Oleh: Hepi Andi Bastoni
Di antara hal penting yang kini tak dimiliki oleh umat Islam adalah media. Tak heran kalau dunia Islam seperti diombang-ambingkan oleh musuh-musuhnya lewat pemberitaan. Media memang memberikan peran yang sangat besar. Terpenuhinya kebutuhan informasi menjadi salah satu faktor kemenangan dalam sebuah perjuangan.
Jika kita telusuri perjalanan hidup Nabi saw, kita akan menemukan bahwa informasi dan intelijen menjadi bagian tak terpisahkan dari perjuangan beliau. Misalnya, ketika hijrah ke Madinah, Nabi saw dan Abu Bakar sempat bersembunyi di Gua Tsur selama tiga hari. Selama berada di gua tersebut, Nabi saw tidak ketinggalan informasi. Beliau mengetahui dengan detil segala peristiwa dan perkembangan yang terjadi di Makkah. Dari mana beliau mendapatkan informasi? Abdullah bin Abu Bakar, itulah informan beliau. Pada siang hari, Abdullah berada di kota Makkah, membaur dengan masyarakat dan menyerap semua informasi. Malam harinya, ia kembali ke Gua Tsur. Selain menemani ayahnya dan Rasulullah saw, ia juga memberikan informasi kepada mereka.
Hal yang sama dilakukan Nabi saw ketika berada di Madinah. Sebelum serial peperangan besar berkecamuk, Nabi saw telah membentuk satuan pasukan. Selain untuk mempersiapkan fisik, mereka juga diperintahkan mematai-matai musuh dan melakukan investigasi untuk mengenal medan di sekitar Madinah. Paling tidak ada delapan ekspedisi yang dibentuk Nabi saw sebelum pecahnya Perang Badar.
Menjelang bertemu dengan pasukan kafir Quraisy di medan Badar, Nabi Muhammad saw sendiri yang turun ke lapangan bersama Abu Bakar untuk mencari informasi tentang pasukan musuh. Diriwayatkan, keduanya bertemu dengan seorang Badui yang memberi tahu kondisi kafir Quraisy yang sudah berada di sekitar mereka.
Nabi saw juga meminta Ali bin Abi Thalib, Zubair bin Awwam dan Sa’ad bin Abi Waqqash untuk mengintai musuh. Ketiganya menangkap dua budak yang sedang mengambil air. Didapatkan informasi bahwa setiap hari, kafir Quraisy menyembelih 9 atau 10 ekor unta. Dari informasi ini, Nabi saw mengetahui perkiraan jumlah pasukan musuh. Lazimnya, satu ekor unta dihabiskan 100 orang per hari, maka jumlah pasukan kafir Quraisy sekitar 1000 orang. Perkiraan Nabi saw tepat. Sejumlah itulah pasukan kafir Quraisy yang dipimpin oleh Abu Jahal. Bukan hanya jumlah musuh, Nabi saw juga mengetahui siapa saja tokoh Quraisy yang ikut dalam pasukan itu. Berdasarkan informasi itu, Nabi saw bisa mengatur pasukannya dan memilih sumur Badar sebagai markaz tentara perang.
Di sisi lain, kafilah dagang kafir Quraisy yang diincari pasukan Islam berhasil melarikan diri. Di antara faktor keberhasilan mereka itu karena Abu Sufyan berhasil mengetahui keberadaan pasukan Islam. Diceritakan, mata-matanya berhasil memergoki dua orang yang menderumkan untanya. Abu Sufyan segera menuju bukit yang ditunjuk sebagai tempat berhentinya unta kedua orang itu. Di sana, ia menemukan kotoran unta kedua orang itu. Setelah dikorek-korek, ia menemukan biji kurma; kemudian ia bergumam ,”Demi Allah, ini pasti dari makanan unta orang-orang Yatsrib.”
Dari sanalah ia mengetahui bahwa Rasulullah saw dan pasukannya tengah mengejarnya. Ia segera kembali ke rombongan kafilahnya. Kafilah pun dibelokan ke arah barat menuju pantai, meninggalkan jalan utama yang melewati Badar. Dengan demikian ia telah menyelamatkan kafilah dari cengkeraman pasukan Madinah, dan iapun mengirimkan suratnya kepada pasukan Makkah yang mereka terima di al-Juhfah.
Dalam Perang Uhud juga demikian. Dari mata-matanya, Nabi saw juga mengetahui lebih dulu keberangkatan 3000 tentara kafir Quraiys yang bergerak menuju Madinah. Informasi itu dibawa oleh seorang utusan Abbas bin Abdul Muththalib. Jarak Makkah dan Madinah (sekitar 500 km) ia tempuh hanya dalam waktu tiga hari. Berdasarkan informasi itu, Nabi saw menggelar rapat dan memutuskan menyongsong musuh di medan Uhud.
Dapat dibayangkan jika tidak ada informan yang memberi tahu Nabi saw di Madinah. Mereka pasti akan kesulitan menyusun strategi perang.
Peran informasi pada peristiwa Perang Khandaq jauh lebih besar dan sangat menentukan. Tokoh Yahudi Bani Nadhir Huyay bin Akhthab berhasil melobi kafir Quraisy untuk menyerang Madinah. Terkumpullah pasukan lebih dari 10.000 tentara. Angka yang sangat besar. Jika saja koalisi pasukan itu berhasil menyerbu Madinah, tentu akan membuat umat Islam sulit bertahan mengingat jumlah mereka tak lebih dari 3000 orang.
Namun dari intelijennya, Nabi saw mengetahui bahwa ada 10 ribu pasukan yang akan mengepung Madinah dan menghancurkan kota itu. Maka, diputuskan untuk menghalau mereka dengan parit atas usul Salman al-Farisi.
Di tengah perang Khandaq, Yahudi Bani Quraizhah berkhianat. Mereka bergabung dengan pasukan Ahzab. Dari intelijennya juga, Nabi saw mengetahui pengkhianatan Bani Quraizhah sehingga beliau bisa mengantisipasi apa yang harus dilakukan.
Di akhir Perang Khandaq, untuk mengetahui kondisi musuh, Nabi saw meminta Hudzaifah Ibnul Yaman untuk menyusup ke tengah-tengah lawan. Ia berhasil mendapatkan informasi penting dan menyampaikannya kepada Nabi saw.
Peran informasi juga tak kalah pentingnya saat terjadi Shulhul Hudaibiyah. Beliau saw memberangkatkan 1400 orang pasukannya menuju Makkah untuk umrah tanpa membawa senjata. Namun demikian, beliau tetap mengirimkan mata-mata. Diketahui ternyata kafir Quraisy sudah siap menghadang mereka. Nabi saw segera menghindari pasukan musuh dan mencari jalan lain hingga tiba di Hudaibiyah. Selanjutnya terjadilah negosiasi dengan kafir Quraisy sehingga disepakatinya Perjanjian Hudaibiyah.
Untuk menaklukkan Yahudi di Khaibar, intelijen Nabi saw mengetahui bahwa penggagas terbentuknya pasukan sekutu dalam Perang Khandaq adalah Yahudi Bani Nadhir yang bermukim di Khaibar. Yahudi Khaibar mengetahui keberangkatan pasukan Nabi saw dari kalangan munafik di Madinah. Mereka segera meminta bantuan Bani Ghathafan sehingga jumlah mereka mencapai 14 ribu orang, pasukan Islam hanya berjumlah 1600 orang (1400 orang peserta Baiatur Ridhwan ditambah 200 pasukan berkuda.
Dalam perang ini, Nabi saw juga menyebar mata-mata. Dengan demikian, jelang peperangan berlangung, peta lawan betul-betul sudah dikuasai oleh pasukan Islam. Posisi benteng Yahudi dan kekuatan mereka sudah diketahui Nabi saw. Ini yang memudahkan kaum Muslimin menundukkan Yahudi di Khaibar.
Peran informasi juga kita temukan dalam Perang Mu’tah. Kala itu, 3000 pasukan Muslim berada di Syam untuk melawan pasukan Romawi. Pasukan Muslim berhasil memperoleh informasi bahwa kekuatan pasukan musuh berjumlah 100 ribu orang dan mereka sudah berada di Mab, sebuah desa di Syam. Belakangan pasukan Romawi bertambah lagi menjadi 200 ribu orang. Dengan bekal informasi itu, pasukan Islam hendak melaporkan kekuatan musuh ke Madinah, hingga Rasulullah saw mengirim bantuan atau memerintahkan untuk tetap bertempur. Tapi, Abdullah bin Rawahah selaku salah satu pemimpin terus memberi semangat agar mereka tetap bertempur, hingga pertempuran tidak dapat dielakkan. Setelah tiga panglima Islam syahid, Khalid bin Walid berhasil menyelamatkan pasukannya dari cengkeraman pasukan Romawi.
Pada peristiwa Fathu Makkah, di antara faktor kemenangan umat Islam adalah minimnya informasi yang didapat kafir Quraisy. Nabi saw sangat merahasiakan keberangkatannya ke Makkah meski kepada para sahabatnya sendiri. Dengan demikian, kafir Quraiys di Makkah tak sempat mempersiapkan pasukan untuk menghadapi kaum Muslimin yang jumlahnya mencapai 10 ribu orang. Mereka mengetahui keberadaan pasukan Islam ketika sudah berada dekat dengan Makkah.
Selepas Fathu Makkah, Malik bin Auf pimpinan Kabilah Hawazin mengumpulkan tentaranya untuk menyerang Rasulullah saw dan kaum Muslimin yang baru saja membebaskan Makkah. Sebelum berangkat mereka mengirim mata-mata. Namun, mata-mata itu gagal dan tercerai berai, karena berhadapan dengan seorang penunggang kuda yang tak dikenal. Sebaliknya, Rasulullah saw mengirim Abdullah bin Abi Hadrad al-Aslami untuk menyusup, dan bermukim di Hawazin. Selama tinggal di sana, ia berhasil mendapatkan informasi yang berasal dari pembesar Hawazin. Berdasarkan informasi dari Abdullah bin Abi Hadrad, pasukan Islam bergerak. Meski di awal peperangan pasukan Islam sempat terdesar, tapi akhir mereka berhasil menaklukka musuhnya di Lembah Hunain.
Jadi, media sangat potensial sebagai sumber informasi yang tidak dapat terpisahkan dari sebuah perjuangan. Saat ini media massa merupakan salah satu alat komunikasi persuasif yang sangat efektif. Ironisnya, strategi persuasi melalui media massa ini telah dibuktikan oleh praktisi media Barat dalam menyebarkan budaya-budaya mereka. Globalisasi, free sex, minuman keras, HAM yang salah tafsir, peringatan Valentine day, merupakan produk budaya Barat yang sukses disebarkan melalui media massa dengan tujuan untuk menghancurkan ideologi muslim.
Sayangnya, dalam konteks Indonesa, tanpa disadari, banyak media massa ikut dalam permainan media Barat. Sedangkan media Islam tak punya suara. Pemberitaan tentang terorisme yang selalu dikaitkan dengan Islam, gerakan Islam yang selalu ‘radikal’, poligami yang selalu ‘tak adil’, syariat Islam yang ‘egois’, selalu mewarnai tiap tulisan kalangan sekular dan Barat.
Saat media cetak Islam tak berkutik, aktivis Islam menggunakan media on line untuk menyebarkan berita. Konon, pergerakan aktivis Islam di Mesir sebelum dijatuhkan rezim As-Sisi, mereka menggunakan media on line untuk menyebarkan berita.
Peduli terhadap urusan umat Islam di mana pun berada, adalah bagian dari ciri orang beriman. Bagaimana kita bisa peduli terhadap mereka jika tidak melalui media. Berangkat dari kaidah ini, umat Islam harus berupaya menguasai media informasi semampu kita. Jika tidak, kita akan dikalahkan sebelum berperang dan dibuat berlutut sebelum takluk.