Amerika Serikat membuat sejarah dengan menunjuk hakim federal Muslim pertama, Zahid Quraishi, tapi menimbulkan emosi campur aduk dari komunitas Muslim.
Lulusan sekolah hukum Rutgers ini dinominasikan oleh Presiden Joe Biden dan disahkan oleh Senat pada hari Kamis dengan 81 suara setuju dan 16 suara menentang. Tapi pekerjaan Quraishi pada Immigration and Customs Enforcement (ICE) semacam Penegakan Imigrasi dan Bea Cukai selama pemerintahan Bush dan perannya dalam perang Irak telah menuai kritik.
Dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan pada bulan April, Council on American Islamic Relation (CAIR), sebuah kelompok advokasi hak-hak warga sipil, menyuarakan kepedulian mereka terhadap masalah profesionalitas Quraisi di masa lalu.
“CAIR tetap memperhatikan kurang jelasnya pengalaman kerja professional Hakim Quraishi di masa lalu dalam tugasnya di angkatan darat dalam menyediakan bantuan hukum para tahanan di Iraq selama masa penyalahgunaan wewenang militer AS dan masa jabatan Quraishi di ICE selama tahun terakhir kepeimpinan Bush,” kata Robert McCaw, direktur CAIR untuk masalah pemerintahan kepaada The Guardian.
“Baik Hakim Quraishi, Gedung Putih, ataupun Kongres tidak pernah membahas pengalaman kerja sebelumnya ini, juga tidak secara terbuka memeriksanya. CAIR tetap akan meminta Quraishi untuk mengklarifikasi pengalaman kerjanya ini, dan sementara itu kami berharap dia memenuhi kewajibannya sebagai seorang Hakim dengan menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia bagi semua rakyat AS termasuk kepada pemeluk Islam.”
Anak dari imigran Pakistan ini lahir di New York dan besar di New Jersey. Setelah lulus kuliah hukum, Quraishi ditugaskan dua kali di Irak pada tahun 2004 dan 2006. Disana dia menjadi Jaksa Militer dan meraih pangkat Kapten.
Selama bertugas di tentara AS, Quraishi juga menjabat sebagai penasihat hukum untuk operasi penahanan, posisi kontroversial yang belum ia klarifikasi secara terbuka. Quraishi bekerja untuk ICE selama pemerintahan Bush. Ini mengundang kemarahan aktivis sayap kiri dan organisasi Muslim. Asosiasi Pengacara Muslim Amerika mengatakan bahwa kelompok itu tetap prihatin atas kurangnya transparansi seputar keterlibatan Hakim Qurishi dengan tentara AS sebagai penasihat hukum untuk operasi penahanan di Irak dan dengan ICE. Kegagalan pemerintah untuk berkonsultasi dengan aktivis hukum utama di komunitas Muslim sebelum pencalonan Hakim Quraishi adalah kesempatan yang terlewatkan untuk membangun kepercayaan dan menemukan landasan bersama dalam mencalonkan seorang hakim Muslim yang dapat secara memadai dan tidak memihak dalam menangani masalah hukum yang mengganggu masyarakat yang kurang terwakili.”