Kalender Hijriah Global Tunggal (KHGT) adalah impian besar bagi banyak umat Islam, dengan tujuan menghadirkan satu sistem penanggalan yang seragam di seluruh dunia. Ada enam syarat penting yang harus terpenuhi agar KHGT dapat diwujudkan dan berfungsi sesuai harapan.
Syarat pertama, KHGT harus mencakup dua aspek penting, yakni ibadah dan sipil (muamalah). Artinya, kalender ini tidak hanya mengatur waktu-waktu penting ibadah, seperti penentuan awal puasa dan hari raya, tetapi juga waktu-waktu sipil dan administratif. QS. Al-Baqarah ayat 189 menekankan bahwa hilal adalah penanda waktu, baik untuk manusia dalam urusan sehari-hari maupun untuk ibadah haji.
Syarat kedua, KHGT harus didasarkan pada siklus bulan kamariah. Sistem penanggalan Islam selalu berpatokan pada peredaran bulan. QS. At-Taubah ayat 36 menegaskan bahwa bulan dalam Islam terdiri dari 12 bulan. Kalender ini juga harus konsisten dengan peredaran sinodis bulan, yaitu jumlah hari dalam satu bulan yang tidak kurang dari 29 hari dan tidak lebih dari 30 hari.
Syarat ketiga, KHGT harus bersifat global. Kalender ini harus mencerminkan satu tanggal dan satu hari yang sama di seluruh dunia. Dalam penerapannya, mungkin diperlukan rekonstruksi ulang dalam hal posisi hilal dan metode hisab (perhitungan astronomi). Karena bumi berbentuk bulat, keterlihatan hilal tidak merata di semua tempat.
Oleh karena itu, KHGT harus mempertimbangkan hal ini sambil tetap mematuhi prinsip-prinsip dalam Al-Qur’an dan hadits. QS. Al-Anbiya’ ayat 92 mengingatkan bahwa umat Islam adalah satu umat, dan kalender global ini akan menjadi manifestasi kesatuan tersebut.
Syarat keempat adalah telah terjadi ijtimak (konjungsi), yaitu saat bulan berada di antara matahari dan bumi. Pada momen ini, bulan tidak tampak dari bumi. Ijtimak menandai akhir bulan kamariah dan awal bulan berikutnya. KHGT tidak boleh menyatakan pergantian bulan sebelum terjadinya ijtimak ini. QS. Yasin ayat 39 mengisyaratkan bahwa peredaran bulan sudah ditetapkan secara rinci oleh Allah, dan KHGT harus berpatokan pada fenomena alam ini.
Syarat kelima, KHGT harus mempertimbangkan imkan rukyat, yaitu kemungkinan terlihatnya hilal. KHGT tidak boleh mengabaikan aspek hisab (perhitungan) dan rukyat (pengamatan), sehingga kompromi dalam bentuk parameter imkan rukyat (ketinggian hilal minimal 5 derajat dan sudut elongasi minimal 8 derajat) harus dipenuhi. Dengan adanya imkan rukyat, KHGT dapat menjembatani perbedaan antara metode hisab dan rukyat yang selama ini sering menjadi sumber perdebatan.
Syarat terakhir, KHGT tidak boleh menunda masuknya awal bulan jika hilal sudah terlihat atau telah memenuhi kriteria imkan rukyat. Dalam sebuah hadits, Nabi Muhammad SAW bersabda, “Apabila kamu melihat hilal maka berpuasalah, dan apabila kamu melihatnya maka berhari-rayalah.”
Prinsip ini menegaskan bahwa tidak boleh ada penundaan dalam memulai bulan baru jika hilal sudah tampak. Artinya, wilayah yang sudah melihat hilal atau telah memenuhi syarat imkan rukyat harus dijadikan acuan bagi wilayah lain yang belum melihat hilal.
Enam syarat ini saling terkait dan menjadi fondasi penting bagi terwujudnya KHGT. Meskipun konsep ini mungkin terdengar asing dan berbeda dari sistem penanggalan yang digunakan di banyak negara, terutama di Indonesia, namun KHGT memiliki potensi besar untuk menjadi solusi unifikasi kalender Islam global. Meski menghadapi tantangan, cita-cita untuk memiliki satu kalender yang menyatukan seluruh umat Islam tetap menjadi harapan yang layak diperjuangkan.