Anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Fahmy Alaydroes, menyampaikan keprihatinannya atas kasus 191 orang pelajar hamil yang mengajukan dispensasi nikah dini ke Pengadilan Agama Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur sepanjang tahun 2022 sebagaimana yang ramai diberitakan di berbagai media.
Anggota DPR RI dari komisi pendidikan ini menyesalkan kasus tersebut, dimana para pelajar yang seharusnya fokus menimba ilmu, mengukir prestasi, membina karakter diri, menapaki tahap penting dalam mengumpulkan bekal untuk meraih cita-cita demi masa depan yang cerah, justru terperosok ke dalam kubangan lumpur perilaku yang amoral, menentang nilai-nilai Susila, nilai Pancasila dan nilai agama. Demikian rilis yang dikirimkan kepada media.
Keprihatinan Fahmy yang juga merupakan pemerhati, sekaligus pegiat pendidikan ini semakin menjadi, karena kasus ini merupakan pukulan yang sangat berat bagi dunia pendidikan,kita yang seharusnya membentengi para pelajar dari arus gelombang kerusakan moral.
“Perilaku seks bebas yang terungkap di Ponorogo itu, bukan tidak mungkin merupakan fenomena gunung es, yang terjadi dan belum terungkap mungkin lebih banyak lagi.Perilaku amoral seksual di kalangan pelajar merupakan tamparan keras, dan memberi informasi kepada kita betapa buruknya Pendidikan moral, Pendidikan karakter di dunia pendidikan kita”, ujarnya.
Fahmy yang juga penggagas, pendiri, Sekolah Islam Terpadu mempertanyakan sejauhmana implementasi Profil Pelajar Pancasila sebagaimana tercantum dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 22 Tahun 2020 tentang Rencana Strategis Kemendikbud Tahun 2020-2024. Fahmy menyebutkan bahwa penerapan konsep Profil Pelajar Pancasila hanya ‘macan kertas’, karena realitanya sikap dan perilaku pelajar-pelajar kita, justeru bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila.
Fahmy mengingatkan bahwa ciri utama Profil Pelajar Pancasila yang paling mendasar sebelum ciri yang lainnya adalah beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia.
“Saya mengajak seluruh elemen bangsa, baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah, khususnya Kemendikbudristek, Kemenag, Kemenkes, para pemuka agama, para guru, hingga para orang tua untuk bersama-sama menjaga dan mencegah agar kasus serupa tidak terulang atau bahkan meluas ke kota lainnya,” bebernya.
Fahmy juga mengingatkan agar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tidak hanya fokus kepada pencegahan tindakan kekerasan seksual, tetapi membiarkan (abai) terhadap perilaku seks bebas yang dilakukan suka sama suka. Inilah yang sejak awal dikhawatirkan politisi PKS ini terkait implikasi UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU No. 12/2022).
Fahmy yang juga seorang da’i ini mengapresiasi Pengadilan Agama Kabupaten Ponorogo yang telah membuka kasus ini ke publik, sehingga menyadarkan berbagai pihak terkait untuk segera melakukan langkah-langkah strategis dan taktis dalam penanganan dan pencegahannya.
“Para pelajar merupakan generasi penerus bangsa yang harus dilindungi dari segala penyakit moral yang dapat menghancurkan masa depannya,” pungkasnya.