Dalam analisis terbarunya, Avi Ashkenazi, seorang analis militer Israel, mengungkapkan dinamika baru yang mulai mendominasi lanskap pertempuran di Jalur Gaza utara: operasi gerilya terarah dan sistematis oleh Brigade Al-Qassam.
Serangan yang terjadi pada hari Kamis di dekat kota Beit Hanoun, yang menewaskan seorang tentara Israel dan melukai tiga lainnya—dua di antaranya dalam kondisi serius—bukanlah insiden terisolasi. Sebaliknya, ini adalah bagian dari pola operasi beruntun yang, secara bertahap namun pasti, merobek kepercayaan Israel terhadap kendali militernya atas Gaza utara.
Bagaimana Al-Qassam Melakukannya?
Brigade Al-Qassam mengintegrasikan tiga unsur utama dalam pola serangannya:
- Mobilitas Terowongan: Pejuang muncul tiba-tiba dari jaringan terowongan bawah tanah yang luas, mengejutkan pasukan Israel yang berada di permukaan.
- Serangan Anti-Tank Presisi: Menggunakan rudal anti-tank terhadap unit lapis baja yang biasanya ditempatkan di posisi defensif, seperti di belakang tanggul tanah.
- Dukungan Sniper: Setelah serangan rudal, sniper menargetkan pasukan pendukung atau regu teknik seperti unit Yahalom, memaksimalkan korban dan memperlambat respon militer.
Yang menarik, Al-Qassam memilih melakukan serangan pada siang hari—bukan dalam kegelapan malam seperti yang lazim dalam operasi gerilya. Ini menunjukkan kepercayaan diri tinggi, penguasaan medan tempur, dan kemampuan melakukan identifikasi target dengan presisi tinggi di bawah jarak pandang optimal.
Mengapa Ini Mengkhawatirkan Israel?
Dari kacamata militer strategis, pola ini memiliki beberapa implikasi serius:
Pengawasan Israel Terbongkar:
Meski menggunakan drone dan sistem intelijen canggih, militer Israel tetap gagal mendeteksi pergerakan Al-Qassam secara efektif. Ini membuktikan bahwa medan Gaza lebih ramah bagi pejuang lokal daripada pasukan pendudukan asing.
Tekanan Mental Bertingkat:
Fakta bahwa serangan terjadi di siang bolong memperberat tekanan psikologis pada pasukan Israel. Mereka dipaksa untuk tetap waspada sepanjang waktu, dalam suhu panas ekstrem, tanpa ada jam “aman”.
Kerusakan Reputasi:
Kematian dan luka serius di unit-unit elit seperti Yahalom bukan hanya pukulan fisik, melainkan juga pukulan reputasi. Ini memperkuat narasi bahwa dominasi Israel atas Gaza tidak pernah benar-benar solid.
Analisis: Gaza Menjadi “Perang Kota” Paling Rumit Abad Ini
Dengan mengandalkan mobilitas bawah tanah, pengintaian jarak dekat, dan keunggulan geografis, Hamas berhasil menciptakan kembali Gaza utara sebagai zona tempur hybrid—sebuah lingkungan di mana perang konvensional Israel menjadi tidak relevan.
Jika tren ini berlanjut, Israel akan dihadapkan pada dilema besar:
Melanjutkan invasi dengan kerugian manusia yang terus meningkat, atau
Mencari solusi politik yang menyakitkan secara strategis tetapi lebih rasional dalam jangka panjang.
Kesimpulan:
Serangan di Beit Hanoun hanyalah awal dari fase baru dalam perang Gaza: fase di mana teknologi superior bukan lagi jaminan kemenangan, dan keberanian gerilya justru menjadi penentu utama dinamika perang.
Sumber: Samaa News
__
Simak terus kabar Palestina di channel Telegram:
🇵🇸 Halopalestina
✅ Join Channel: https://t.me/halopalestinacom