Hubungan Muslimin dengan Yahudi
Pengusiran Bani Qainuqa terjadi pada Bulan Syawal Tahun ke 2 Hijriyah.
Pada awalnya, kaum muslimin tidak pernah berfikir ingin mengusir Yahudi dari Madinah. Mereka bahkan mengharapkan orang-orang Yahudi menjadi penyokong dalam peperangan melawan paganisme dan menegakkan ajaran tauhid.
Rasulullah dan kaum muslimin selalu mencari titik persamaan dengan orang-orang Yahudi dalam banyak permasalahan selama tidak menyentuh masalah aqidah. Sebagai contoh:
Pertama, kaum muslimin memiliki kiblat yang sama dengan orang-orang Yahudi, yaitu Baitul Maqdis.
Kedua, Rasulullah dan kaum muslimin melaksanakan shaum Asyura sebagaimana orang-orang Yahudi, sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدِمَ الْمَدِينَةَ فَوَجَدَ الْيَهُودَ صِيَامًا ، يَوْمَ عَاشُورَاءَ ، فَقَالَ لَهُمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ” مَا هَذَا الْيَوْمُ الَّذِي تَصُومُونَهُ ؟ ” فَقَالُوا : هَذَا يَوْمٌ عَظِيمٌ ، أَنْجَى اللَّهُ فِيهِ مُوسَى وَقَوْمَهُ ، وَغَرَّقَ فِرْعَوْنَ وَقَوْمَهُ ، فَصَامَهُ مُوسَى شُكْرًا ، فَنَحْنُ نَصُومُهُ ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ” فَنَحْنُ أَحَقُّ وَأَوْلَى بِمُوسَى مِنْكُمْ فَصَامَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ “
Dari Ibnu Abbas RA bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam saat datang di Madinah mendapati orang-orang Yahudi melakukan shaum pada hari ‘Asyura. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepada mereka, “Hari apa yang kalian melakukan shaum ini?” Mereka menjawab, “Ini adalah hari yang agung. Pada hari ini Allah menyelamatkan nabi Musa dan kaumnya, dan menenggelamkan Fir’aun dan kaumnya. Maka nabi Musa melakukan shaum sebagai wujud syukur kepada Allah. Oleh karena itu kami juga melakukan shaum.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Kami lebih wajib dan lebih layak mengikuti shaum Musa daripada kalian.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan shaum ‘Asyura dan memerintahkan para sahabat untuk melakukan shaum ‘Asyura juga.” (HR. Bukhari dan Muslim, dengan lafal Muslim)
Selama belum ada perintah tentang sesuatu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih senang menyesuaikan dengan Ahlul Kitab, sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Abbas,
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُسْدِلُ شَعْرَهُ، وَكَانَ الْمُشْرِكُونَ يَفْرِقُونَ رُءُوسَهُمْ، وَكَانَ أَهْلُ الْكِتَابِ يُسْدِلُونَ رُءُوسَهُمْ، وَكَانَ يُحِبُّ مُوَافَقَةَ أَهْلِ الْكِتَابِ فِيمَا لَمْ يُؤْمَرْ فِيهِ بِشَيْءٍ، ثُمَّ فَرَقَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَأْسَهُ
“Sesungguhnya dulu Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam menyisir rambutnya ke belakang. Adapun musyrikin membagi rambutnya (ke kiri dan ke kanan). Sedangkan Ahlul Kitab menyisir rambutnya ke belakang. Beliau suka menyesuaikan dengan Ahlul Kitab selagi belum diperintah dalam sesuatu hal. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam membagi rambutnya (ke kiri dan ke kanan)” (HR. Bukhari)[1]
Orang-orang Yahudi dengki dan tidak mau beriman
Orang-orang Yahudi menyimpan prasangka buruk dan kedengkian di dalam hati. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berusaha menyeru mereka untuk berislam, namun mereka menolaknya.
Penolakan kepada Islam bukan karena mereka tidak tahu kebenaran, namun semata-mata karena kedengkian yang ada pada diri mereka.
Allah Ta’ala berfirman, “Orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang telah Kami beri Al Kitab (Taurat dan Injil) mengenal Muhammad seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri. Dan sesungguhnya sebahagian di antara mereka menyembunyikan kebenaran, padahal mereka mengetahui.” (Q.S. Al-Baqarah: 146)
Orang-orang Yahudi Menjadi Duri dalam Daging
Seandainya mereka hanya mengingkari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana mereka mengingkari Nabi Isa; hanya mengingkari kebenaran Al-Qur’an dan mereka tenang beribadah, tentu mereka akan dibiarkan. Tidak akan diganggu dan tidak akan diperangi.
Namun, mereka malah menjadi duri dalam daging. Diantara mereka ada yang menyusup sebagai mata-mata ke dalam barisan kaum muslimin dan berpura-pura menjadi muslim. Allah Ta’ala berfirman,
وَقَالَتْ طَائِفَةٌ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ آمِنُوا بِالَّذِي أُنْزِلَ عَلَى الَّذِينَ آمَنُوا وَجْهَ النَّهَارِ وَاكْفُرُوا آخِرَهُ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
“Segolongan (lain) dari Ahli Kitab berkata (kepada sesamanya): “Perlihatkanlah (seolah-olah) kamu beriman kepada apa yang diturunkan kepada orang-orang beriman (sahabat-sahabat Rasul) pada permulaan siang dan ingkarilah ia pada akhirnya, supaya mereka (orang-orang mu’min) kembali (kepada kekafiran).” (Q.S. Ali Imran, 3: 72)
Mengakhiri Titik-titik Pertemuan
Pada awal bulan Sya’ban, 16 bulan setelah hijrah, turunlah syariat pemindahan kiblat dari Baitul Maqdis ke Masjidil Haram. Peristiwa ini benar-benar telah mengakhiri titik-titik pertemuan antar kaum muslimin dan Yahudi. Hal ini semakin membangkitkan kebencian dan kedengkian orang-orang Yahudi.
Setelah itu turun pula syariat puasa Ramadhan yang ‘mengganti’ kebiasaan puasa Asyura. Turun pula syariat zakat yang berbeda dengan tradisi zakat yang dikenal ahli kitab. Semua ini menegaskan bahwa kaum muslimin adalah satu bangsa dengan jati diri tersendiri.
Yahudi Meremehkan Kemenangan Kaum Muslimin di Badar
Sebagaimana telah kita ketahui pada 7 Ramadhan Tahun 2 Hijriyah (13 Maret 624) telah terjadi perang antara kaum muslimin melawan kaum musyrikin Makkah di Badar; dimana perang tersebut menjadi sira-ul wujud (pertempuran yang menegaskan eksistensi) bagi kaum muslimin. Kemenangan kaum muslimin di Badar membuat bangsa Arab memperhitungkan keberadaan mereka.
Namun, kaum Yahudi meremehkan kemenangan tersebut. Selepas perang Badar, ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengumpulkan mereka di pasar mereka. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Wahai kaum Yahudi! Peluklah agama Islam sebelum kalian ditimpa oleh apa yang menimpa kaum Quraisy!” Mendengar seruan ini, dengan sombong mereka menjawab: “Wahai Muhammad, jangan sombong dengan keberhasilanmu membunuh beberapa orang Quraisy yang tidak mengerti peperangan. Jika engkau (berani) memerangi kami, maka di saat itu engkau akan mengetahui bahwa kami benar-benar manusia dan kamu tidak akan menjumpai orang seperti kami.” Lalu Allah Azza wa Jalla menurunkan firman-Nya:
قُلْ لِلَّذِينَ كَفَرُوا سَتُغْلَبُونَ وَتُحْشَرُونَ إِلَىٰ جَهَنَّمَ ۚ وَبِئْسَ الْمِهَادُ ﴿١٢﴾ قَدْ كَانَ لَكُمْ آيَةٌ فِي فِئَتَيْنِ الْتَقَتَا ۖ فِئَةٌ تُقَاتِلُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَأُخْرَىٰ كَافِرَةٌ يَرَوْنَهُمْ مِثْلَيْهِمْ رَأْيَ الْعَيْنِ ۚ وَاللَّهُ يُؤَيِّدُ بِنَصْرِهِ مَنْ يَشَاءُ ۗ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَعِبْرَةً لِأُولِي الْأَبْصَارِ
“Katakanlah kepada orang-orang yang kafir: ‘Kamu pasti akan dikalahkan (di dunia ini) dan akan digiring ke dalam neraka jahannam, dan itulah seburuk-buruk tempat.’ Sesungguhnya telah ada tanda bagi kamu pada dua golongan yang telah bertemu (bertempur). Segolongan berperang di jalan Allah dan (segolongan) yang lain kafir yang dengan mata kepala melihat (seakan-akan) orang-orang Muslimin dua kali jumlah mereka. Allah menguatkan siapa yang dikehendaki-Nya dengan bantuan-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai mata hati.” (Q.S. Ali Imran:12-13)[2]
Yahudi Bani Qainuqa begitu percaya diri terhadap kaum muslimin karena mereka terdiri dari para tukang pandai besi dan emas; banyak alat-alat logam dan senjata di sekitar mereka (persenjataannya lengkap). Mereka pun memiliki tentara berani yang berjumlah 700 orang, 400 diantaranya berbaju zirah.[3]
Yahudi Berempati pada Musyrikin
Setelah berita kekalahan kaum musyrikin Quraisy menghadapi pasukan Islam di dalam perang Badar sampai ke Madinah, Ka’ab bin Al-Asyraf (pembesar Yahudi yang ahli syair) berkata: ”Jika berita ini benar, maka berada di bawah tanah lebih baik bagi kami daripada di atasnya.” Artinya, ia merasa dirinya lebih baik mati daripada hidup setelah kekalahan kaum kuffar Quraisy. Lalu Ka’ab bin Al-Asyraf membuat syair-syair berisi ratapan atas kekalahan kaum musyrikin tersebut. Di dalamnya juga memuat hujatan terhadap Nabi shallallahu ’alaih wa sallam dan kaum muslimin. Lalu pergilah ia ke Mekkah untuk menampilkan puisinya dan turut berduka cita bersama kaum musyrikin Mekkah.[4]
Ka’ab juga memperlihatkan permusuhannya terhadap kaum muslimin dengan menggubah syair-syair yang melecehkan wanita muslimah.[5]
Insiden di Pasar Bani Qainuqa
Pada suatu hari seorang muslimah datang membawa barang dagangan ke pasar Qainuqa. Di situ ia menemui seorang pandai emas. Tiba-tiba orang-orang di pasar Bani Qainuqa menggoda muslimah itu agar membuka cadar. Muslimah itu tentu saja membela diri dan menolak. Kemudian si pandai emas Yahudi itu bertindak iseng mengikatkan ujung kain muslimah itu sehingga ketika ia berdiri kain yang ia kenakan terlepas dan nampaklah aurat bagian belakangnya. Perempuan muslimah itu menjerit-jerit menahan malu. Seorang muslim yang melihat kejadian itu segera menyerang si pandai emas hingga tewas, tapi ia kemudian dikeroyok orang-orang Yahudi hingga tewas. Setelah itu berita ini tersebar luas. Umat Islam marah mendengarnya.[6]
Pengepungan Benteng Bani Qainuqa
Rasulullah memerintahkan kaum muslimin mengepung benteng Bani Qainuqa. Setelah pengepungan berlangsung 15 hari, akhirnya mereka menyerah. Kaum Yahudi itu pasrah untuk menerima hukuman yang akan diputuskan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Yahudi Bani Qainuqa adalah sekutu kabilah Khazraj dimana Abdullah bin Ubay ada di dalamnya. Maka ia berupaya mengadvokasi orang-orang Yahudi itu. Rasulullah kemudian berkata kepada Abdullah bin Ubay: “Mereka itu kuserahkan padamu dengan syarat mereka harus keluar meninggalkan Madinah dan tidak boleh hidup berdekatan dengan kota ini.”
Sementara itu Ubadah bin Shamit yang juga merupakan pemuka Khazraj bersikap tegas memutuskan persekutuan dengan Yahudi. Akhirnya Bani Qainuqa pergi meninggalkan Madinah menuju pedusunan bernama Adzra’at di daerah Syam. Kemudian banyak diantara mereka mati tertimpa musibah penyakit.
Catatan Kaki:
[1] Bahasan tentang hubungan kaum muslimin dengan kaum Yahudi ini dapat dirujuk ke Fiqhus Sirah Syaikh Muhammad Al-Ghazaly, namun dalam buku tersebut beliau tidak menyebutkan hadit-hadits yang penyusun tampilkan di risalah ini.
[2] Diriwayatkan oleh Abu Dâwud dalam Sunan Abi Dâwud, 3/402, no. 3001
[3] Tentang kekuatan Bani Qainuqa ini diantaranya disebutkan oleh William Montgomery Watt dalam Encyclopaedia of Islam
[4] Kisah ini disebutkan oleh Ibnu Taimiyah dalam As-Sarim al Maslul ’ala Shatim ar-Rasul.
[5] Lihat: Kasus Sastrawan yang dihukum Mati pada Masa Rasulullah, Dr. Masri Elmasyar Bidin, At-Turas, vol. 7 No. 1, Januari 2002.
[6] Lihat: Fiqhus Sirah, Syaikh Said Ramadhan Al-Buthi.