Surat An-Nisa’
Surat ini termasuk dalam As-sab’u Ath-thiwal (tujuh surat terpanjang di dalam Al-Qur’an), yang didalamnya banyak bicara tentang wanita, yang kemudian dinamai dengan nama-nama mereka. Banyak nilai-nilai tarbawi yang dapat kita petik dalam surat-surat ini, menjadi pembelajaran untuk kita semua. Surat ini diberi nama An-Nisa’ yang berarti adalah wanita, sebagai bentuk penghormatan terhadap kaum wanita dan diurutkan di surat keempat dalam Al-Qur’an. Surat-surat yang berbicara tentang wanita lainnya adalah surat Maryam, Al-Hujurat, Al-Mujadilah, At-Tholaq, At-Tahrim surat-surat ini memiliki hubungan tidak langsung dengan perempuan.
Surat Maryam
Maryam adalah seorang wanita yang teguh dalam kebenaran, ia mendapatkan derajat mulia di sisi Allah, dari rahimnyalah kemudian lahir seorang Nabi yang bernama Isa As.
“ Dan ibunya seorang yang berpegang teguh kepada kebenaran, Kedua-duanya (Maryam dan Isa As.) biasa memakan makanan.” (QS. Al-Maidah: 75)
Maryam dimuliakan di dalam Al-Qur’an, namanya berulang kali disebut digandengkan dengan nama putranya, Isa Ibnu Maryam. Tidakkah ini cukup bagi saudara-saudara kita yang Nashrani bagaimana Isa Ibnu Maryam begitu dimuliakan dalam ajaran Islam terbukti dengan diabadikan namanya dalam Al-Qur’an? Maka sebenarnya, sudah selayaknya mereka pun mencintai Al-Qur’an, sebagai bentuk kecintaan mereka kepada Nabi Isa As. dan ibunya Maryam.
Apakah hal itu juga tidak cukup menjadi bukti, bahwa Al-Qur’an merupakan firman Allah Swt. yang tidak berpihak kepada satu hamba pun melainkan dinilai dari derajat mulia disisi-Nya berdasarkan keimanan dan ketakwaan? Bahkan Rasulullah Saw. tidak memiliki hak untuk memilih, apa nama dari surat tersebut, karena Allah lah yang memiliki hak untuk memuliakan hamba-Nya sesuai yang Ia inginkan. Maka dimuliakanlah oleh Allah Swt. nama dari ibunya nabi Isa As. daripada nama-nama para ibu nabi lainnya.
Surat Al-Hujurat
Dari segi namanya saja yang berarti kamar-kamar, surat ini sudah menarik perhatian, ditambah lagi dengan kandungan nilai-nilai tarbawi yang tersimpan didalamnya. Ada yang menafsirkan Al-Hujurat itu maksudnya adalah rumah-rumah Nabi Muhammad Saw. sebagaimana yang difirmankan Allah Swt. dalam QS. Al-Ahzab ayat 53 :
“ Janganlah kamu memasuki rumah- rumah Nabi kecuali bila kamu diizinkan”
Setiap rumah-rumah ini diberi nama sesuai dengan nama penghuninya yakni ummahâtul mu’minin, rumah-rumah itu dinamai rumah Aisyah, rumah Hafshoh, dsb. Dalam kandungan surat inilah banyak pesan tarbawi yang dapat kita petik. Didalamnya diajarkan bagaimana tentang adab, akhlak dan karakter mulia yang harus kita miliki di tengah hidup bermasyarakat.
Ketahuilah ikhwati fillah, kendati rumah-rumah nabi tersebut sangat sederhana dengan hanya satu kamar, namun dari tempat itulah lahir tempaan tarbiyah yang mencetak umat yang memiliki keturunan baik dan akhlak yang mulia.
Surat Al-Mujadilah
Surat ini bercerita tentang apa yang dilakukan oleh seorang perempuan yang mengadukan suaminya kepada Rasulullah Saw. Kemudian Allah Swt. memuliakan perempuan itu dengan mengabarkan kepadanya dan juga kepada kita, bahwa Allah Swt. mendengar percakapan perempuan itu dengan penuh perhatian. Padahal pada saat itu Aisyah ra. berada disamping Nabi Muhammad saw namun ia tidak mendengar aduan perempuan tersebut yang jalan keluarnya langsung diberikan oleh Allah Swt. Aisyah ra. berkata ”Segala puji milik Allah yang luas pendengaranNya meliputi segala suara. Telah datang seorang wanita yang mengadu persoalannya kepada Nabi. Saya tidak dapat mendengar pengaduannya padahal saya berada di sisi rumah dan Allah Maha Mendengar dengan menurunkan ayat ini”. (Diriwayatkan oleh Bukhari, Ahmad, Nasa’i dan Ibnu Majah)
Surat Al-Mumtahanah
Surat ini berbicara tentang seorang wanita yang keimanannya diuji, yang ditetapkan hak-hak untuknya dan kewajiban-kewajiban atasnya melalui nash-nash Al-Qur’an, dan seluruh umat memikul seluruh tanggungjawab itu dan negara dengan segala kekuasaannya memberikan jaminan hukum untuk mencapai itu semua.
Surat At-Thalaq
Surat ini berbicara sesuai namanya At-Thalaq yang berarti talak; sesuatu yang halal tapi dibenci oleh Allah Swt., dan itu benar adanya karena hal tersebut merupakan peristiwa yang paling dibenci yang bisa menimpa istri siapapun. Namun apabila Allah Swt. menakdirkan hal ini terjadi, maka lihatlah bagaimana tuntunan tarbawi didalam surat tersebut. Bagaimana kondisi jiwa manusia menjadi tenang ditengah kepedihan yang ia rasakan dalam mengarungi ujian yang berat. Dan bagaimana pengulangan yang ada dalam surat ini dan tidak ada dalam surat yang lain, yang intinya berpesan tentang sebongkah harapan, jalan keluar, kemudahan dan keringanan.
Kamu tidak mengetahui barangkali Allah Mengadakan sesudah itu sesuatu hal yang baru (QS. At-Thalaq:1)
Suatu hal yang baru disini maksudnya adalah keinginan dari suami untuk rujuk kembali apabila talaqnya baru dijatuhkan sekali atau dua kali.
Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan Mengadakan baginya jalan keluar. (QS. At-Thalaq:2)
“Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. dan Barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah Mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.” (QS. At-Thalaq:3)
“Dan barang -siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya.” (QS. At-Thalaq:4)
“Dan Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan menghapus kesalahan-kesalahannya dan akan melipat gandakan pahala baginya.” (QS. At-Thalaq:5)
“Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. dan orang yang disempitkan rezkinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan.” (QS. At-Thalaq:7)
Surat At-Tahrim
Sekalipun surat ini berbicara tentang permasalahan khusus tentang nabi Muhammad Saw., yang melarang dirinya untuk mengerjakan sesuatu yang sudah halal hukumnya, namun permasalahan di dalam surat ini termasuk juga dalam pemberian namanya telah memberikan pesan tarbawi adanya penjelasan hubungan antara nabi Muhammad Saw. dengan para istrinya yang Allah ridhoi.
Dari surat ini kita dapat mengambil nilai-nilai tarbawi dari apa yang telah dilakukan oleh nabi Muhammad Saw. Di awal surat tersebut Allah berfirman.
“Hai Nabi, mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah halalkan bagimu; kamu mencari kesenangan hati isteri-isterimu? dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS. At-Tahrim:1)
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dituliskan bahwa Nabi Muhammad Saw. pernah mengharamkan dirinya minum madu untuk menyenangkan hati isteri-isterinya. Maka turunlah ayat ini kepada Nabi.
Inilah yang dilakukan oleh Nabi Muhammad Saw. di hadapan para isterinya, yang mana beliau merupakan sosok suami dan ayah terbaik untuk keluarganya. Beliau mengharamkan sesuatu terhadap dirinya dengan harapan hal tersebut disukai oleh isteri-isterinya.
Pelajarannya dari ayat ini adalah, barangsiapa diantara kita yang ingin membahagiakan istrinya, maka carilah hal yang diridhoi dan disukai oleh isterinya. Tentunya hal yang tidak bertolak belakang dengan tanggungjawab dan kewajiban sebagai seorang suami, dan bukan pula hal yang tidak disukai oleh isteri. Kata-kata yang baik adalah sedekah, dari situ Allah Swt. kemudian memunculkan kesan dari dalam hati orang yang mendengarnya, yang itu lebih mulia nilai dari seluruh yang ada di atas muka bumi.
Sedangkan dipenghujung surat At-Tahrim ini, kita juga dapat memetik pesan tarbawi yang luar biasa, bagaimana Allah Swt. memberikan contoh dari hamba-hamba-Nya yang sholeh baik laki-laki maupun perempuan. Dalam ayat 10 dalam surat tersebut, Allah Swt. memberi perumpamaan dari dua istri nabi, yakni istri nabi Nuh dan istri nabi Luth. Yang keduanya tidak beriman kepada Allah, dan kekafirannya itu menjadi tanggungannya sendiri kendati keduanya adalah istri dari nabi Allah. Kedua perempuan itu pun dimasukkan ke dalam neraka bersama orang-orang kafir.
Kemudian di ayat selanjutnya, Allah memperumpamakan istri dari manusia yang mengaku Tuhan, yakni Fir’aun. Dimana kekafiran Fir’aun sama sekali tidak memberi pengaruh terhadap keimanan istrinya kepada Allah Swt.. Bahkan Allah mengilhamkan kepada istri Fir’aun ini untuk kemudian berdoa yang doanya diabadikan dalam Al-Qur’an,
“Ketika ia berkata: “Ya Rabbku, bangunkanlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam firdaus” (QS. At-Tahrim: 11)
Ayat ini menjelaskan, kendatipun ia isteri dari seorang yang kafir, namun apabila ia menganut ajaran Allah, maka ia akan dimasukkan oleh Allah ke dalam jannah-Nya.
Disarikan dari kitab “Khawatir Tarbawiyah min Al-Qur’an Al-Kariim” karya Dr. Muhammad Badi’ Abdul Majid Sami, cetakan Kairo, Mesir.