(Catatan Sirah Pra Kenabian)
Sekilas tentang Masa Remaja (586 – 591 M)
Saat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam berusia antara 15 – 20 tahun, beliau mengikuti perang Fijar, yakni perang yang terjadi antara kabilah Quraisy dan sekutu mereka dari Bani Kinanah melawan kabilah Qais dan ‘Ilan. Harb bin Umayyah terpilih menjadi komandan perang membawahi kabilah Quraisy dan Kinanah karena faktor usia dan kedudukannya. Perang pun meletus, pada permulaan siang hari, kemenangan berada di pihak kabilah Qais terhadap Kinanah namun pada pertengahan hari keadaan terbalik; justeru kemenangan berpihak pada Kinanah. Dinamakan “Perang Fijar” karena dinodainya kesucian asy-Syahrul Haram pada bulan tersebut. Dalam perang ini, Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam ikut serta dan membantu paman-pamannya menyediakan anak panah buat mereka.
Hilful Fudhul (591 M)
Pada saat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berumur 20 tahun, beliau mengikuti Hilful Fudhul, sebuah peristiwa perjanjian (kebulatan tekad/sumpah setia) untuk tidak membiarkan ada orang yang dizhalimi di Mekkah baik dia penduduk asli maupun pendatang, dan bila hal itu terjadi mereka akan bergerak menolongnya hingga orang yang terzalimi itu meraih haknya kembali.
Peristiwa ini terjadi pada bulan Dzul Qaidah di bulan haram. Hampir seluruh kabilah Quraisy berkumpul dan menghadirinya, mereka terdiri dari: Bani Hasyim, Bani al-Muththalib, Asad bin ‘Abdul ‘Uzza, Zahrah bin Kilaab dan Tiim bin Murrah. Mereka berkumpul di kediaman ‘Abdullah bin Jud’an at-Tiimy karena faktor usia dan kedudukannya.
Semangat perjanjian ini bertentangan dengan fanatisme Jahiliyyah yang digembar-gemborkan ketika itu. Penyebab terjadinya perjanjian tersebut terkait dengan peristiwa seorang laki-laki dari kabilah Zabiid datang yang datang ke Mekkah membawa barang dagangannya, kemudian barang tersebut dibeli oleh al-‘Ash bin Waa-il as-Sahmi akan tetapi dia tidak memperlakukannya sesuai dengan haknya.
Laki-laki tersebut meminta bantuan kepada sukutu-sekutu al-‘Ash namun mereka mengacuhkannya. Akhirnya, dia menaiki gunung Abi Qubais dan menyenandungkan sya’ir-sya’ir yang berisi kezhaliman yang tengah dialaminya seraya mengeraskan suaranya. Rupanya, az-Zubair bin ‘Abdul Muththalib mendengar hal itu dan bergerak menujunya lalu bertanya-tanya: “Kenapa orang ini diacuhkan?”. Tak berapa lama kemudian berkumpullah kabilah-kabilah yang telah menyetujui perjanjian Hilful Fudhul diatas, lantas mereka mendatangi al-‘Ash bin Waa-il dan mendesaknya agar mengembalikan hak orang tersebut, mereka berhasil setelah membuat suatu perjanjian.
Pada masa Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam telah diangkat menjadi Nabi dan Rasul, beliau pernah menceritakan peristiwa itu dengan sabdanya,
لَقَدْ شَهِدْتُ فِي دَارِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ جُدْعَانَ حِلْفًا مَا أُحِبُّ أَنَّ لِيَ بِهِ حُمْرَ النَّعَمِ ، وَلَوْ أُدْعَى بِهِ فِي الإِسْلامِ لأَجَبْتُ
“Aku menghadiri sebuah perjanjian di rumah Abdullah bin Jud’an. Tidaklah ada yang melebihi kecintaanku pada unta merah kecuali perjanjian ini. Andai aku diajak untuk menyepakati perjanjian ini di masa Islam, aku pun akan mendatanginya” (HR. Al Baihaqi dalam Sunan Al Kubra no 12110, dihasankan oleh Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah no.1900)
Menjadi Penggembala dan Berdagang
Untuk membantu memenuhi kebutuhan hidup, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bekerja menjadi seorang penggembala.
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: مَا بَعَثَ اللَّهُ نَبِيًّا إِلَّا رَعَى الْغَنَمَ. فَقَالَ أَصْحَابُهُ وَأَنْتَ فَقَالَ: نَعَمْ ,كُنْتُ أَرْعَاهَا عَلَى قَرَارِيطَ لِأَهْلِ مَكَّةَ.
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah Allah mengutus seorang nabi pun melainkan dirinya pasti pernah menggembala kambing”. Maka para sahabatnya bertanya: “Apakah engkau juga wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: “Ya, Aku pernah mengembala kambing milik seorang penduduk Mekah dengan upah beberapa qirath”. (HR. Bukhari)
Terhindar dari Kebiasaan Tidak Bermanfaat
Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam benar-benar telah dipersiapkan oleh Allah Ta’ala menjadi seorang rasul. Diantaranya adalah dengan penjagaan dan pencegahan dari-Nya, agar beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak terjerumus pada hal-hal yang tidak bermanfaat.
Ibnu al-Atsir meriwayatkan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Aku hanya dua kali pernah berkeinginan untuk melakukan apa yang pernah dilakukan oleh ahli Jahiliyyah, namun semua itu dihalangi oleh Allah sehingga aku tidak melakukannya, kemudian aku berkeinginan lagi untuk melakukannya hingga Dia Ta’ala memuliakanku dengan risalahNya. Suatu malam aku pernah berkata kepada seorang anak yang menggembala kambing bersamaku di puncak Mekkah, “Maukah kamu mengawasi kambingku sementara aku akan memasuki Mekkah dan bergadang ria seperti yang dilakukan oleh para pemuda tersebut?”. Dia menjawab: “Ya, boleh!”. Lantas aku pergi hingga saat berada di sisi rumah yang posisinya paling pertama dari Mekkah, aku mendengar suara alunan musik (tabuhan rebana), lalu aku bertanya: ‘Apa gerangan ini?’ Mereka menjawab: ‘Prosesi pernikahan si fulan dengan si fulanah!’ Kemudian aku duduk-duduk untuk mendengarkan, namun Allah melarangku untuk mendengarkannya dan membuatku tertidur. Dan tidurku amat lelap sehingga hampir tidak terjaga bila saja terik panas matahari tidak menyadarkanku. Akhirnya, aku kembali menemui temanku yang langsung bertanya kepadaku tentang apa yang aku alami dan akupun memberitahukannya. Kemudian, aku berkata pada suatu malam yang lain seperti itu juga; aku memasuki Mekkah namun aku mengalami hal yang sama seperti malam sebelumnya; lantas aku bertekad, untuk tidak akan berkeinginan jelek sedikitpun”.
Menikah
Ketika berusia dua puluh lima tahun, beliau pergi berdagang ke negeri Syam dengan modal yang diperoleh dari Khadijah radhiallâhu ‘anha . Ibnu Ishaq berkata: “Khadijah binti Khuwailid adalah salah seorang wanita pedagang yang memiliki banyak harta dan bernasab baik. Dia menyewa banyak kaum lelaki untuk memperdagangkan hartanya dengan sistem bagi hasil. Kabilah Quraisy dikenal sebagai pedagang handal, maka tatkala sampai ke telinganya perihal kejujuran bicara, amanah dan akhlaq Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam yang mulia, dia mengutus seseorang untuk menemuinya dan menawarkannya untuk memperdagangkan harta miliknya ke negeri Syam. Dia menyerahkan kepada beliau barang dagangan yang istimewa yang tidak pernah dipercayakannya kepada pedagang-pedagang yang lainnya. Beliau juga didampingi oleh seorang pembantunya bernama Maisarah. Beliau menerima tawaran tersebut dan berangkat dengan barang-barang dagangannya bersama pembantunya tersebut hingga sampai ke Syam.”
Ketika beliau pulang ke Mekkah dan Khadijah melihat betapa amanahnya beliau terhadap harta yang diserahkan kepadanya begitu juga dengan keberkahan dari hasil perdagangan yang belum pernah didapatinya sebelum itu, ditambah lagi informasi dari Maisarah, pembantunya tentang budi pekerti beliau, kejeniusan, kejujuran dan keamanahannya; maka dia seakan menemukan apa yang dicarinya selama ini (calon pendamping idaman-red) padahal banyak kaum laki-laki bangsawan dan pemuka yang sangat berkeinginan untuk menikahinya namun semuanya dia tolak.
Akhirnya dia menceritakan keinginan hatinya kepada teman wanitanya, Nafisah binti Munayyah yang kemudian bergegas menemui beliau shallallahu ‘alaihi wasallam dan meminta kesediaannya untuk menikahi Khadijah. Beliau pun menyetujuinya dan menceritakan hal tersebut kepada paman-pamannya. Kemudian mereka mendatangi paman Khadijah untuk melamar keponakannya.
Maka pernikahan pun berlangsung setelah itu dan ‘aqad tersebut dihadiri oleh Bani Hasyim dan para pemimpin Mudhar. Pernikahan tersebut berlangsung dua bulan setelah kepulangan beliau dari negeri Syam. Beliau memberikan mahar berupa dua puluh ekor onta muda sedangkan Khadijah ketika itu sudah berusia empat puluh tahun. Dia adalah wanita kabilahnya yang paling terhormat nasabnya, paling banyak hartanya dan paling brilian otaknya. Dialah wanita pertama yang dinikahi oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dimana beliau tidak menikah lagi dengan wanita selainnya hingga dia wafat.
Semua putra-putri beliau shallallahu ‘alaihi wasallam lahir dari rahim Khadijah kecuali putranya, Ibrahim. Putra-putri beliau tersebut adalah: 1). al-Qasim (dimana beliau dijuluki dengannya). 2). Zainab. 3). Ruqayyah. 4). Ummu Kultsum. 5). Fathimah. 6). ‘Abdullah (julukannya adalah ath-Thayyib dan ath-Thaahir).
Semua putra beliau meninggal ketika masih kecil sedangkan putri-putri beliau semuanya hidup pada masa Islam, menganutnya dan juga ikut berhijrah namun semuanya meninggal dunia semasa beliau shallallahu ‘alaihi wasallam masih hidup kecuali Fathimah radhiallâhu ‘anha yang meninggal enam bulan setelah beliau wafat.
Perbaikan Ka’bah
Pada usia Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ke 35, terjadi peristiwa penting yaitu robohnya Ka’bah disebabkan hantaman banjir. Saat itu orang-orang Quraisy bahu membahu mengadakan perbaikan. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun turut serta dalam perbaikan tersebut.
Sempat terjadi perselisihan antar suku Quraisy berkenaan dengan peletakan kembali Hajar Aswad, masing-masing pihak merasa berhak mendapat kehormatan untuk meletakkanya ke tempat semula. Atas usul Walid bin Mughirah—ada juga yang mengatakan Huzaifah bin Mughirah—ketentuan peletakan disepakati akan diserahkan kepada orang yang esoknya pertama kali datang ke Masjidil Haram melalui pintu Bani Syaibah.
Ternyata Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang pertama datang, maka beliau kemudian memberikan solusi cerdas. Hajar Aswad beliau simpan di atas hamparan kain, kemudian diangkat bersama-sama oleh seluruh kabilah.
Pribadi yang Peduli pada Sesama
Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dikenal oleh masyarakat Makkah sebagai orang yang peduli pada sesama; selalu membantu fakir miskin, menolong orang yang kesusahan, membela orang yang terzalimi.
Hal ini terungkap dari ucapan Khadijah radhiyallahu ‘anha pada saat menenangkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dari ketakutannya ketika pertama kali mendapatkan wahyu dari Allah Ta’ala,
وَاللَّهِ مَا يُخْزِيكَ اللَّهُ أَبَدًا ، إِنَّكَ لَتَصِلُ الرَّحِمَ ، وَتَحْمِلُ الْكَلَّ ، وَتَكْسِبُ الْمَعْدُومَ ، وَتَقْرِى الضَّيْفَ ، وَتُعِينُ عَلَى نَوَائِبِ الْحَقِّ .
“Jangan takut, demi Allah, Tuhan tidak akan membinasakan engkau. Engkau selalu menyambung tali persaudaraan, membantu orang yang sengsara, mengusahakan barang keperluan bagi yang tidak berada, memuliakan tamu, menolong orang yang kesusahan karena menegakkan kebenaran.”
Ibrah:
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah pribadi yang dipersiapkan menjadi Nabi dan Rasul dengan ta’dib rabbani (pendidikan dari Allah Ta’ala langsung). Ibrahnya, hendaknya kita selalu berada dalam kondisi mempersiapkan diri dengan tarbiyah Islamiyah—terlebih lagi jika kita memiliki cita-cita luhur untuk memperjuangkan kalimat Allah Ta’ala.
Diantara aktivis tarbiyah yang harus kita lakukan adalah:
- Tarbiyah askariyah, yaitu membina kekuatan fisik dan keterampilan bela diri dan senjata.
- Tarbiyah siyasiyah, yaitu menumbuhkan kepedulian terhadap problematika sosial kemasyarakatan serta berupaya menjadi pribadi yang siap memberikan solusi.
- Tarbiyah iqtishadiyah, yaitu meningkatkan pengetahuan dan keterampilan sehingga mampu berpenghasilan.
- Tarbiyah khuluqiyah, yaitu membina sikap dan moralitas sehingga memiliki integritas diri.
- Tarbiyah maidaniyah, yaitu membekali diri dengan pengetahuan tentang situasi dan kondisi masyarakat meliputi pengenalan wilayah, adat, kebiasaan, kehidupan sosial, dan lain-lain.
Ringkasnya, sebagai seorang muslim dan khususnya sebagai da’i, penting bagi kita untuk memiliki tamayyuz (keistimewaan).
Wallahu A’lam….
1 comment
Article writing is also a fun, if you know after that you can write or else it is difficult
to write.