Turki dan Sudan menandatangani 6 perjanjian kerjasama di sejumlah bidang dan sektor. Perjanjian itu terealisasi pasca pertemuan tertutup antara Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dan Ketua Dewan Kedaulatan Sudan Abdel Fattah Al-Burhan di komplek kepresidenan Turki di Ankara, Kamis (12/08/21).
Presiden Erdogan menyampaikan: “Sudan sedang menuju pada fase perubahan dan transisi sejak tahun 2019. Kami menegaskan bahwa kami berada disamping Khartoum (ibukota Sudan) di fase transisi ini. Turki juga prihatin dengan ketegangan yang terjadi antara Sudan dan Ethiopia.”
Sementara itu Al-Burhan mengatakan bahwa: “Turki adalah negara pemimpin di kawasan. Di masa lalu dan masa yang akan datang Turki akan terus berada disamping Sudan.” Al-Burhan juga menyampaikan dukungan Turki secara politik dan ekonomi untuk Sudan di masa transisi.
Kedua negara sepakat untuk menandatangani nota kesepahaman kerjasama di bidang energi terbarukan dan efisiensi energi antara pemerintah kedua negara, selain nota kesepahaman kerja sama di bidang protokoler kementerian luar negeri dua negara.
Perjanjian kerjasama keuangan dan ekonomi juga ditandatangani antara Kementerian Keuangan dan ekonomi Turki dengan Kementerian Keuangan dan Perencanaan Ekonomi Republik Sudan. Disamping itu perjanjian kerjasama keuangan militer dan protokol pelaksanaan bantuan tunai juga ditandatangani antara pemerintah kedua negara.
Dibidang informatika,Turki dan Sudan melakukan perjanjian antara Anadolu Agency yang merupakan kantor berita resmi negara Turki dengan kantor Berita Sudan “SUNA” untuk memperbarui kerja sama di antara mereka.
Kerjasama antara Sudan dan Turki (yang dekat dengan gerakan Islam) dimasa transisi bisa sedikit menjadi angin segar bagi kelompok-kelompok Islam yang termarjinalkan di negara itu pasca tumbangnya pemerintahan Omar Al-Basyir tahun 2019. Pemerintahan Omar Basyir yang berkuasa selama 30 tahun (1989-2019) akhirnya tumbang setelah gagal memperbaiki krisis ekonomi yang ditandai dengan melonjaknya harga roti dan bahan bakar. Kelompok-kelompok perlawanan kemudian membentuk pemerintahan transisi yang diisi perwakilan kelompok sipil pro-demokrasi dan kelompok militer reformis. Presiden dijabat oleh Genderal Abdullah Fatah al-Burhan yang mewakili kelompok militer, sedangkan Perdana Menteri dijabat oleh Abdalla Hamdok yang merupakan perwakilan kelompok sipil pro-demokrasi.
Sumber: TRTarabi.