Ikhwati fillah, pernahkan kita menyadari bahwa Fâtihatul Kitâb yakni surat Al-Fatihah benar-benar menjadi kunci masuk kita membuka pintu menuju Allah SWT? Allah SWT bahkan menjadikannya pintu pembuka kebaikan untuk kita, bukan saja di dunia namun juga di akhirat.
Pernahkah kita mentadabburi mengapa Allah SWT memerintahkan kita membaca Al-Fatihah berulang kali, yang dibaca minimal tujuh belas kali dalam sehari semalam? Sadarkah kita, bahwa setiap kali kita membaca Al-Fatihah dalam sholat, kita tak ubahnya tengah berdialog langsung dengan Allah SWT. dan kita dibincangkan di depan para malaikatnya yang mulia di langit sana?
Sebagaimana yang disampaikan oleh Allah SWT dalam sebuah hadits Qudsi yang artinya: “Aku (Allah Swt.) membagi shalat –maksudnya Al-Fathihah- untuk-Ku dan untuk hamba-Ku ke dalam dua bagian, dan bagi hamba-Ku apa yg ia minta. Maka bersabda Nabi Muhammad Saw. : Berkata hamba (الحمد لله رب العالمين) maka Allah Swt.. berfirman: hamba-Ku telah memuji-Ku. Lalu berkata hamba: (الرحمن الرحيم) maka Allah Swt.. berfirman: hamba-Ku telah memuja-Ku. Lalu berkata hamba: (مالك يوم الدين) maka Allah Swt.. berfirman: hamba-Ku telah memuliakan-Ku. Lalu berkata hamba: (إياك نعبد وإياك نستعين) maka Allah Swt.. berfirman: Inilah antara Aku dan hamba-Ku dan bagi hamba-Ku apa yang ia pinta. Maka berkata hamba: (إهدنا الصراط المستقيم صراط الذين أنعمت عليهم غير المغضوب عليهم ولا الضالين) maka Allah Swt.. berfirman: Itu semua untuk hamba-Ku dan bagi hamba-Ku apa yang ia minta.” (HR. Muslim)
Hadits di atas memberitakan kepada kita bagaimana dialog dengan Allah SWT terjadi saat kita tengah membaca surat Al-Fatihah di dalam sholat. Apabila kita menghayatinya dengan khusyu’, maka pastilah hati kita akan merasa nyaman, merasakan indahnya berdialog dengan Allah SWT. Ayat demi ayat yang kita baca dalam surat Al-Fatihah akan membuka pintu rahmat-Nya. Setelah memujinya di empat ayat pertama, maka sampailah kita pada ayat yang memposisikan kita berdialog dengan penuh ketulusan dengan Allah SWT.
إياك نعبد وإياك نستعين
Hanya Engkaulah yang Kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah Kami meminta pertolongan.
Ayat inilah puncak berkholwat dengan Allah SWT dalam surat Al-Fatihah. Namun Allah SWT mengajarkan kepada kita, bagaimana kata dalam ayat ini menggunakan bentuk jamak, yakni “kami”, Kami menyembah dan Kami memohon pertolongan. Sebagaimana Rasulullah SAW juga tidak melupakan kita sebagai umatnya, dan menggunakan kata jamak (kami) dalam menjawab salam. Hal itu terjadi tatkala Rasulullah SAW mendapatkan salam mulia dari Allah SWT di Sidhratul Muntaha di malam Mi’raj, السلام عليك ايها النبي ورحمة الله وبركاته yang kemudian dijawab oleh Nabi Muhammad Saw. السلام علينا وعلى عبادالله الصالحين yang artinya “Semoga keselamatan terlimpahkan atas kami dan hamba Allah yang shalih.”
Ikhwati fillah, dalam membaca surat Al-Fatihah di tengah sholat kita, pernahkah kita menyadari bahwa kita tengah dibincangkan oleh Allah SWT di hadapan para malaikat? Karena disetiap ayat yang kita ucap dalam surat Al-Fatihah, Allah menjawabnya dengan; Hamba-Ku telah memuji-Ku…Hamba-Ku telah memuja-Ku… Hamba-Ku telah memuliakan-Ku.
Maka dari itu perlahanlah ketika tengah membaca Al-Fatihah dalam sholat, biarkan Allah SWT. menjawab lebih dulu setiap ayat yang kita ucap. Karena saat itu adalah saat ternikmat yang tak ada bandingannya dengan dunia seisinya. Khusuyu’ lah seakan-akan kita mendengar setiap jawaban dari Allah SWT dari atas langit sana. Sampai pada puncaknya kita mengucap إياك نعبد وإياك نستعين dimana khusus dalam ayat ini, Allah SWT tidak lagi membicarakan kita dihadapan malaikat, namun Allah SWT menjawabnya secara khusus dengan kita dan berfirman, “Inilah antara Aku dan hamba-Ku.” Inilah jawaban bentuk ridho Allah terhadap diri kita. Lalu Allah melanjutkan, “dan bagi hamba-Ku apa yang ia pinta.” Apa yang kita minta dikabulkan dan satu hal utama yang kita minta dalam Al-Fatihah, yaitu:
إهدنا الصراط المستقيم
Tunjukilah Kami jalan yang lurus
Sadarilah bahwa ini merupakan puncak permintaan kita yang utama, dimana semua kebajikan terhimpun didalamnya dan terjaga dari segala bentuk keburukan yang terangkum dalam ayat setelahnya المغضوب عليهم yakni orang-orang yang dimurkai oleh Allah SWT.
Kemudian disyariatkan dari akhir Al-Fatihah kita dalam sholat dengan mengucap امين . “Aamiin” yakni kunci jawaban penutup dari surat Al-Fatihah dalam sholat kita. Dan kata penutup ini hanya disampaikan kepada nabi Muhammad SAW dari Allah SWT. melalui perantara malaikat Jibril AS. Hal ini disampaikan oleh sebagai bentuk cinta-Nya kepada beliau. Bahkan seiring berjalannya waktu, kata “Aamiin” juga digunakan secara universal oleh penganut agama lain, dari negara manapun mereka berasal, percis ucapannya tanpa diterjemahkan ke dalam bahasa mereka.
Bahkan Rasulullah SAW pernah menjelaskan dalam salah satu haditsnya bahwa bangsa Yahudi sangat dengki mendengar kata ini, Rasulullah SAW bersabada: “Sesungguhnya bangsa Yahudi merupakan kaum yang penuh sifat hasad (iri dengki). Dan sesungguhnya mereka tidak hasad terhadap sesuatu sebagaimana hasadnya terhadap kita (kaum Muslimin) dalam perkara (ucapan) ”Assalamu’alaikum” dan ”Aamiin”. (HR Shohih Ibnu Khuzaimah).
Orang Yahudi sangat iri dengan umat Islam yang membaca “Aamiin” dalam sholatnya terutama mereka yang mendirikan sholat berjamaah Shubuh, Maghrib dan Isya. Sadarkah kita akan besarnya makna “Aamiin” tersebut sehingga orang Yahudi pun kesal dan berusaha menghalang-halangi umat Islam untuk mengucapkannya?
Inilah salah satu pesan tarbawi dalam surat Al-Fatihah. Berusahalah untuk mengamalkannya di setiap sholat, menghayati tiap maknanya, dan menghayati setiap jawaban Allah SWT dari setiap ayat yang kita baca, kendati kita tidak melihat-Nya, tapi batin kita harus terus berusaha untuk merasakan kehadiran-Nya. Dan ini merupakan pelajaran dari makna Ihsan yang dijelaskan oleh Rasullah SAW. Sebagaiman yang termaktub dalam sebuah hadits yang artinya, “Engkau beribadah kepada Allah seolah-olah engkau melihat-Nya. Namun, jika engkau tidak bisa melakukannya, maka sesungguhnya Dia melihatmu.” (HR. Muslim).
Wallahu a’lam bishowab.
Disarikan dari kitab “Khawatir Tarbawiyah min Al-Qur’an Al-Kariim” karya Dr. Muhammad Badi’ Abdul Majid Sami, cetakan Kairo, Mesir.
1 comment
izin copy Kk Admin