Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant, pada hari Senin (06/05/24) memberi tahu rekannya dari Amerika, Lloyd Austin, tentang keputusan pemerintah Israel untuk memulai operasi militer di Rafah, selatan Jalur Gaza.
Kementerian Pertahanan Israel mengatakan dalam sebuah pernyataannya bahwa: “Menteri Pertahanan Yoav Gallant telah berbicara dengan Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin.” Pernyataan tersebut menambahkan: “Gallant memberi tahu rekan Amerikanya bahwa tidak ada pilihan lain, dan itu berarti dimulainya operasi militer Israel di Rafah.” demikian menurut Kementerian Pertahanan Israel.
Dalam konteks yang sama, Menteri Keuangan Israel, Bezalel Smotrich, pada hari ini (Senin 06/05/24) juga menuntut agar militer Israel segera memasuki kota Rafah yang dipenuhi pengungsi di Jalur Gaza selatan.
Smotrich, pemimpin partai Zionisme Religius sayap kanan radikal menyatakan dalam sebuah postingan di platform X bahwa: “Penundaan operasi militer ke kota Rafah serta hilangnya titik kontrol yang strategis akan mengancam kedaulatan Israel, merugikan tujuan-tujuan perang, mempersulit upaya pengembalian tawanan serta menambah kerugian korban tentara-tentara Israel.” Menkeu Israel itu menambahkan: “Tentara Israel harus memasuki Rafah hari ini dan mengalahkan musuh.” demikian pernyataannya.
Smotrich dianggap sebagai salah satu pendukung paling menonjol di pemerintahan Israel dalam melakukan operasi militer di Rafah. Ia mengabaikan kekhawatiran dan peringatan internasional tentang berbahayanya langkah ini. Pernyataan Smotrich ini disampaikan bersamaan dengan permintaan tentara penjajah Israel pada hari Senin agar warga Palestina “mengungsi sementara” dari lingkungan timur kawasan Rafah menuju ke kawasan Al-Mawasi, barat daya Jalur Gaza.
Militer penjajah Israel menerbitkan peta di akun media sosialnya yang menunjukkan rute pengungsian paksa warga Palestina, yang sebagian besar mengungsi dari wilayah utara dan tengah menuju Rafah akibat perang yang terjadi selama tujuh bulan terakhir.
Beberapa negara, dipimpin oleh Amerika Serikat dan Mesir yang melakukan mediasi antara Tel Aviv dan Hamas bekerja sama dengan Qatar, sebelumnya telah menyerukan Israel untuk menghindari operasi militer di Rafah, yang dipenuhi pengungsi dan sangat berbahaya. Namun, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan para menteri pendukungnya di pemerintahannya bersikeras melakukan operasi tersebut dengan dalih bahwa Rafah adalah “benteng terakhir gerakan Hamas” serta untuk memberikan tekanan pada jalannya negosiasi.
Israel terus melanjutkan perang meskipun Dewan Keamanan PBB telah mengeluarkan resolusi untuk segera menghentikan pertempuran. Negara penjajah itu tak peduli meskipun Mahkamah Internasional menuntut tindakan segera untuk mencegah tindakan genosida dan memperbaiki situasi kemanusiaan di Gaza.
Sumber: TRTarabi