Sanad dan Matan Hadis
حَدَّثَنَا الْحُمَيْدِيُّ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الزُّبَيْرِ ، قَالَ : حَدَّثَنَا سُفْيَانُ ، قَالَ : حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ الْأَنْصَارِيُّ ، قَالَ : أَخْبَرَنِي مُحَمَّدُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ التَّيْمِيُّ ، أَنَّهُ سَمِعَ عَلْقَمَةَ بْنَ وَقَّاصٍ اللَّيْثِيَّ ، يَقُولُ : سَمِعْتُ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَلَى الْمِنْبَرِ ، قَالَ : سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، يَقُولُ : ” إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى ، فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى دُنْيَا يُصِيبُهَا أَوْ إِلَى امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا ، فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ “
Telah menceritakan kepada kami al-Humaidī ‘Abdullāh bin al-Zubair. Ia berkata: telah menceritakan kepada kami Sufyān. Ia berkata: telah menceritakan kepada kami Yahyā bin Sa‘īd al-Anshārī. Ia berkata: telah mengabarkan kepadaku Muhammad bin Ibrāhīm al-Taimī, bahwa ia mendengar ‘Alqamah bin Waqqāṣ al-Laitsī berkata:
Aku mendengar ‘Umar bin al-Khaṭṭāb radhiyallāhu ‘anhu berkhutbah di atas mimbar. Ia berkata: Aku mendengar Rasulullah ﷺ bersabda:
“Sesungguhnya amal perbuatan itu tergantung pada niatnya, dan setiap orang hanya mendapatkan sesuai dengan apa yang ia niatkan. Maka barang siapa hijrahnya karena dunia yang ingin ia peroleh, atau karena wanita yang ingin ia nikahi, maka hijrahnya (dinilai) kepada apa yang menjadi tujuan hijrahnya itu.”
Sumber Hadis: Hadis ini diriwayatkan oleh Al-Bukhari dalam Shahih Al-Bukhari, hadis nomor 1, Juz 1, halaman 6, Bāb bad’i al-wahyi – Bāb kaifa kāna bad’u al-wahyi ilā Rasūlillāhi.
Biografi Singkat Perawi Hadis
- Al-Humaidi
Beliau adalah Imam Hafiz dan Faqih (ahli fikih) Abu Bakar Abdullah bin Az-Zubair bin Isa Al-Qurasyi Al-Asadi Al-Humaidiy Al-Makki. Beliau dilahirkan dan menghabiskan hidupnya di Makkah Al-Mukarramah, di mana beliau kemudian menjadi Syekh Al-Haram sekaligus ahli fikih di sana. Al-Humaidiy termasuk dalam “Thabaqah” (generasi/kelas) kesepuluh menurut Ibnu Hajar Al-Asqalani, yang mendeskripsikannya sebagai “tepercaya (tsiqah), hafiz (penghafal kuat), faqih (ahli fikih), dan murid terbaik dari Ibnu Uyainah“. Hal ini menunjukkan kedudukan ilmiahnya yang tinggi dan penguasaannya yang mendalam terhadap hadis dan fikih.
Al-Humaidiy senantiasa mendampingi ulama-ulama besar di masanya. Yang paling banyak meriwayatkan hadis darinya adalah Sufyan bin Uyainah (w. 164 H), di mana Al-Humaidiy adalah salah satu muridnya yang paling utama dan dekat. Beliau juga meriwayatkan dari Farj bin Said bin Alqamah dan Sufyan Ats-Tsauri, serta ulama lainnya.
Banyak imam terkemuka yang belajar dan meriwayatkan hadis darinya. Muridnya yang paling menonjol adalah Imam Muhammad bin Ismail Al-Bukhari, yang banyak meriwayatkan darinya dalam kitab Shahih-nya (81 riwayat), selain Bisyr bin Musa bin Shalih Al-Asadi dan Abdullah bin Abdurrahman Ad-Darimi, penulis kitab Sunan Ad-Darimi.
Kedudukan Al-Humaidiy terlihat jelas dari perannya sebagai sumber utama hadis yang termuat dalam kitab-kitab induk hadis yang paling penting (Kutubus Sittah): Al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi, An-Nasa’i, dan Ibnu Majah (termasuk dalam daftar kitab yang memuat riwayatnya). Riwayat-riwayatnya juga terdapat dalam Musnad Ahmad, Shahih Ibnu Khuzaimah, Shahih Ibnu Hibban, Al-Mustadrak ala Ash-Shahihain, dan Sunan Ad-Darimi.
Imam Al-Humaidiy wafat di Makkah Al-Mukarramah pada tahun 219 H, dan ada pula yang menyebut tahun 220 H, setelah menjalani kehidupan yang penuh dengan pengabdian dalam menyebarkan ilmu dan hadis Nabi SAW.
- Sufyan bin Uyainah
Beliau adalah Abu Muhammad Sufyan bin Uyainah Al-Hilali (maula mereka), Al-Kufi, kemudian Al-Makki, Al-A’war. Lahir di Kufah pada tahun 107 H, Sufyan bin Uyainah kemudian pindah dan menetap di Makkah Al-Mukarramah, di mana beliau menjadi salah satu imam besar dan rujukan utama ilmu hadis di sana.
Menurut klasifikasi Ibnu Hajar Al-Asqalani, beliau termasuk dalam “ru’ūs ath-Thabaqah ats-Tsaminah” (pemuka dari generasi kedelapan). Derajatnya dalam periwayatan hadis adalah “tepercaya (tsiqah), hafiz (penghafal kuat), faqih (ahli fikih), dan hujjah (otoritas dalam hukum Islam)“. Meskipun demikian, Ibnu Hajar mencatat bahwa hafalannya sedikit berubah di akhir usianya, dan terkadang beliau melakukan tadlis (meriwayatkan hadis tanpa menyebutkan guru secara langsung), namun hanya dari perawi-perawi yang tepercaya (tsiqat).
Sufyan bin Uyainah dikenal sebagai salah satu ulama yang paling banyak meriwayatkan hadis dari Az-Zuhri (1.348 riwayat), Amr bin Dinar Al-Atsram (750 riwayat), dan Abu Az-Zinad (220 riwayat). Keilmuannya yang luas membuatnya menjadi rujukan bagi banyak murid, termasuk para imam mazhab dan ahli hadis terkemuka.
Di antara murid-muridnya yang paling banyak meriwayatkan darinya adalah Imam Ahmad bin Hanbal (801 riwayat dalam Musnad-nya), Ibnu Abi Umar Al-Adani, dan Abu Bakar bin Abi Syaibah. Periwayatan Al-Humaidiy yang telah dibahas sebelumnya juga berasal dari beliau.
Pengaruh Sufyan bin Uyainah dalam ilmu hadis sangat luas, riwayatnya tersebar di hampir semua kitab hadis otoritatif, termasuk Shahih Al-Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abi Dawud, Jami’ At-Tirmidzi, Sunan An-Nasa’i, Sunan Ibnu Majah, Sunan Ad-Darimi, Musnad Ahmad, Shahih Ibnu Khuzaimah, Shahih Ibnu Hibban, dan Al-Mustadrak ala Ash-Shahihain.
Beliau wafat di Makkah pada tahun 197 H, atau ada yang menyebutkan tahun 198 H, meninggalkan warisan ilmu hadis yang sangat berharga bagi umat Islam.
- Yahya bin Sa’id Al-Anshary
Beliau adalah Abu Said (atau Abu Utsman) Yahya bin Sa’id Al-Anshary An-Najjariy Al-Madani Al-Qadhi. Beliau berasal dari kalangan Anshar di Madinah dan dikenal sebagai seorang ahli fikih dan hadis yang tepercaya (tsiqah tsabat). Dalam klasifikasi Ibnu Hajar Al-Asqalani, beliau termasuk dalam generasi (Thabaqah) kelima.
Yahya bin Sa’id adalah sosok ulama yang mengabdikan hidupnya untuk ilmu di berbagai kota. Beliau tinggal di Madinah, Baghdad, Al-Hirah, dan Mesir. Beliau dikenal memiliki otoritas keilmuan yang tinggi dan pernah menjabat sebagai hakim (qadhi) di Madinah.
Beliau banyak mengambil ilmu dan meriwayatkan hadis dari para tokoh besar Tabi’in. Di antara guru utamanya adalah Amrah binti Abdurrahman Al-Anshariyah (160 riwayat), Sa’id bin Al-Musayyib (103 riwayat), dan Muhammad bin Yahya bin Habban (95 riwayat).
Ilmu Yahya bin Sa’id Al-Anshary tersebar luas melalui murid-muridnya yang juga merupakan imam-imam besar. Yang paling menonjol di antaranya adalah Imam Malik bin Anas, yang meriwayatkan banyak hadis darinya dalam kitab Al-Muwatta’ (melalui jalur riwayat Yahya bin Al-Laitsi, 211 riwayat), Al-Laits bin Sa’ad, dan Yazid bin Harun.
Kedudukan beliau yang tinggi dalam sanad hadis terbukti karena riwayatnya menjadi rujukan dalam kitab-kitab induk hadis utama, termasuk Shahih Al-Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abi Dawud, Jami’ At-Tirmidzi, Sunan An-Nasa’i, Sunan Ibnu Majah, Sunan Ad-Darimi, Musnad Ahmad bin Hanbal, Shahih Ibnu Khuzaimah, Shahih Ibnu Hibban, dan Al-Mustadrak ala Ash-Shahihain.
Yahya bin Sa’id Al-Anshary wafat di Al-Hasyimiyah, Anbar, Irak, pada tahun 143 H atau 144 H, dan ada pula yang menyebutkan tahun 146 H. Beliau meninggalkan jejak penting dalam transmisi ilmu hadis di generasi awal Islam.
- Muhammad bin Ibrahim bin Al-Harits
Beliau adalah Imam yang tepercaya (tsiqah) Abu Abdullah Muhammad bin Ibrahim bin Al-Harits Al-Qurasyi At-Taimi Al-Madani. Beliau termasuk salah satu ulama terkemuka di Madinah pada generasinya. Al-Hafiz Ibnu Hajar Al-Asqalani mengklasifikasikannya dalam “Thabaqah” (generasi) keempat dan mendeskripsikannya sebagai “tepercaya (tsiqah), meriwayatkan hadis-hadis afrad” (yakni, terpercaya dalam periwayatan hadis, dan terkadang meriwayatkan hadis yang tidak diriwayatkan oleh orang lain).
Muhammad bin Ibrahim hidup di Madinah dan menimba ilmu dari para Tabi’in senior. Di antara guru yang paling banyak meriwayatkan hadis darinya adalah Abu Salamah bin Abdurrahman bin Auf (153 riwayat), Alqamah bin Waqqash Al-Laitsi, dan Isa bin Thalhah At-Taimi.
Adapun murid-muridnya yang menukil ilmunya, yang paling menonjol adalah Yazid bin Abdullah bin Usamah bin Al-Had Al-Laitsi (138 riwayat), Muhammad bin Ishaq (penulis sirah/sejarah Nabi), dan Yahya bin Abi Katsir.
Pentingnya Muhammad bin Ibrahim At-Taimi terletak pada status riwayatnya sebagai sumber tepercaya bagi para imam hadis besar. Hadis-hadisnya termuat dalam semua kitab hadis utama (Kutubus Sittah) dan sumber-sumber utama Sunnah Nabawiyah lainnya, seperti: Shahih Al-Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abi Dawud, Jami’ At-Tirmidzi, Sunan An-Nasa’i, Sunan Ibnu Majah, Muwatta Malik, Musnad Ahmad bin Hanbal, dan kompilasi hadis tepercaya lainnya.
Muhammad bin Ibrahim At-Taimi wafat di Madinah sekitar tahun 119 H, ada juga yang menyebut 120 H, atau 121 H, meninggalkan warisan keilmuan yang terpercaya dalam periwayatan hadis Nabi SAW.
- Alqamah bin Waqqash Al-Laitsi Al-Utwari
Beliau adalah Abu Yahya (atau Abu Waqid) Alqamah bin Waqqash Al-Laitsi Al-Utwari Al-Madani. Beliau adalah salah satu ulama terkemuka yang hidup dan wafat di Madinah. Menurut catatan sejarah, Alqamah dilahirkan pada masa kehidupan Nabi Muhammad SAW, menjadikannya bagian dari generasi senior Tabi’in. Al-Hafiz Ibnu Hajar Al-Asqalani menempatkannya dalam “Thabaqah” (generasi) kedua dan memberinya derajat “tepercaya dan sangat kuat hafalannya (tsiqah tsabat)“.
Alqamah bin Waqqash dikenal karena meriwayatkan hadis dari para sahabat besar Nabi SAW. Di antara guru utamanya adalah Amirul Mukminin Umar bin Khattab RA (36 riwayat), Ummul Mukminin Aisyah binti Abi Bakar Ash-Shiddiq RA (34 riwayat), dan Bilal bin Al-Harits bin Ukaim Al-Muzani.
Ilmu beliau kemudian dinukil dan disebarluaskan oleh para ulama generasi berikutnya. Yang paling banyak meriwayatkan darinya adalah Muhammad bin Ibrahim bin Al-Harits At-Taimi (39 riwayat), Amr bin Alqamah bin Waqqash Al-Laitsi (putranya sendiri), dan Az-Zuhri.
Periwayatan Alqamah bin Waqqash memiliki kedudukan yang sangat tinggi dalam tradisi Islam karena riwayatnya menjadi rujukan dalam hampir semua kitab hadis otoritatif, termasuk Shahih Al-Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abi Dawud, Jami’ At-Tirmidzi, Sunan An-Nasa’i, Sunan Ibnu Majah, Sunan Ad-Darimi, Musnad Ahmad bin Hanbal, dan kitab-kitab induk lainnya.
Beliau wafat di Madinah pada masa kekhalifahan Abdul Malik bin Marwan.
- Umar bin Khattab
Umar bin Khattab memiliki nama lengkap Umar bin al-Khattab, dengan kunyah atau julukan Abu Hafsh. Ia berasal dari suku Quraisy, klan Adawi. Beliau lahir 13 tahun setelah peristiwa Tahun Gajah (Amul Fil), atau empat tahun sebelum perang Fijar terakhir (Fijar al-A’zham) terjadi.
Dalam ilmu hadis, menurut klasifikasi Ibnu Hajar, Umar bin Khattab termasuk dalam golongan sahabat Nabi (shahabi). Derajatnya di kalangan perawi hadis sangat tinggi, digambarkan sebagai Amirul Mukminin yang masyhur dan memiliki banyak sekali keutamaan (jam al-manaqib).
Umar bin Khattab wafat di Madinah, pada tahun 23 Hijriah, meskipun ada juga yang menyebutkan tahun 24 H.
Beliau dikenal sebagai salah satu perawi hadis yang meriwayatkan langsung dari sumber-sumber utama. Ia banyak meriwayatkan hadis dari Rasulullah ﷺ (sebanyak 1275 hadis). Hadis-hadis yang diriwayatkannya tersebar dan tercatat dalam berbagai kitab induk hadis ternama, seperti Shahih al-Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abi Dawud, Jami’ at-Tirmidzi, Sunan an-Nasa’i, Sunan Ibnu Majah, Muwaththa Malik, Musnad Ahmad bin Hanbal, dan lain-lain.
Di antara mereka yang paling banyak meriwayatkan hadis darinya adalah Abdullah bin Umar bin al-Khattab (putranya sendiri), Abdullah bin Abbas, dan Aslam al-Adawi (mantan budak yang dimerdekakan oleh Umar).
Syarah Hadis
“Sesungguhnya amal itu tergantung niatnya”
Nilai dan diterimanya suatu amal di sisi Allah sepenuhnya ditentukan oleh niat di hati, bukan hanya bentuk lahiriahnya. Amal yang secara zhahir sama (misalnya hijrah, shalat, sedekah) bisa bernilai ibadah tinggi atau bahkan nol pahala, tergantung niatnya.
“Dan setiap orang hanya mendapatkan apa yang dia niatkan”
Orang hanya mendapat balasan sesuai niat aslinya, bukan sesuai harapan atau klaimnya. Allah Maha Mengetahui isi hati, sehingga tak ada yang bisa menipu-Nya.
Pada masa awal Islam, banyak orang berhijrah dari Makkah ke Madinah. Jika niat hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya maka dia mendapat pahala hijrah yang agung (seperti para sahabat Muhajirin). Tapi jika niatnya duniawi, misalnya: hijrah karena ingin harta/kedudukan, atau hijrah hanya untuk menikahi wanita tertentu (contoh klasik: seorang laki-laki yang hijrah karena Ummu Qais), maka dia tidak mendapat pahala hijrah ke Madinah, melainkan hanya mendapat apa yang dia niatkan (dunia atau wanita itu).
Hadis ini merupakan sepertiga agama karena hampir semua amal tergantung niat. Dua syarat diterimanya amal:
- Ikhlas karena Allah (bukan riya’, sum’ah, atau dunia).
- Mutaba’ah (sesuai tuntunan Nabi ﷺ).
Niat harus diperbaiki terus-menerus, karena setan selalu mengintai untuk merusak niat.




