum Turki, pemimpin militer harus diserahkan kepada salah satu saudara khalifah agar tidak terjadi konflik internal di antara kaum Turki. Maka, Khalifah Al-Mu’tamid mengangkat Abu Ahmad Thalhah bin Al-Mutawakil. Bahkan pada Shafar 257 H / Desember 870 M, ia diserahi urusan wilayah Kufah, Haramain, dan Yaman. Lalu pada bulan Rabiul Awwal 257 H / Januari 871 M, Al-Mu’tamid menyerahkan urusan wilayah Diyar Mudhar, Qannasrin, dan Al-Awashim. Kemudian pada Ramadhan 257 H / Juli 871 M, Al-Mu’tamid menyerahkan urusan wilayah Baghdad, As-Sawad, Dajlah, Bashrah, Ahwaz, dan Persia.
Para Menteri Al-Mu’tamid
Berikut para menteri pada masa Khalifah Al-Mu’tamid:
- Ubaidillah bin Yahya bin Khaqan
- Al-Hasan bin Mukhlad
- Sulaiman bin Wahab
- Abu Shaqar Ismail bin Bulbul
- Ubaidillah bin Sulaiman bin Wahab
Perpecahan Kaum Alawiyin
Pada masa Al-Mu’tamid, Imam kesebelas Syiah Imamiyah, Abu Muhammad Al-Hasan Al-Askari bin Ali Al-Hadi wafat di Samarra (260 H / 873 M). Sejak saat itu Syiah Imamiyah mengalami perpecahan:
- Syiah Imamiyah yang mempercayai Muhammad Al-Askari sebagai Imam keduabelas. Mereka menamakannya: Al-Muntadhar, Al-Qaim, dan Al-Mahdi. Konon ibunya melihat ia masuk ke dalam lorong di rumah ayahnya, dan dipercaya ia akan muncul di akhir zaman untuk menegakkan keadilan.
- Syiah Imamiyah yang berpendapat Hasan Al-Askari tidak memiliki keturunan, maka mata rantai imam syiah telah terputus. Sebagian mereka mengangkat Ja’far bin Ali; sebagian lain mengangkat dari keturunan Ja’far As-Shadiq: Muhammad, Musa, atau Ismail.
Dari kelompok-kelompok ini muncul kelompok-kelompok baru:
- Kelompok terorganisir yang berpusat di desa Salimah, Homsh, tempat cikal bakal daulah Fathimiyah.
- Kelompok tidak terorganisir yang pertama kali muncul di Irak, yang nantinya dikenal sebagai kelompok Syiah Qaramithah.
Qaramithah
Istilah Qaramithah berawal dari seorang lelaki dari Kazakhtan yang datang ke Irak lalu mendakwahkan dukungannya kepada Imam Ahlul Bait.
Suatu ketika ia sakit dan dirawat hingga sembuh di rumah seorang lelaki yang dijuluki ‘Karamiah’ karena matanya yang memerah. Ia pun turut mengajak orang-orang untuk mengikuti laki-laki dari Kazakhtan itu yang dianggapnya sebagai Imam. Orang-orang yang mengikuti mazhabnya itu diwajibkan membayar 1 dinar. Para petani di wilayah itu meninggalkan pekerjaannya karena sibuk dengan aturan-aturan ibadah yang ditetapkan sang Imam.
Melihat gelagat yang tidak baik, Al-Haisham menangkap Sang Imam, namun berhasil melarikan diri ke Syam dan menyebut dirinya Karamiyah, dan pada akhirnya disebut Qaramith.
Alawi Bashrah
Muncul pula seorang juru dakwah bernama Alawi Bashrah. Bani Thalib tidak mengenal nasabnya. Ia mengaku bahwa dirinya adalah Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Ali bin Ali bin Isa bin Zaid bin Ali bin Al-Husain bin Ali bin Abi Thalib.
Ia datang ke Bahrain tahun 249 H / 863 M. Orang-orang Bahrain memposisikan dia seperti nabi. Ia menarik upeti dan memerangi para pendukung penguasa sehingga timbullah berbagai kekacauan.
Tahun 254 H / 868 M ia pindah ke Bashrah tinggal bersama Bani Dhabi’ah. Gubernur Bashrah, Muhammad bin Raja’ mengendus keberadaannya sehingga Alawi Bashrah ini keluar dari wilayah itu.
Pemberontakan Para Budak
Ibnu Ad-Da’yi, pengikut Alawi Bashrah, menggerakkan seorang budak yang bernama Raihan bin Shaleh agar merekrut para budak dan mengikuti pahamnya. Jumlah para budak saat itu sekitar 15.000 orang.
Pada hari raya Idul Fitri 255 H / September 869 mereka melaksanakan shalat, di dalam khutbahnya disuarakan tekad perjuangan memperbaiki nasib kaum budak ini. Mereka melakukan keonaran dengan merampas harta benda dan memperbanyak pasukan. Pasukan dari Bashrah bisa dikalahkan. Mereka bahkan berhasil merampas kapal-kapal di sungai Dajlah.
Tahun 256 H / 870 M, kota Ablah mereka bakar kemudian mengambil budak-budak ke dalam pasukannya dan mempersenjatainya. Tahun 258 H / 872 M, mereka melakukan serangan besar-besaran terhadap penduduk Bashrah.
Peperangan mereka melawan pasukan Abbasiyah berlangsung bertahun-tahun, hingga mereka dikalahkan pada 2 Shafar 270 H / 13 Agustus 883 M.
Lepasnya Wilayah
Pada masa-masa ini di wilayah timur berdirilah negara Shafariyah meliputi Persia, Karman, Khurasan; negara Samaniyah di Transoxania (Uzbekistan), dan negara Zaidiyah di Thabaristan dan Jurjan. Di wilayah barat berdirilah negara Ahmad bin Thulun yang mencakup Riqqah, Mesir, dan Sour.
Penobatan Putra Mahkota
Abu Ahmad Al-Muwaffaq diangkat menjadi putra mahkota setelah Al-Mu’tamid. Setelah Abu Ahmad wafat pada 278 H / 891 M, maka putra mahkota diberikan kepada Al-Mufawwadh bin Al-Mu’tamid. Setelah itu Abul Abbas bin Abu Ahmad Al-Muwaffaq.
Saat itu pemegang kekuasaan adalah putra Abu Ahmad, Abul Abbas bin Abu Ahmad Al-Muwaffaq, ia lalu mencopot Al-Mufawwadh dari putra mahkota.
Wafatnya Al-Mu’tamid
Setelah sekian lama tidak memiliki pengaruh dalam kekhalifahan, dan hanya sibuk dengan berbagai aneka hiburan, Khalifah Al-Mu’tamid akhirnya wafat disebabkan terlalu banyak meminum khamar pada 11 Rajab 279 H / 10 Oktober 892 M.
Wallahu a’lam.