Ikhwan dan akhowat fillah rahimakumullah…
Al-Quran mempunyai konsepsi yang begitu indah tentang bagaimana potensi ini mesti ditampilkan dalam kerja dan kinerja, yang digambarkan dalam kalimat-Nya,
أَلَمْ تَرَ كَيْفَ ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا كَلِمَةً طَيِّبَةً كَشَجَرَةٍ طَيِّبَةٍ أَصْلُهَا ثَابِتٌ وَفَرْعُهَا فِي السَّمَاءِ ﴿ابراهيم: ٢٤
“Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit.” (QS. Ibrahim: 24)
Islam sebagai konsepsi harus ditampilkan dalam bentuk kinerja seperti pohon. Yang akarnya kokoh terhunjam ke bumi (أَصْلُهَا ثَابِتٌ), ia membumi—jangan seperti pohon bio ponik yang akarnya tergantung—dan dahan-dahannya menjulang rindang ke langit (وَفَرْعُهَا فِي السَّمَاءِ), mengayomi siapapun yang berteduh di bawahnya.
تُؤْتِي أُكُلَهَا كُلَّ حِينٍ بِإِذْنِ رَبِّهَا ۗ وَيَضْرِبُ اللَّهُ الْأَمْثَالَ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ ﴿ابراهيم: ٢٥
“Pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat.” (QS. Ibrahim: 25)
(تُؤْتِي أُكُلَهَا) bukan (تُؤْتِي حَمَلَتُهَا), Allah langsung menyebut pada penikmatan dari buahnya, bukan buahnya itu sendiri. Dapat dinikmati setiap saat baik rindangnya, buahnya, baik musim pemilu maupun tidak, ada gempa atau tidak, ada musibah atau tidak.
Kalau kita menampilkan kebaikan sebagai da’i dan da’iyat, sebagai syajaroh thoyyibah, kalau bumi Indonesia menghijau dipenuhi syajaroh thoyyibah, selalu panen dengan ukulaha (buahnya), nanti Indonesia akan menjadi baldatun thoyyibah. Tidak mungkin Indonesia menjadi baldatun thoyyibah kalau syajaroh thoyyibah tidak kita kembangkan. Menjelaskan visi seperti ini tidak ada aspek amninya. Saya sering ditanya tentang pandangan kenegaraan ke depan, saya jelaskan dan tidak ada yang menolak.
Ikhwan dan akhowat fillah rahimakumullah…
Dalam pergaulan di masyarakat harus ditumbuhkan rasa peduli, rasa empati, dalam konteks kepedulian sosial, bukan hanya kepedulian tapi juga rasa tanggungjawab kepada masyarakat, selalu merasa ingin terlibat. Kalau dalam materi fiqh da’wah ada materi bina’ul ‘alaqot al ijtima’iyyah, ada tiga hal dalam membina komunikasi sosial dalam masyarakat, mulai dari ri’ayah masholih al-’ijtima’iyyah, kita memperhatikan kepentingan masyarakat seperti kesehatan dan kebersihan. Yang dituntut ada kinerja dan performa, contoh: hadits Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam yang berbunyi, tabassumuka liwajhi akhika shodaqoh (تبسمك لوجه اخيك صدق). Haditsnya tidak hanya dibaca, tapi juga harus ditampilkan dalam bentuk senyum, keramahan, dan kesantunan. Sebaliknya salah bila kita membaca hadits itu tapi tidak ditampilkan dalam performa wajah kita yang tersenyum, malah bermuram durja.
Mereka yang bisa menikmati bacaan Qur’an dan hadits nabi dengan khusu’ dan tadarru’ itu sedikit, tapi bila kita tampilkan dalam kinerja dan performa yang bermanfaat bagi masyarakat maka semua orang bisa menikmatinya. Allahu Akbar!
Kalau di masyarakat mungkin masih jarang yang bisa menikmati tasmi’ul hadits (mendengar hadits), apalagi membaca hadits dengan sanadnya yang panjang, tambah kesel mereka. Tapi kalau kita bisa menampilkannya, maka insya Allah tingkat resistensi terhadap gerakan dakwah kita akan berkurang. Orang semakin mendekat, semakin ingin mengenal, semakin yaltafuna haulana, berputar di sekitar kita.
Jadi itulah cara membangun agar ikhwan wa akhowat fillah rahimakumullah tampil menjadi negarawan dan negarawati di semua level. Sekali lagi, kredibilitas moral dan kredibilitas kepedulian sosial adalah modal dasar yang tidak banyak dimiliki oleh orang lain. Tapi jangan terhenti di situ karena kita mau menuju mihwar daulah.
Di sini pentingnya musyarokah kita pertahankan, karena kita mempunyai ruang bebas untuk bergerak, ada mizholah siyasiyah bagi perjuangan dakwah kita, untuk menampilkan, mengaktualisasikan nilai-nilai Islam melalui performa, melalui kinerja.
Ikhwan dan akhowat fillah rahimakumullah…
Saudara-saudara kita di Turki, negara sekuler ortodok, biangnya sekuler saja seperti Amerika dan Eropa kalah oleh Turki (sisi kesekulerannya—red.); tapi di tengah kondisi seperti itu mereka memilih untuk menampilkan Islam dengan performa karena bila membaca ayat Quran atau menuliskannya bisa dianggap melanggar UUD. Walhasil, di daerah Yahudi dan Kristen pun saudara-saudara kita bisa menang dalam pemilu, karena yang dinikmati oleh mereka adalah performanya.