Di pembahasan dakwah jahriyah (Bag. 2), kita sudah mengetahui bahwa telah terjadi hijrah ke Habasyah yang pertama, yang dilakukan oleh sekitar 15 orang sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Setelah sekitar 3 bulan tinggal di Habasyah, sebagian mereka kembali lagi ke Makkah karena mendengar kabar ada sikap melunak dari kaum musyrikin terhadap kaum muslimin. Namun berita tersebut ternyata dusta. Bahkan terjadi tekanan yang lebih keras dari mereka kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berupa pemboikotan.
Karena tekanan musyrikin Quraisy semakin keras, maka sekitar 80 orang muslimin melakukan hijrah ke Habasyah. Hal ini membangkitkan kemarahan suku Quraisy, dan mendorongnya untuk berfikir tentang hijrah itu, serta menganggapnya sebagai bahaya besar. Hal ini karena hijrah itu akan menjadi sebab dikenalnya Islam di Habasyah, dan menjadi kesempatan mereka mempersiapkan diri untuk mengembalikan kekuatannya mendukung dan membela Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka yakin bahwa ini bukan sekedar hijrah untuk menyelamatkan diri, akan tetapi hijrah untuk menguatkan dan menyiapkan kaum muslimin.
Maka mereka berkumpul dan menyepakati pengiriman Amr bin Ash dan Abdullah bin Abi Rabi’ah, bersama dengan membawa hadiah kepada Najasyi dan orang-orang di sekitarnya.
Keduanya berangkat. Setelah sampai di Habasyah kedunya membawa hadiah khsusus untuk Najasyi dan hadiah untuk orang-orang di sekelilingnya. Keduanya berkata kepada meraka,
إِنّ نَاساً مِنْ سُفَهَائِنَا فَارَقُوا دِيْنَ قَوْمِهِمْ ، وَلَمْ يَدْخُلُوْا فِي دِيْنِ الْمَلِكِ ، وَجَاءُوا بِدِيْنٍ مُبْتَدِعٍ ، لاَ نَعْرِفُهُ نَحْنُ وَلاَ أنْتُمْ ، وَقَدْ أَرْسَلْنَا أشْرَافَ قَوْمِهِمْ إِلَى الْمُلْكِ لِيَرُدَّهُمْ ، فَإِذَا رَجَوْنَا الْمَلِكَ فِي ذَلِكَ فَأشِيْرُوْا عَلَيْهِ بِأنْ يُرْسِلَهُمْ مَعَنَا
“Sesungguhnya ada beberapa orang bodoh dari bangsa kami yang meninggalkan agama kaumnya dan tidak memeluk agama tuan raja. Mereka datang dengan agama baru, yang kita dan kalian semua tidak mengenalnya. Dan sesunggunya para pembesar kaumnya telah mengutus kami kepada tuan raja untuk meminta pemulangan mereka, maka kami memohon hal ini kepada tuan raja agar mengirimkan mereka pulang bersama kami.”
Sikap Najasyi
Para pembantu Najasyi mengusulkan kepadanya agar menyerahkan kaum muslimin kepada Amr bin Ash dan Abdullah bin Abi Rabi’ah. Maka Najasyi marah dan mengatakan,
لاَ وَاللهِ لاَ أسَلِّمُ قَوْماً جَاوَرُوْنِي وَنَزَلُوْا بِبِلاَدِي وَاخْتَارُوْنِي عَلَى مَنْ سِوَايَ ، حَتَّى أَدْعُوَهُمْ فَأَسْألُهُمْ عَمَّا يَقُوْلُ هَذَا فَإِنَّ كَانَا صَادِقِيْنَ سَلَّمْتَهُمْ إِلَيْهِمَا، وَإِنْ كَانَ الرِّجَالُ عَلَى غَيْرِ مَا يَقُوْلُ هَذَا مَنَعْتهم وأحْسَنْتُ جِوَارَهُمْ
“Demi Allah, saya tidak akan menyerahkan kaum yang meminta perlindungan kepadaku, tinggal di negeriku dan memilih kami dari pada yang lainnya, sehingga kami panggil mereka dan kami tanyakan tentang apa yang dikatakan kedua orang ini. Jika betul kedua orang ini maka akan saya serahkan kepada mereka, dan jika mereka itu tidak seperti yang keduanya katakan, maka saya tidak akan menyerahkannya dan akan saya lindungi dengan baik.”
Kemudian Najasi mengutus seseorang untuk menghadirkan para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam itu. Setelah dipanggil dan hadir di hadapan Najasi, mereka ditanya,
مَا هَذَا الدِّينُ الَّذِي قَدْ فَارَقْتُمْ فِيهِ قَوْمَكُمْ ، وَلَمْ تَدْخُلُوا بِهِ فِي دِينِي ، وَلَا فِي دِينِ أَحَدٍ مِنْ هَذِهِ الْمِلَلِ ؟
“Agama apakah yang telah membuat kalian meninggalkan kaum kalian, juga tidak membuat kalian masuk ke dalam agamaku, atau ke dalam agama orang pengikut berbagai kepercayaan?”
Ja’far Bin Abu Thalib Menjelaskan Tentang Islam
أَيُّهَا الْمَلِكُ كُنَّا قَوْمًا أَهْلَ جَاهِلِيَّةٍ نَعْبُدُ الْأَصْنَامَ وَنَأْكُلُ الْمَيْتَةَ وَنَأْتِي الْفَوَاحِشَ وَنَقْطَعُ الْأَرْحَامَ وَنُسِيءُ الْجِوَارَ يَأْكُلُ الْقَوِيُّ مِنَّا الضَّعِيفَ فَكُنَّا عَلَى ذَلِكَ حَتَّى بَعَثَ اللَّهُ إِلَيْنَا رَسُولًا مِنَّا نَعْرِفُ نَسَبَهُ وَصِدْقَهُ وَأَمَانَتَهُ وَعَفَافَهُ فَدَعَانَا إِلَى اللَّهِ لِنُوَحِّدَهُ وَنَعْبُدَهُ وَنَخْلَعَ مَا كُنَّا نَعْبُدُ نَحْنُ وَآبَاؤُنَا مِنْ دُونِهِ مِنْ الْحِجَارَةِ وَالْأَوْثَانِ وَأَمَرَنَا بِصِدْقِ الْحَدِيثِ وَأَدَاءِ الْأَمَانَةِ وَصِلَةِ الرَّحِمِ وَحُسْنِ الْجِوَارِ وَالْكَفِّ عَنْ الْمَحَارِمِ وَالدِّمَاءِ وَنَهَانَا عَنْ الْفَوَاحِشِ وَقَوْلِ الزُّورِ وَأَكْلِ مَالَ الْيَتِيمِ وَقَذْفِ الْمُحْصَنَةِ وَأَمَرَنَا أَنْ نَعْبُدَ اللَّهَ وَحْدَهُ لَا نُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا وَأَمَرَنَا بِالصَّلَاةِ وَالزَّكَاةِ وَالصِّيَامِ قَالَ فَعَدَّدَ عَلَيْهِ أُمُورَ الْإِسْلَامِ فَصَدَّقْنَاهُ وَآمَنَّا بِهِ وَاتَّبَعْنَاهُ عَلَى مَا جَاءَ بِهِ فَعَبَدْنَا اللَّهَ وَحْدَهُ فَلَمْ نُشْرِكْ بِهِ شَيْئًا وَحَرَّمْنَا مَا حَرَّمَ عَلَيْنَا وَأَحْلَلْنَا مَا أَحَلَّ لَنَا فَعَدَا عَلَيْنَا قَوْمُنَا فَعَذَّبُونَا وَفَتَنُونَا عَنْ دِينِنَا لِيَرُدُّونَا إِلَى عِبَادَةِ الْأَوْثَانِ مِنْ عِبَادَةِ اللَّهِ وَأَنْ نَسْتَحِلَّ مَا كُنَّا نَسْتَحِلُّ مِنْ الْخَبَائِثِ فَلَمَّا قَهَرُونَا وَظَلَمُونَا وَشَقُّوا عَلَيْنَا وَحَالُوا بَيْنَنَا وَبَيْنَ دِينِنَا خَرَجْنَا إِلَى بَلَدِكَ وَاخْتَرْنَاكَ عَلَى مَنْ سِوَاكَ وَرَغِبْنَا فِي جِوَارِكَ وَرَجَوْنَا أَنْ لَا نُظْلَمَ عِنْدَك أَيُّهَا الْمَلِكُ
“Wahai raja, kami dulu adalah kaum Jahiliyyah menyembah berhala-berhala, memakan bangkai, berbuat perbuatan keji, memutus silaturrahmi, berbuat buruk kepada tetangga, yang kuat dari kami memakan yang lemah. Kami berada dalam kondisi itu hingga Allah utus kepada kami Rasul dari kami yang kami kenal nasabnya (garis keturunannya), kejujurannya, sikap amanah dan iffah pada dirinya. Beliau mengajak kami untuk untuk beribadah hanya kepada Allah dan melepaskan sesembahan yang disembah oleh kami dan ayah-ayah kami berupa batu dan berhala-berhala. Beliau memerintahkan kami untuk jujur dalam menyampaikan berita, menunaikan amanah, menyambung silaturrahmi, berbuat baik kepada tetangga, menahan diri dari hal yang diharamkan dan menjaga darah (orang lain). Beliau melarang kami dari perbuatan keji, ucapan palsu, memakan harta anak yatim, menuduh wanita yang baik berbuat zina. Beliau memerintahkan kami untuk menyembah Allah semata tidak mensekutukanNya dengan suatu apapun. Beliau memerintahkan kepada kami untuk shalat, zakat, shaum (puasa) –kemudian beliau menyebutkan perintah-perintah Nabi yang lain- selanjutnya Ja’far berkata maka kami membenarkannya, beriman kepadanya, dan mengikutinya. Maka kami beribadah hanya kepada Allah tidak berbuat syirik sedikitpun. Kami mengharamkan yang diharamkan kepada kami dan kami menghalalkan yang dihalalkan kepada kami. Maka dengan itu kaum kami memusuhi kami, menyiksa dan memfitnah kami dari Dien kami agar kami kembali menyembah berhala-berhala selain Allah, kembali menghalalkan yang sebelumnya kami halalkan berupa keburukan-keburukan. Ketika kaum kami itu memaksa dan mendzhalimi kami hingga berat itu kami rasakan, mereka mencegah kami dari Dien kami, maka kami keluar menuju negeri anda. Kami memilih Anda bukan yang lain kami ingin berada dekat dengan Anda. Kami berharap tidak didzhalimi ketika berada di sisi (dekat) Anda wahai raja.” (H.R Ahmad)
Lalu Najasyi bertanya, “Apakah ada padamu sebagian yang dibawakan oleh Nabimu dari Allah yang dapat kamu bacakan kepadaku?”
Kemudian Ja’far membacakan surah Maryam dari awal surah sampai pada ayat 31,
فَأَشَارَتْ إِلَيْهِ قَالُوا كَيْفَ نُكَلِّمُ مَنْ كَانَ فِي الْمَهْدِ صَبِيًّا قَالَ إِنِّي عَبْدُ اللَّهِ آتَانِيَ الْكِتَابَ وَجَعَلَنِي نَبِيًّا وَجَعَلَنِي مُبَارَكًا أَيْنَ مَا كُنْتُ
“Maka Maryam menunjuk kepada anaknya. Mereka berkata: ‘Bagaimana kami akan berbicara dengan anak kecil yang masih di dalam ayunan?’ Berkata Isa: ‘Sesungguhnya aku ini hamba Allah, Dia memberiku Al Kitab (Injil) dan Dia menjadikan aku seorang nabi, dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkati di mana saja aku berada, dan Dia memerintahkan kepadaku (mendirikan) shalat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup.” (QS. Maryam: 29 – 31)
Ketika Najasyi mendengar Al-Qur’an itu ia berkata, “Sesungguhnya yang ini dan yang dibawa Isa adalah keluar dari sumber yang sama.” Kemudian ia berkata kepada kedua utusan Quraisy, “Pulanglah kalian berdua, kami tidak akan serahkan mereka kepada kalian berdua.”
Usaha Lain untuk Memulangkan Kaum Muhajirin
Keesokan harinya Ibnul-Ash mendatangi kembali Najasyi dan mengatakan kepadanya, “Sesungguhnya kaum muslimin ini, mengatakan tentang Isa dengan perkataan yang berbahaya”
Nasjasyi memanggil mereka dan menanyakan kepada mereka tentang perkataan mereka terhadap Nabi Isa.
Ja’far menjawab, “Isa adalah abdullah (hamba Allah), rasul-Nya, dan kalimat yang diberikan kepada Maryam yang suci”
Najasyi lalu memungut sebatang ranting pohon dan tanah. Ia kcmudian berujar, “Demi Allah, apa yang kamu ungkapkan itu tidak melangkahi isa bin Maryam meski seukuran ranting ini.”
Hijrah ini mendatangkan keuntungan yang besar. Kegagalan kaum kafir memulangkan kaum muslimin dari Habasyah menjadi jalan terungkapnya kebatilan dan kebodohan paganisme, serta menjadi jalan untuk mengungkapkan prisnsip-prisnip Islam yang toleran dan ajarannya yang bermanfaat.
Peristiwa ini juga berdampak pada tersebarnya ketakutan di Mekah, membuat tokoh-tokohnya bimbang dan tidak tahu apa lagi yang bisa mereka lakukan. Mereka merasa bahwa kendali telah lepas dari tangannya, dan mereka yang berlindung di Habasyah akan menjadi duta tentang kebaikan Islam, menjadi kekuatan dan penopang utamanya.
Pelajaran Berharga
- Kekufuran memiliki tradisi yang sama dalam membendung dakwah Islam–di mana dan kapan saja–mereka selalu berupaya menekan, mengusir, dan menjelek-jelekkan dakwah dan para pengikutnya.
- Kebijakan dan keadilan Najasyi perlu diteladani. Ia tidak tergesa-gesa mengambil keputusan sebelum mendapatkan informasi yang utuh tentang apa yang akan diputuskannya. Ia memanggil dahulu kaum muslimin untuk didengar ucapannya sebagaimana ia mendengar aduan kaum Quraisy. Terungkap pula kebersihan Najasyi dari sikap penolakannya terhadap hadiah yang diberikan kaum Quraisy.
- Penjelasan Ja’far bin Abi Thalib di hadapan Najasi menunjukkan kecerdasan, kedalaman dan pemahamannya terhadap agama, risalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, serta kepiawaiannya dalam memaparkan masalah, sehingga ia mampu menjelaskan situasai bangsa Arab dalam beberapa kalimat sederhana saja sebelum memaparkan Islam. Ia mampu menyebutkan sisi kerusakan yang ditimbulkan baik dalam bidang politik, militer, akhlak, sosial maupun keimanan. Kemudian ia menjelaskan sistem perbaikan yang Islami yang memiliki kesempurnaan, baik dalam bidang aqidah, ibadah, akhlaq, dan sosial.
- Sumber agama samawi adalah satu, meskipun risalah terdahulu telah mengalami penyimpangan.
- Kaum muslimin wajib mempersiapkan kader, juru dakwah, diplomat yang mampu memaparkan masalah dengan baik, serta menangkis syubuhat musuhnya seperti yang dilakukan oleh Ja’far bin Abu Thalib
- Allah Ta’ala selalu menolong agama-Nya meskipun makar kafirin datang bertubi-tubi.
Allah Ta’ala berfirman, “Jika kamu bersabar dan bertakwa, niscaya tipu daya mereka sedikitpun tidak mendatangkan kemudharatan kepadamu. Sesungguhnya Allah mengetahui segala apa yang mereka kerjakan.” (Q.S. Ali Imran: 120)