Di tengah meningkatnya tekanan internasional terhadap Israel atas krisis kelaparan yang semakin parah di Jalur Gaza, kunjungan utusan khusus AS untuk Timur Tengah Steve Witkoff ke Rafah di Jalur Gaza selatan terlihat seperti upaya yang diatur secara cermat untuk pencitraan ketimbang untuk mengatasi bencana.
Sejak awal, kunjungan tersebut lebih mirip pencitraan daripada kunjungan lapangan sungguhan, sebagaimana dideskripsikan oleh penulis dan analis politik Palestina, Wissam Afifa, yang memandang kunjungan singkat delegasi AS yang dipimpin oleh Witkoff dan duta besar AS di Tel Aviv, sebagai pertunjukan panggung belaka yang dimaksudkan untuk melengkapi narasi Amerika alih-alih mendekonstruksi realitas.
Gaza, katanya, tidak membutuhkan seseorang untuk menyampaikan gambaran kelaparan, melainkan seseorang untuk mengakui bahwa kelaparan adalah kebijakan sistematis dan disengaja yang dilakukan oleh Lembaga Kemanusiaan Gaza, yang telah berubah dari lembaga pendistribusian pangan menjadi alat perang dan alat untuk mengusir warga ke dalam penjara kematian.
Lembaga yang dipuji oleh Duta Besar AS Mike Huckabee yang katanya menyediakan satu juta makanan perhari, telah mengundang kritik pedas dari dunia internasional. Bahkan, Human Rights Watch mendokumentasikan bahwa bantuan-bantuan yang didistribusikan di titik-titik tertentu telah menjadi tempat penumpahan darah warga Gaza akibat tembakan-tembakan pasukan Israel.
Maka, ketidakpedulian Witkoff terhadap fakta-fakta ini selama kunjungannya bukanlah tindakan tiba-tiba, tetapi merupakan bagian dari narasi resmi yang mengabaikan akar tragedi lalu mencari narasi baru untuk sekedar mengelola krisis tanpa keinginan untuk mengatasinya secara nyata.
Menurut Dr. Muhannad Mustafa, pakar urusan Israel, sikap AS yang malah menuduh Hamas menjarah bantuan pangan merupakan agenda politisasi moral substantif yang mencoba mengalihkan isu dari tanggung jawab penjajah Israel atas bencana kelaparan di jalur Gaza dengan melemparkan tuduhan tak berdasar untuk mendelegitimasi faksi-faksi perlawanan Palestina.
Interpretasi ini diperkuat oleh fakta bahwa AS masih membangun narasi searah dengan mengandalkan satu lembaga kemanusiaan yang secara khusus didanai oleh Washington dan Tel Aviv untuk mendistribusikan bantuan, sementara organisasi PBB dan bantuan internasional sama sekali tidak dilibatkan dalam proses pendistribusian bantuan tersebut.
Sementara Washington sibuk memperbaiki citranya melalui pengiriman bantuan makanan, suara-suara kritis terus bermunculan dari dalam negeri Amerika dan Israel sendiri. Mereka menuduh Tel Aviv melakukan genosida di Gaza dan menggambarkan kebijakan sistematis yang menyebabkan bencana kelaparan di Gaza sebagai sebuah aib moral yang besar.
Novelis terkemuka Israel, David Grossman, yang kehilangan putranya dalam Perang Lebanon 2006 , mengungkapkan hal ini dengan jelas ketika ia berkata, “Apa yang terjadi di Gaza tidak dapat diterima oleh orang-orang yang pernah mengalami Holocaust.” Sementara itu, kaum Yahudi Amerika berdemonstrasi di New York untuk mengecam kebijakan yang sengaja membuat warga Gaza kelaparan. Mereka menegaskan bahwa kelaparan ini tidak dapat dibenarkan atas nama Yudaisme atau Israel.
Sumber: Al-Jazeera.