Partai Ennahda Tunisia mengumumkan pada Jumat pagi (31/12/21) penculikan salah satu wakilnya di parlemen oleh pasukan keamanan dengan pakaian sipil serta membawanya ke tempat yang belum diketahui.
Ennahda mengkonfirmasi bahwa anggota parlemennya, Noureddine Al-Buhairi ditangkap oleh otoritas keamanan dengan pakaian sipil.
Partai Islam itu mengatakan dalam sebuah pernyataannya bahwa “Penangkapan Al-Buhairi merupakan preseden buruk yang menjelaskan tanda-tanda masuknya kembali Tunisia ke lorong gelap tirani dan penumpasan lawan-lawan politik.”
Pernyataan tersebut menambahkan bahwa, “Saat terjadinya penculikan, Saeeda Al-Akrimi istri dari Noureddine Al-Buhairi yang juga berprofesi sebagai seorang pengacara dan saat itu bersama suaminya dilecehkan dengan buruk.”
Dalam pernyataannya: “Gerakan Ennahda mengutuk keras kejadian buruk dan berbahaya tersebut yang menandai masuknya kembali negara ke dalam lorong gelap tirani dan penghabisan lawan-lawan politik di luar kerangka hukum oleh rezim kudeta, setelah kegagalannya mengelola pemerintahan, dan ketidakmampuannya untuk memenuhi janji-janji palsunya, sehingga ia mengambil kebijakan serampangan untuk menutupi kegagalannya tersebut.”
Ennahda juga menekan pemerintah saat ini “bahwa kebijakan gagal lain dari pemerintah saat ini adalah Undang-Undang Keuangan tahun 2022 yang membebani rakyat Tunisia dengan pungutan dan pajak, dengan mengangkat isu-isu palsu dan pengalihan opini publik dengan menghabisi lawan- lawan politiknya.”
Saat ini, demonstrasi menentang dan memboikot kebijakan Kaeis Saied terus berjalan dimana oposisi Tunisia menuduh Saied menggunakan lembaga-lembaga negara untuk tujuan politis menyerang partai-partai oposisi.
Tunisia kembali mengalami krisis politik setelah Presiden Kais Saied melakukan kudeta karena memecat Perdana Menteri Hichem Mechichi dan membubarkan parlemen.
Pemecatan Mechichi dan pembubaran parlemen dilakukan Saied pada Juli 2021 itu karena ia menilai pemerintahan tak becus menangani inflasi dan pandemi virus corona di Tunisia.
Sumber: Arabi21.