Khalifah Al-Mustazhir
(487 – 512 H / 1094 – 1118 M)
Ahmad Al-Mustazhir bin Abdillah Al-Muqtadi bin Muhammad bin Al-Qa’im, Abul Abbas Dzakhirah Ad-Din, dilahirkan pada Syawwal 420 H (Oktober 1029 M). Ia menggantikan ayahnya, Khalifah Al-Muqtadi, pada 15 Muharam 487 H (Sabtu, 10 Feb 1094 M), dalam usía 16 tahun.
Khalifah Al-Mustazhir memerintah selama 24 tahun hingga Bulan Rabiul Awwal 512 H (Juli 1118 M)
Penguasa Semasa
- Andalusia dan Magharibul Aqsha: Kesultanan Al-Mulatsamin (Murabithun); Yusuf bin Tasyfin sampai 480 H (1087 M), kemudian diganti putranya Ali sampai 537 H (1143 M).
- Afrika: Tamim bin Al-Muiz bin Badis sampai 501 H (1108 M), Yahya bin Tamim sampai 509 H (1115 M), Ali bin Yahya sampai 515 H (1121 M).
- Mesir: Daulah Fathimiyah; Khalifah Al-Musta’li sampai 495 H (1102 M), Khalifah Al-Amir bi ahkamillah sampai 524 H (1130 M).
- Zabid: Bani Najahiyah; Amir Jaisy bin Najah sampai 498 H (1105 M), Fatik bin Jaisy sampai 503 H (1110 M), Manshur bin Fatik sampai 517 H (1123 M).
- Shan’a dan Muhrah: Amir Hatim bin Ghayyim Al-Hamadani dari 492 – 502 H (1099 – 1109 M), Abdullah bin Hatim sampai 504 H (1110 M), Ma’an bin Hatim sampai 510 H (1116 M),diteruskan oleh Hisyam bin Qubaith dan Hatim bin Hamash.
- Negeri-negeri Islam di Asia Selatan berada di bawah pemerintahan Bani Saljuk.
Sosok Khalifah Al-Mustazhir
Ia seorang yang berakhlak mulia, lembut, suka berbuat baik kepada sesama, bersemangat melakukan kebaikan, tidak pernah menolak permohonan bantuan. Ia percaya kepada para pejabatnya, tidak mudah terpengaruh oleh isu-isu. Masa pemerintahannya secara umum adalah masa-masa menyenangkan bagi rakyatnya.
Ia juga terkenal memiliki tulisan tangan yang bagus dan tanda tangan yang tidak mudah ditiru. Ia pun memiliki karya-karya syair.
Sultan Seljuk Pada Masa Al-Mustzhir
Pada masa pemerintahan Khalifah Al-Mustazhir, Bani Abbasiyah masih dipengaruhi oleh Bani Saljuk. Sultan Saljuk pada masanya adalah Abul Muzhafar Barqiyaruq bin Malik Syah. Perdana menterinya adalah Izzul Mulk, Abu Abdillah Al-Husain bin Nizhamul Mulk. Saudara dari Izzul Mulk, yakni Abdurrahim menjabat kepala departemen At-Thugra. Sementara Depatemen Al-Istifa’ dijabat oleh Ali bin Ali Al-Qummi.
Kondisi Pejabat Bani Saljuk
Sultan Barqiyaruq lebih disibukkan dengan bermain-main; Izzul Mulk senang bermabuk-mabukan; dan para pejabat lebih suka bersenang-senang di Baghdad. Menyewa penginapan-penginapan dan bersuka ria dengan berbagai macam hiburan.
Hal ini mendorong pemimpin Damaskus, Tutusy bin Alp Arslan yang merupakan paman dari Sultan Barkiyaruq melakukan upaya pengambil alihan kesultanan. Ia kemudian berhasil mengambil alih: Al-Jazirah, Mosul, Diyar Bakar, dan Azerbaijan. Berikutnya ia pun berhasil menguasai Allepo dan Hamadzan.
Mengetahui hal itu, Sultan Barkiyaruq segera menyiapkan kekuatan dan terjadilah peperangan dengan Tutusy bin Alp Arslan di dekat Rayy, hingga Tutusy gugur dalam peperangan tersebut. Keberhasilan Sultan Barkiyaruq ini berkat masukan dari Muayyid Al-Mulk Abu Bakar Abdullah bin Nizhamul Mulk, perdana menteri Sultan yang menggantikan saudaranya Izzul Mulk.
Barkiyaruq vs Muayyidul Mulk
Ibunda Sultan Barkiyaruq tidak menyukai Muayyidul Mulk. Kondisi ini dimanfaatkan oleh Fakhrul Mulk Abul Fath Al-Muzhafar untuk meraih jabatan perdana menteri. Ia mengirim sejumlah uang untuk mendapatkan jabatan itu.
Muayyidul Mulk ditangkap, kemudian ditahan, namun berhasil meloloskan diri ke Arran (Kaukasus) dan menemui Muhammad bin Malik Syah, saudara dari Sultan Barkiyaruq.
Provokasi Muayyidul Mulk Berbuntut Perang Saudara.Ia memprovokasi Muhammad bin Malik Syah agar melakukan kudeta. Lalu ia bergerak ke Isfahan. Rakyat Isfahan mendukungnya. Juga rakyat Azerbaijan, Arran (Kakukasus), Armenia, dan Irak. Sebagian wilayah lain tetap mendukung Sultan Barkiyaruq: Rayy, Al-Jibal, Thabaristan, Khuzestan, Persia, Diyar Bakar, Al-Jazirah, Makkah, dan Madinah.
Sementara rakyat di Al-Batha’ih terbagi dua. Sedangkan Khurasan di bawah pimpinan Sanjar bin Malik Syah berpihak ke Muhammad bin Malik Syah.
Tindakan Ironis Para Amir
Perang berkobar antara tahun 492 – 497 H (1098 – 1103 M). Ironisnya, ini terjadi karena ‘dipertahankan’ oleh para amir dengan motif agar mereka dapat mengontrol wilayah sesuka hati mereka tanpa campur tangan Sultan.
Baitul Maqdis Jatuh ke Tangan Pasukan Salib
Perang saudara yangberlarut-larut membuat mereka lengah terhadap permasalahan Baitul Maqdis yang berhasil direbut oleh pasukan Salib pada hari Jum’at 23 Sya’ban 492 H (Jum’at, 21 Jul 1099 M). Saat itu Baitul Maqdis berada dalam penguasaan Daulah Fathimiyah.
Perdamaian
Sultan Barkiyaruq mengajak Muhammad bin Malik Syah untuk berdamai. Hal ini disebabkan keuangan Kesultanan semakin menipis, sementara pasukan terus menuntut pembayaran gaji.
Perdamaian terwujud karena Sultan Barkiyaruq menyetujui persyaratan yang diajukan Muhammad bin Malik Syah: Prajurit diberi kebebasan memilih untuk bergabung dengan pemerintahan yang disukainya; kemudian wilayah Isbidzrud (Sefid Rud) sampai Babul Abwab (Derbent), Diyar Bakar, Al-jazirah, Mosul, Syam, dan sebagian wilayah Irak dibiarkan berada dalam kekuasaan Muhammad bin Malik Syah.
Sultan Barkiyaruq Wafat
Sultan Barkiyaruq wafat pada 2 Rabiul Awwal 497 H (11 Des 1103 M). Para amir menunjuk Malik Syah bin Barkiyaruq untuk menggantikannya. Namun, Muhammad bin Malik Syah, paman dari Malik Syah bin Barkiyaruq tidak menyetujuinya. Ia lalu bergerak menuju Baghdad. Maka, Malik Syah bin Barkiyaruq memilih berdamai dan menyerahkan kekuasaan kepada Muhammad bin Malik Syah sebagai Sultan Bani Saljuk.
Baca juga:
Upaya Pemberantasan Syiah Bathiniyah oleh Muhammad bin Malik Syah
Wafatnya Sultan Muhammad bin Malik Syah dan Khalifah Al-Mustazhir
Sultan Muhammad bin Malik Syah wafat pada 24 Dzulhijjah 511 H (24 Apr 1118 M). Ia digantikan oleh Mughits Ad-Dunya wa Din, Abul Qasim Mahmud bin Muhammad bin Malik Syah Yamin Amirul Mu’minin. Setelah itu, Khalifah Al-Mustazhir pun wafat pada bulan Rabiul Awwal 512 H (Juli 1118 M)