(Ceramah Tarhib Ramadhan)
Bulan Ramadhan adalah bulan ampunan. Pada bulan ini dosa hamba-hamba Allah Ta’ala dipanaskan sehingga terbakar dan musnah. Riwayat dari Anas bin Malik menyebutkan tentang hal ini,
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ {صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ} قَالَ : إِنَّمَا سُمِّيَ رَمَضَانُ : لِأَنَّهُ يَرْمِضُ الذُّنُوبَ أَيْ : يَحْرِقُهَا وَيَذْهَبُ بِهَا
“Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Sesungguhnya dinamakan (bulan) Ramadhan karena dia memanaskan dosa-dosa’, yaitu membakarnya dan memusnahkannya.’” [1]
Allah Ta’ala karena kasih sayangnya memang selalu menyediakan kesempatan bagi hamba-hamba-Nya untuk selalu memperbaiki diri dan meraih maghfirah-Nya.
الصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ وَالْجُمُعَةُ إِلَى الْجُمُعَةِ وَرَمَضَانُ إِلَى رَمَضَانَ مُكَفِّرَاتٌ مَا بَيْنَهُنَّ إِذَا اجْتَنَبَ الْكَبَائِرَ
“Shalat yang lima waktu, dari jumat ke jumat, dan Ramadhan ke Ramadhan, merupakan penghapus dosa di antara waktu-waktu itu, jika dia menjauhi dosa-dosa besar.” [2]
Siapakah hamba-hamba Allah Ta’ala yang akan mendapatkan ampunan di bulan Ramadhan?
Pertama, orang-orang yang melaksanakan puasa.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barangsiapa melaksanakan puasa Ramadhan karena keimanan dan ihtisab (mengharap pahala dari Allah); akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” [3]
Tentu saja bukan puasa yang sekedar menahan lapar dan dahaga; akan tetapi puasa yang sebenarnya yang dapat menghindarkan dari perilaku-perilaku yang tidak terpuji.
Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ وَالْجَهْلَ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ
“Barang siapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta, mengamalkannya, atau perbuatan bodoh, maka Allah tidak butuh atas usahanya dalam menahan lapar dan dahaga” [4]
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كَمْ مِنْ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ إِلَّا الْجُوعُ
“Betapa banyak orang berpuasa yang tidak mendapatkan apa-apa dari puasanya kecuali hanya lapar saja.” [5]
Begitu pula orang yang tidak melaksanakan puasa di bulan Ramadhan padahal tidak ada uzur dan tidak sakit, maka dia tercela. Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu diriwayatkan secara marfu’:
مَنْ أَفْطَرَ يَوْمًا مِنْ رَمَضَانَ مِنْ غَيْرِ عُذْرٍ وَلَا مَرَضٍ لَمْ يَقْضِهِ صِيَامُ الدَّهْرِ وَإِنْ صَامَهُ
“Barang siapa yang tidak berpuasa pada bulan Ramadhan tanpa adanya uzur, tidak pula sakit, maka tidaklah dia bisa menggantikannya dengan puasa sepanjang tahun, jika dia melakukannya.” [6]
Kedua, orang-orang yang melaksanakan shalat qiyamu Ramadhan (tarawih).
مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا، غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barangsiapa melaksanakan shalat (malam) di bulan Ramadhan karena keimanan dan ihtisab (mengharap pahala dari Allah); akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” [7]
Diriwayatkan dari ‘Aisyah radhiallahu ‘anha, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat (qiyamu Ramadhan) di masjid, lalu manusia mengikutinya, keesokannya shalat lagi dan manusia semakin banyak, lalu pada malam ketiga atau keempat mereka berkumpul namun Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak keluar bersama mereka, ketika pagi hari beliau bersabda,
قَدْ رَأَيْتُ الَّذِي صَنَعْتُمْ فَلَمْ يَمْنَعْنِي مِنْ الْخُرُوجِ إِلَيْكُمْ إِلَّا أَنِّي خَشِيتُ أَنْ تُفْرَضَ عَلَيْكُمْ وَذَلِكَ فِي رَمَضَانَ
“Aku melihat apa yang kalian lakukan, dan tidak ada yang mencegahku keluar menuju kalian melainkan aku khawatir hal itu kalian anggap kewajiban.” Itu terjadi pada bulan Ramadhan.[8]
Tarawih pada masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah 8 rakaat dan witir 3 rakaat, sebagaimana diriwayatkan dari ‘Aisyah radhiallahu ‘anha,
مَا كَانَ يَزِيدُ فِي رَمَضَانَ وَلَا فِي غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَة
“Bahwa Rasulullah tidak pernah menambah lebih dari sebelas rakaat shalat malam, baik pada bulan Ramadhan atau selainnya.” [9]
Sedangkan pada masa sahabat, khususnya sejak masa khalifah Umar bin Al Khathab radhilallahu ‘anhu dan seterusnya, manusia saat itu melaksanakan shalat tarawih 20 rakaat dan witir 3 rakaat serta ada pula yang melaksanakan tarawih 36 rakaat dan witir 3 rakaat.
Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani rahimahullah menyebutkan,
وَعَنْ يَزِيد بْن رُومَانَ قَالَ ” كَانَ النَّاس يَقُومُونَ فِي زَمَانِ عُمَر بِثَلَاثٍ وَعِشْرِينَ ” وَرَوَى مُحَمَّد بْن نَصْر مِنْ طَرِيق عَطَاء قَالَ ” أَدْرَكْتهمْ فِي رَمَضَان يُصَلُّونَ عِشْرِينَ رَكْعَة وَثَلَاثَ رَكَعَاتِ الْوِتْر ”
“Dari Yazid bin Ruman, dia berkata: “Dahulu manusia pada zaman Umar melakukan 23 rakaat.” Dan Muhammad bin Nashr meriwayatkan dari Atha’, dia berkata: “Aku berjumpa dengan mereka pada bulan Ramadhan, mereka shalat 20 rakaat dan tiga rakaat witir.” [10]
Beliau melanjutkan:
وَرَوَى مُحَمَّد اِبْن نَصْر مِنْ طَرِيق دَاوُدَ بْن قَيْس قَالَ ” أَدْرَكْت النَّاس فِي إِمَارَة أَبَانَ بْن عُثْمَان وَعُمْر بْن عَبْد الْعَزِيز – يَعْنِي بِالْمَدِينَةِ – يَقُومُونَ بِسِتٍّ وَثَلَاثِينَ رَكْعَةً وَيُوتِرُونَ بِثَلَاثٍ ” وَقَالَ مَالِك هُوَ الْأَمْرُ الْقَدِيمُ عِنْدَنَا . وَعَنْ الزَّعْفَرَانِيِّ عَنْ الشَّافِعِيِّ ” رَأَيْت النَّاس يَقُومُونَ بِالْمَدِينَةِ بِتِسْعٍ وَثَلَاثِينَ وَبِمَكَّة بِثَلَاثٍ وَعِشْرِينَ ، وَلَيْسَ فِي شَيْء مِنْ ذَلِكَ ضِيقٌ ”
Muhammad bin Nashr meriwayatkan dari jalur Daud bin Qais, dia berkata: “Aku menjumpai manusia pada masa pemerintahan Aban bin Utsman dan Umar bin Abdul Aziz –yakni di Madinah- mereka shalat 36 rakaat dan ditambah witir tiga rakaat.” Imam Malik berkata, “Menurut saya itu adalah perkara yang sudah lama.” Dari Az Za’farani, dari Asy Syafi’i: “Aku melihat manusia shalat di Madinah 39 rakaat, dan 23 di Mekkah, dan ini adalah masalah yang lapang.” [11]
Ketiga, orang yang melaksanakan shalat di malam lailatul qadar, yakni orang-orang yang beri’tikaf di sepuluh malam terakhir dan memburunya.
مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barangsiapa melaksanakan shalat (malam) di bulan malam lailatul qadar karena keimanan dan ihtisab (mengharap pahala dari Allah); akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” [12]
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyuruh umatnya untuk memburu malam lailatur qadar yang ada pada malam ganjil di sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan.
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِي الْوِتْرِ مِنْ الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ
“Dari ‘Aisyah radhiallahu ‘anha, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: ‘Carilah oleh kalian Lailatul Qadar pada malam ganjil dari sepuluh malam terakhir Ramadhan’.” [13]
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun membiasakan dirinya melaksanakan i’tikaf di sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan itu hingga akhir hayatnya. Riwayat dari ‘Aisyah radiallahu ‘anha,
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَعْتَكِفُ الْعَشْرَ الْأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ حَتَّى تَوَفَّاهُ اللَّهُ ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ
“Bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam beri’tikaf pada 10 hari terakhir bulan Ramadhan sampai beliau diwafatkan Allah, kemudian istri-istrinya pun I’tikaf setelah itu.”[14]
Itulah diantaranya, orang-orang yang akan mendapatkan ampunan Allah Ta’ala di bulan Ramadhan. Prinsipnya siapa saja yang melakukan amal shalih di bulan Ramadhan, maka ia berkesempatan untuk mendapatkan ampunan Allah ta’ala.
Wallahu a’lam…
Catatan Kaki:
[1] Al Hawi Al Kabir, 3/854. Darul Fikr.
[2] HR. Muslim No. 233
[3] HR. Bukhari No. 38, 1910, 1802.
[4] HR. Bukhari No.1903
[5] HR. Ahmad No. 9685, Ibnu Majah No. 1690, Ad Darimi No. 2720
[6] HR. Bukhari No. 1934
[7] HR. Bukhari No. 37 1904, 1905
[8] HR. Bukhari No. 1129, Muslim No. 761
[9] HR. Bukhari No. 2013, 3569, Muslim No. 738
[10] Fathul Bari, 4/253
[11] Ibid.
[12] HR. Bukhari No. 35, 38, 1802
[13] HR. Bukhari No. 1913
[14] HR. Bukhari No. 2026, Muslim No. 1171, Abu Daud No. 2462. Ahmad No. 24613, dan lainnya
2 comments
https://partiamanahmalaysia.wordpress.com/2019/05/01/goldman-sachs-menyerahkan-kira-kira-40-juta/
Alhamdulillah, sangat bermanfaat bagi saya dalam memahami makna ampunan di bulan Ramadhan.
Jazakumulloh khoiron … 🙏🏻