Rezeki dalam Perspektif Bahasa
Dalam kajian Islam, kata rezeki (rizq) memiliki cakupan makna yang luas, tidak sekadar terbatas pada harta atau makanan. Para ahli bahasa Arab memberikan beberapa definisi yang menarik. Dalam Mu‘jam al-Ma‘āniy disebutkan:
الرِّزْقُ: ما يُنْتَفَعُ بِهِ مِنْ مَالٍ أَوْ زَرْعٍ أَوْ غَيْرِهِمَا. الرِّزْقُ: مَطَر. الرِّزْقُ: مَا يُدْفَعُ إِلَى الْجُنْدِيِّ فِي أَوَّلِ كُلِّ شَهْرٍ. الرِّزْقُ: «الرِّزْقُ الْحَسَنُ» : مَا يَصِلُ إِلَى صَاحِبِهِ مِنْ غَيْرِ تَعَبٍ فِي طَلَبِهِ
Artinya: “Rezeki adalah segala sesuatu yang bisa dimanfaatkan, baik berupa harta, tanaman, atau lainnya. Rezeki juga bermakna hujan. Rezeki berarti sesuatu yang diberikan kepada seorang tentara pada awal setiap bulan. Adapun ‘ar-rizqu al-hasan (rezeki yang baik) adalah apa yang sampai kepada pemiliknya tanpa susah payah dalam mencarinya.”
Dari definisi bahasa ini terlihat bahwa rezeki tidak melulu berupa harta yang disimpan di dalam dompet atau tabungan. Bahkan hujan pun disebut sebagai rezeki, karena menjadi sumber kehidupan bagi manusia, hewan, dan tumbuhan.
Hakikat Rezeki Menurut Ulama
Al-Qurthubi, salah seorang mufassir besar, menjelaskan makna rezeki dengan ungkapan yang lebih filosofis dan mendalam:
وَالرِّزْقُ حَقِيقَتُهُ مَا يَتَغَذَّى بِهِ الْحَيُّ وَيَكُونُ فِيهِ بَقَاءُ رُوحِهِ وَنَمَاءُ جَسَدِهِ
“Hakikat rezeki adalah sesuatu yang dengannya makhluk hidup dapat bertahan hidup, menjaga keberlangsungan ruhnya, dan menumbuhkan tubuhnya.” (Tafsir al-Qurthubi, 9/6)
Definisi ini memperluas pemahaman kita bahwa rezeki mencakup segala hal yang menopang kehidupan. Tidak hanya makanan yang kita konsumsi, tetapi juga kesehatan, udara yang kita hirup, bahkan ketenangan jiwa yang menjaga keberlangsungan hidup.
Luasnya Makna Rezeki dalam Kehidupan
Rezeki dalam Islam tidak terbatas pada urusan duniawi. Ia juga meliputi perkara ukhrawi yang agung. Umar bin Khattab Radhiyallahu ‘Anhu, misalnya, memandang mati syahid sebagai bagian dari rezeki yang ia dambakan. Doanya terkenal:
اللَّهُمَّ ارْزُقْنِي شَهَادَةً فِي سَبِيلِكَ، وَاجْعَلْ مَوْتِي فِي بَلَدِ رَسُولِكَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
“Ya Allah, rezekikanlah kepadaku mati syahid di jalan-Mu, dan jadikanlah kematianku di negeri Rasul-Mu.” (HR. Bukhari no. 1890)
Bahkan lahirnya seorang anak juga disebut sebagai rezeki. Rasulullah ﷺ mengajarkan doa ketika berhubungan suami-istri:
اللَّهُمَّ جَنِّبْنِي الشَّيْطَانَ وَجَنِّبِ الشَّيْطَانَ مَا رَزَقْتَنِي
“Ya Allah, jauhkanlah aku dari setan dan jauhkanlah setan dari apa yang Engkau rezekikan kepadaku.” (HR. Ibnu Majah no. 1919, shahih)
Hadis ini menunjukkan bahwa keturunan pun merupakan bagian dari rezeki yang Allah anugerahkan.
Kesimpulan
Dari tinjauan bahasa maupun penjelasan ulama, jelaslah bahwa rezeki dalam Islam memiliki makna yang amat luas. Ia mencakup semua yang bermanfaat bagi kehidupan jasmani maupun ruhani. Harta, makanan, hujan, kesehatan, keturunan, ilmu, bahkan mati syahid —semua itu termasuk rezeki.
Pemahaman ini penting agar seorang muslim tidak terjebak pada persepsi sempit bahwa rezeki hanyalah harta benda. Dengan cara pandang yang luas, seorang hamba akan lebih mampu bersyukur atas setiap nikmat kecil maupun besar yang Allah limpahkan.