Selain melahirkan individu yang berkepribadian qalbun salim, ‘pandangan hidup tauhid’ juga dapat melahirkan individu yang memiliki aqlun dzakiyyun (cemerlang/cerdas akalnya).
Dalam pandangan Islam, manusia yang berakal cerdas adalah mereka yang selalu melakukan hal-hal berikut,
Pertama, tadabburul qur’an (mengkaji Al-Qur’an)
كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ إِلَيْكَ مُبَارَكٌ لِيَدَّبَّرُوا آيَاتِهِ وَلِيَتَذَكَّرَ أُولُو الْأَلْبَابِ
“Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai fikiran.” (QS. Shad, 38: 29)
أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ أَمْ عَلَى قُلُوبٍ أَقْفَالُهَا
“Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran ataukah hati mereka terkunci?” (QS. Muhammad, 47: 24)
Mereka selalu berinteraksi secara berkesinambungan dengan Al-Qur’an,
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَجُلٌ: يَا رَسُولَ اللَّهِ أَىُّ الْعَمَلِ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ ؟ قَالَ: اَلْحَالُّ الْمُرْتَحِلُ . قَالَ: وَمَا الْحَالُّ الْمُرْتَحِلُ ؟ قَالَ: الَّذِى يَضْرِبُ مِنْ أَوَّلِ الْقُرْآنِ إِلَى آخِرِهِ كُلَّمَا حَلَّ اِرْتَحَلَ . (رواه الترمذي)
Dari Abdullah bin Abbas r.a ia berkata: “Salah seorang sahabat bertanya: ‘Wahai Rasulullah, perbuatan apakah yang paling dicintai oleh Allah?’ Rasulullah menjawab: ‘Orang yang berjalan tanpa henti’ (alhaallul murtahilu). Sahabat tersebut bertanya kembali: ‘Apakah yang dimaksud dengan berjalan tanpa henti?’ Rasulullah menjawab: ‘Orang yang membaca Al-Qur’an dari awal hingga khatam, setiap kali khatam ia kembali lagi’”. (HR. Tirmidzi).
Kedua, tafakkaru fil-Kauni (memikirkan alam semesta)
إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَآيَاتٍ لِأُولِي الْأَلْبَابِ
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal.” (QS. Ali Imran, 3: 190)
الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَذَا بَاطِلًا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): ‘Ya Tuhan Kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau, maka peliharalah Kami dari siksa neraka.’” (QS. Ali Imran, 3: 191)
Ketiga, dzikrul maut (mengingat mati)
Abdullah bin ‘Umar ra mengabarkan, “Aku sedang duduk bersama Rasulullah SAW tatkala datang seorang lelaki dari kalangan Anshar. Ia mengucapkan salam kepada Rasulullah SAW, lalu berkata, ‘Ya Rasulullah, mukmin manakah yang paling utama?’ Beliau menjawab, ‘Yang paling baik akhlaknya di antara mereka.’
‘Mukmin manakah yang paling cerdas?’, tanya lelaki itu lagi. Beliau menjawab:
أَكْثَرُهُمْ لِلْمَوْتِ ذِكْرًا وَأَحْسَنُهُمْ لِمَا بَعْدَهُ اسْتِعْدَادًا, أُولَئِكَ أَكْيَاسٌ
“Orang yang paling banyak mengingat mati dan paling baik persiapannya untuk kehidupan setelah mati. Mereka itulah orang-orang yang cerdas.” (HR. Ibnu Majah No. 4259, dihasankan Asy-Syaikh Al-Albani dalam Ash-Shahihah No. 1384)
Inilah sikap dan pandangan hidup yang dapat membentuk individu-individu yang memiliki al-fikrul islami (pemahaman Islam), yang mampu beramal shaleh dengan al-minhajus shahih (pedoman/konsep yang benar).