Kaum muslimin rahimakumullah…
Saya awali khutbah ini dengan satu pertanyaan, inginkah Anda masuk surga bersama istri dan anak-anak Anda? Saya yakin, tidak ada seorangpun di antara kita yang tidak menginginkannya. Kita pasti sangat merindukan dan mencita-citakannya.
Di dalam Al-Qur’an surat Ar-Ra’du ayat 20 – 24, Allah tabaraka wa ta’ala telah menyebutkan ciri orang-orang yang layak dimasukkan ke dalam surga-Nya bersama orang tua, istri, dan anak-anaknya.
Pertama, jadilah kita orang-orang yang selalu memenuhi janji dan tidak merusak perjanjian, sebagaimana firman-Nya,
الَّذِينَ يُوفُونَ بِعَهْدِ اللَّهِ وَلَا يَنْقُضُونَ الْمِيثَاقَ
“(yaitu) orang-orang yang memenuhi janji Allah dan tidak merusak perjanjian,” (Q.S. Ar-Ra’du: 20)
“Memenuhi janji Allah” maksudnya adalah senantiasa melaksanakan apa yang diperintahkan Allah dalam Al-Qur’an. Sedangkan yang dimaksud “Tidak merusak perjanjian” adalah tidak merusak aqad-aqad muamalahnya diantara sesama manusia.
Jangan sampai kita menjadi orang-orang yang ingkar janji dan merusak perjanjian. Jika demikian halnya, tentu kita telah terancam menjadi munafik. Sebagaimana sabda Rasulullah saw,
آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلاَثٌ: إِذَا حَدَّثَ كَذِبَ، وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ، وَإِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ
“Tanda munafiq itu ada tiga: Jika berbicara dia berdusta, jika berjanji dia tidak tepati, dan jika diamanahi maka dia berkhianat” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Kedua, jadilah kita orang-orang yang senantiasa menghubungkan tali silaturahim dan persaudaraan. Serta jadilah kita orang-orang yang takut kepada Allah dan hisab-Nya. Allah tabaraka wa ta’ala berfirman,
وَالَّذِينَ يَصِلُونَ مَا أَمَرَ اللَّهُ بِهِ أَنْ يُوصَلَ وَيَخْشَوْنَ رَبَّهُمْ وَيَخَافُونَ سُوءَ الْحِسَابِ
“dan orang-orang yang menghubungkan apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan, dan mereka takut kepada Tuhannya dan takut kepada hisab yang buruk.” (Q.S. Ar-Ra’du: 21)
Dengan menghubungkan silaturahim dan tali persaudaraan, kita bahkan bukan hanya akan mendapatkan ganjaran di akhirat, karena bagi orang yang melakukannya pun akan disediakan kebaikan di dunia, yakni dilapangkan rizki dan diakhirkan ajalnya. Nabi saw bersabda,
مَنْ سَرَّهُ أَنْ يُسْبَطَ لَهُ فِيْ رِزْقِهِ، وَأَنْ يُنْسَأَلَهُ فِيْ أَشَرِهِ فَلْيَصِلْ
“Siapa yang senang untuk dilapangkan rizkinya dan diakhirkan ajalnya (dipanjangkan umurnya) maka hendaklah ia menyambung (tali) silaturrahim” (HR. Bukhari)
Al-Khatib dan Ibnu Asakir meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah bersabda,
إِنَّ الْبِرَّ وَالصِّلَةَ لَيُخَفِّفَانِ سُوءَ الْحِسَابِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ، ثُمَّ تَلا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : وَالَّذِينَ يَصِلُونَ مَا أَمَرَ اللَّهُ بِهِ أَنْ يُوصَلَ وَيَخْشَوْنَ رَبَّهُمْ وَيَخَافُونَ سُوءَ الْحِسَابِ سورة الرعد آية 21 “
“Berbuat kebajikan dan mengadakan hubungan silaturahim akan meringankan penghisaban yang buruk di hari kiamat…(kemudian Rasulullah saw membaca ayat 21 ini).”
Kaum muslimin rahimakumullah…
Ketiga, jadilah kita orang-orang yang sabar, selalu mendirikan shalat, selalu menginfakkan sebagian rizki, dan menjadi orang yang mampu menolak kejahatan dengan kebaikan.
وَالَّذِينَ صَبَرُوا ابْتِغَاءَ وَجْهِ رَبِّهِمْ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَأَنْفَقُوا مِمَّا رَزَقْنَاهُمْ سِرًّا وَعَلَانِيَةً وَيَدْرَءُونَ بِالْحَسَنَةِ السَّيِّئَةَ أُولَٰئِكَ لَهُمْ عُقْبَى الدَّارِ
“dan orang-orang yang sabar karena mencari keridhaan Tuhannya, mendirikan shalat, dan menafkahkan sebagian rezki yang Kami berikan kepada mereka, secara sembunyi atau terang-terangan serta menolak kejahatan dengan kebaikan; orang-orang itulah yang mendapat tempat kesudahan (yang baik),” (Q.S. Ar-Ra’du: 22)
Sabar yang dimaksud disini adalah sabar dalam ketaatan dan menahan hawa nafsu. Yakni kita sabar menjadi mujahid dan muhajir sejati. Rasulullah saw bersabda,
المُجَاهِدُ مَنْ جَاهَدَ نَفْسَهُ فِي طَاعَةِ اللهِ وَالمُهَاجِرُ مَنْ هَجَرَ مَا نَهَى اللهُ عَنْهُ.
“Mujahid adalah orang yang menjihadi dirinya dalam rangka menta’ati Allah, dan Muhajir adalah orang yang meninggalkan apa yang Allah larang.“ (HR Ahmad)
Selanjutnya, yang dimaksud mendirikan shalat adalah melaksanakan shalat sesuai dengan ketentuan yang digariskan agama, seperti khusyu, tidak riya, dan takut kepada Allah, disertai menyempurnakan rukun dan kaifiyatnya, demi mendapat pahala dari Allah.
Menafkahkan sebagian rezki secara rahasia atau terang-terangan maksudnya adalah kepada istri, anak, kaum kerabat yang fakir, atau yang lainnya.
Sedangkan yang dimaksud menolak kejahatan dengan kebaikan, menurut Ibnu Abbas adalah membalas kata-kata buruk dengan perkataan yang baik.
Kaum muslimin rahimakumullah…Orang-orang yang memiliki karakter seperti itulah yang akan mendapatkan tempat kesudahan yang baik,
جَنَّاتُ عَدْنٍ يَدْخُلُونَهَا وَمَنْ صَلَحَ مِنْ آبَائِهِمْ وَأَزْوَاجِهِمْ وَذُرِّيَّاتِهِمْ ۖ وَالْمَلَائِكَةُ يَدْخُلُونَ عَلَيْهِمْ مِنْ كُلِّ بَابٍ
“(yaitu) syurga ‘Adn yang mereka masuk ke dalamnya bersama-sama dengan orang-orang yang saleh dari bapak-bapaknya, isteri-isterinya dan anak cucunya, sedang malaikat-malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu” (Q.S. Ar-Ra’du: 23).
Marilah mendidik anak dan istri kita, sehingga mereka menjadi orang-orang yang beriman dan beramal saleh. Surah Ar-Ra’du: 23 ini mengisyaratkan bahwa keturunan tidak akan berguna kecuali dengan amal saleh. Bahkan Nabi saw sendiri tak mampu berbuat apa-apa di hadapan Allah untuk membela Fatimah anaknya sendiri, jika ia tidak beriman dan beramal saleh. Beliau saw menegaskan,
يَا فَاطِمَةُ بِنْتَ مُحَمَّدٍ سَلِينِي مَا شِئْتِ مِنْ مَالِي لَا أُغْنِي عَنْكِ مِنْ اللَّهِ شَيْئًا
“Hai Fatimah binti Muhammad, mintalah kepadaku dari hartaku sesukamu, akan tetapi aku tidak dapat berbuat apa-apa terhadapmu di hadapan Allah.” (HR. Bukhari-Muslim)
Kaum muslimin rahimakumullah…mari kita berusaha meraih kemulian ini. Jadikanlah ia obsesi dalam kehidupan kita. Mari jadikan diri dan keluarga kita orang-orang yang senantiasa sabar mentaati Allah tabaraka wa ta’ala serta mengekang hawa nafsu, sehingga kelak para malaikat akan mengucapkan salam kepada kita,
سَلَامٌ عَلَيْكُمْ بِمَا صَبَرْتُمْ ۚ فَنِعْمَ عُقْبَى الدَّارِ
“(sambil mengucapkan): ‘Salamun ‘alaikum bima shabartum’. Maka Alangkah baiknya tempat kesudahan itu.” (Q.S. Ar-Ra’du: 24)