Menteri luar negeri Mesir Badr Abdel-Aty dan mitranya dari Sudan Mohi El-Din Salem pada hari Rabu membahas perkembangan di kota El-Fasher di Sudan barat.
Pembahasan ini terjadi saat keduanya bertemu di Kairo, menurut sebuah pernyataan yang dikeluarkan oleh Kementerian Luar Negeri Mesir. Sementara itu, pasukan gabungan gerakan bersenjata yang mendukung militer Sudan di Darfur mengatakan bahwa milisi Janjaweed yang kemudian dikenal dengan Pasukan Dukungan Cepat telah membantai lebih dari 2000 warga sipil di El Fasher selama dua hari dari tanggal 26 sampai 27 Oktober.
Kementerian Luar Negeri Mesir mengatakan bahwa kedua menlu membahas “perkembangan terkini di Sudan, khususnya situasi di El Fasher dan perkembangan kemanusiaan serta keamanan yang terjadi disana.”
Pernyataan tersebut mengutip pernyataan dari Abdel-Aati menegaskan bahwa “Mesir memberikan dukungan penuh terhadap rakyat Sudan dan komitmennya untuk melanjutkan upaya mencapai stabilitas dan perdamaian di Sudan.”
Pernyataan tersebut juga menyampaikan “keterlibatan aktif Mesir dalam upaya mencapai gencatan senjata komprehensif yang akan memungkinkan bantuan kemanusiaan menjangkau warga sipil dan meringankan penderitaan mereka.”
Abdel-Aati juga menekankan “komitmen Mesir terhadap persatuan, kedaulatan, integritas wilayah, dan lembaga-lembaga nasional Sudan.” Ia menekankan bahwa “keamanan dan stabilitas Sudan merupakan bagian integral dari keamanan dan stabilitas kawasan.”
Dalam beberapa hari terakhir, otoritas Sudan dan organisasi internasional serta PBB menuduh Pasukan Dukungan Cepat telah melakukan pembantaian dan pelanggaran hak asasi manusia terhadap warga sipil di El Fasher, termasuk eksekusi di lapangan, penangkapan, dan pengusiran paksa, selama penyerbuan mereka ke kota yang telah mereka kepung selama lebih dari setahun.
Menurut laporan PBB dan lokal, sekitar 20.000 orang tewas, selain lebih dari 15 juta orang terlantar dan pengungsi, akibat perang yang sedang berlangsung antara militer Sudan dan Pasukan Dukungan Cepat sejak April 2023, sementara sebuah studi universitas Amerika memperkirakan jumlah korban tewas sekitar 130.000.
Sumber: Anadolu Agency.





