Oleh: KH. Hilmi Aminuddin
Ikhwan dan akhwat fillah rahimakumullah…
Situasi dan kondisi kita sekarang ini, secara nasional, kita masih saja belum berhasil mengentaskan masyarakat dari krisis multidimensi. Kita juga masih mendapat ujian-ujian berupa aneka ragam musibah yang berturut-turut. Tapi kita sebagai kader dakwah, sebagai kader umat, tentu melihat setiap ujian sebagai peluang. Itu merupakan kesempatan untuk membina diri, menggembleng diri, meningkatkan kualitas diri.
Sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Anbiyaa ayat 35,
وَنَبْلُوكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً
“Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya).”
Dan kalian Kami uji dengan kesulitan dan dengan kemudahan sebagai batu ujian untuk menguji kehandalan umat ini, kehandalan kader-kader dakwah ini.
Kalau dilihat dari sisi ayat ini, katakanlah bencana pada suatu daerah, pada suatu kaum, sebetulnya tidak semata ujian bagi entitas bangsa ini sendiri. Sebetulnya itu juga menggugah, mengingatkan bahkan menuntut entitas masyarakat yang lain yang tidak kena musibah untuk sadar, bahwa sebetulnya dia sedang diuji dengan khair (kebaikan).
Jadi setiap ujian yang berupa syarr (keburukan) itu mempunyai dua sisi. Kepada yang tertimpa musibah, mereka memang ditimpa oleh kesulitan, kenestapaan, terasa sebagai bencana. Tapi di pihak lain, bagi yang tidak terkena bencana, dia sebetulnya sedang diuji dengan wa nabluukum bil khair. Sejauh mana dia sadar akan kebaikan-kebaikan yang diterimanya dari Allah. Kemudian kesadarannya itu merefleksikan rasa tanggung jawab, empati, dan membangkitkan rasa kemanusiaan, rasa ukhuwah islamiyah, untuk bersegera menolong, menyantuni, mengentaskan penderitaan saudara-saudara kita yang mendapatkan al-bala’ bisy-syarr, ujian/cobaan dengan keburukan.
Jadi kalau kita melihat ada sekelompok entitas umat atau bangsa atau manusia mendapatkan al-bala’ bisy-syarr, secara otomatis kita harus tersadar bahwa kita sedang diuji dengan al-bala’ bil-khair. Dan sejauh mana kita refleksikan tanggung jawab kita, rasa ukhuwah kita untuk menunaikan kewajiban kita agar kita lulus dari balaa-an hasanan, ujian kebaikan. Agar kita lulus dari bala bil-khair. Sebab, baik bisy-syar atau bil-khair, dua-duanya fitnah (ujian/cobaan).
Yang kena musibah umumnya lulus, tabah, tawakkal, terlihat tangguh, bersabar. Tapi yang mendapatkan ujian khair, mendapat ujian hasanah, lulus atau tidaknya harus dilihat dari sejauh mana ujian kebaikan itu membangkitkan kesadaran, membangkitkan rasa tanggung jawab, membangkitkan kepedulian, membangkitkan rasa kemanusiaan dan rasa ukhuwahnya.
Kalau dilihat dari sisi ini, maka memikul tanggung jawab kepemimpinan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara bagi kader-kader dakwah, adalah merupakan keniscayaan yang harus kita raih. Karena itu adalah bagian dari tanggung jawab dakwah kita, tanggung jawab keumatan kita, tanggung jawab kemanusiaan kita; untuk mengentaskan persoalan umat ini, bangsa ini, kemanusiaan ini dari tekanan-tekanan kezaliman. [ ]