Allah Ta’ala mengutus para nabi dan rasul kepada umat manusia untuk membimbing mereka menuju fitrahnya, yakni beragama tauhid. Mereka mengajak manusia untuk mengenal Allah Ta’ala dan mengajarkan kepada manusia bagaimana beribadah kepada-Nya dengan benar, serta membimbing mereka agar hidup sesuai dengan ajaran-Nya.
Namun, banyak di antara manusia yang menolak ajakan para nabi dan rasul Allah tersebut. Hal ini disebabkan karena mereka tidak mau beranjak dari ajaran yang tidak benar. Diantaranya adalah berkenaan dengan konsep ketuhanan yang mereka yakini. Ada perbedaan metode yang sangat mendasar antara Islam dan ghairul Islam dalam mengenal Allah Ta’ala.
Ghairul Islam (Metode Selain Islam)
Dalam rangka mengenal Tuhan, mereka lebih senang mengikuti hawa nafsunya sendiri. Pengenalan mereka kepada Allah Ta’ala hanya berlandaskan dugaan, sangkaan dan hawa nafsu. Yakni mengandalkan al-hawas (panca indera) dan al-aql (akal) yang sebenarnya sangat terbatas. Walhasil, pengenalan Allah dengan mengandalkan al-falsafah (filsafat) ini tidak akan mencapai hasil yang tepat.
Perhatikanlah bagaimana kejahilan sebagian dari Bani Israel, yang karena faham materialismenya, yakni mengandalkan al-hawas serta al-aql, mereka menjadi tidak mau beriman kepada Musa ‘alaihissalam.
وَإِذْ قُلْتُمْ يَا مُوسَى لَنْ نُؤْمِنَ لَكَ حَتَّى نَرَى اللَّهَ جَهْرَةً فَأَخَذَتْكُمُ الصَّاعِقَةُ وَأَنْتُمْ تَنْظُرُونَ
“Dan (ingatlah), ketika kamu berkata: ‘Hai Musa, kami tidak akan beriman kepadamu sebelum kami melihat Allah dengan terang’, karena itu kamu disambar halilintar, sedang kamu menyaksikannya.” (QS. Al-Baqarah, 2: 55)
Allah Ta’ala menegaskan, bahwa persangkaan yang mengandalkan al-hawas dan al-aql, sama sekali tidak akan dapat mengantarkan manusia kepada kebenaran. Dengan kata lain, ia bukanlah metode yang tepat untuk mencapai kebenaran mengenal Allah Ta’ala.
وَمَا يَتَّبِعُ أَكْثَرُهُمْ إِلَّا ظَنًّا إِنَّ الظَّنَّ لَا يُغْنِي مِنَ الْحَقِّ شَيْئًا إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ بِمَا يَفْعَلُونَ
“Dan kebanyakan mereka tidak mengikuti kecuali persangkaan saja. Sesungguhnya persangkaan itu tidak sedikitpun berguna untuk mencapai kebenaran. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka kerjakan.” (QS. Yunus, 10: 36)
Pengenalan Allah Ta’ala dengan mengandalkan al-hawas dan al-aql atau al-falsafah juga tidak akan mendatangkan keyakinan. Yang muncul justru at-taraddud (keragu-raguan), yang akan mengantarkan pada al-kufru (kekufuran). Tidaklah mengherankan jika metode seperti ini kemudian memunculkan pula manusia-manusia yang menolak sama sekali eksistensi Allah Ta’ala.
Metode Islam
Metode mengenal Allah Ta’ala yang islami adalah dengan cara menggunakan al-aql (akal) dan mengikuti al-fithrah (fitrah), memanfaatkan potensi as-sam’u (pendengaran) dan al-bashar (penglihatan) untuk memikirkan ayat-ayat al-qauliyah (firman Allah), memikirkan al-mu’jizah (mukjizat), serta ayat-ayat al-kauniyah (ciptaan Allah) yang tersebar di alam semesta yang meliputi ‘alamul jamadat (benda-benda mati), ‘alamul nabatat (tumbuh-tumbuhan), ‘alamul insani wal hayawanat (manusia dan hewan).
Allah Ta’ala menyebutkan di dalam Al-Qur’an kata-kata penyesalan orang-orang kafir yang tidak mau memikirkan ayat-ayat Allah Ta’ala, karena hal itulah yang menyebabkan mereka tersesat dari jalan-Nya,
وَقَالُوا لَوْ كُنَّا نَسْمَعُ أَوْ نَعْقِلُ مَا كُنَّا فِي أَصْحَابِ السَّعِيرِ
“Dan mereka berkata: ‘Sekiranya kami mendengarkan atau memikirkan (peringatan itu) niscaya tidaklah kami termasuk penghuni-penghuni neraka yang menyala-nyala’”. (QS. Al-Mulk, 67: 10)
Oleh karena itu Allah Ta’ala memerintahkan kepada manusia untuk memikirkan ayat-ayat-Nya yang tersebar di segenap penjuru semesta ini agar mereka mengenal-Nya,
قُلِ انْظُرُوا مَاذَا فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَا تُغْنِي الْآيَاتُ وَالنُّذُرُ عَنْ قَوْمٍ لَا يُؤْمِنُونَ
“Katakanlah: ‘Perhatikanlah apa yang ada di langit dan di bumi. tidaklah bermanfaat tanda kekuasaan Allah dan rasul-rasul yang memberi peringatan bagi orang-orang yang tidak beriman””. (QS. Yunus, 10: 101)
سَنُرِيهِمْ آيَاتِنَا فِي الآفَاقِ وَفِي أَنْفُسِهِمْ حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُ الْحَقُّ أَوَلَمْ يَكْفِ بِرَبِّكَ أَنَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ شَهِيدٌ
“Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) kami di segala wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa Al Quran itu adalah benar. Tiadakah cukup bahwa sesungguhnya Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu?” (QS. Al-Fushilat, 41: 53)
Allah Ta’ala menyebutkan, banyak diantara jin dan manusia yang akan terjerumus ke dalam nereka adalah disebabkan karena tidak mau menggunakan hati, mata, dan telinganya untuk memahami, melihat, dan mendengar ayat-ayat Allah,
وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِنَ الْجِنِّ وَالْإِنْسِ لَهُمْ قُلُوبٌ لَا يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لَا يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ آذَانٌ لَا يَسْمَعُونَ بِهَا أُولَئِكَ كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ أُولَئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ
“…dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. mereka Itulah orang-orang yang lalai.” (QS. Al-A’raf, 7: 179)
Metode pengenalan yang islami akan menjadikan manusia memiliki ma’rifatu nafsi (pengetahuan tentang kedudukan dirinya) dan musyahadatu wahdaniyatillah (menyaksikan bukti keesaan Allah); maka manusia akan semakin tunduk; islamul wajhi (menundukkan diri kepada Allah) seraya bersikap tashdiq (membenarkan) Allah Ta’ala.
إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَآيَاتٍ لِأُولِي الْأَلْبَابِ
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal..” (QS. Ali Imran, 3: 190)
الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَذَا بَاطِلًا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): ‘Ya Tuhan Kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau, maka peliharalah Kami dari siksa neraka.’” (QS. Ali Imran, 3: 191).