Setelah Musa ‘alaihissalam menetap di Madyan kurang lebih 10 tahun, hatinya mulai rindu dengan kampung halamannya, maka Ia pun berazam kembali ke negeri Mesir bersama keluarganya dan anak-anaknya. Di tengah perjalanan dan di tengah kegelapan malam yang dingin, sementara isterinya dalam keadaan hamil tua dan lemah fisiknya. Nabi Musa ‘alaihissalam merasa bingung menghadapi hal ini, pandangannya menerawang ke atas langit berharap ada sesuatu yang dapat mengeluarkannya dari lingkaran kebingungannya, kemudia Ia melihat disamping bukit ada secercah cahaya yang disangkanya api.
Tatkala Musa ‘alaihissalam sampai ke dekat bukit Tur, Ia melihat secercah cahaya nan agung membentang dari atas langit hingga ke ujung pohon yang agung, Musa ‘alaihissalam bingung dan dipenuhi rasa takut, lalu Ia mendengar Allah berfirman seraya memerintahkannya untuk melepas sandalnya kemudian masuk ke satu lembah yang disucikan, sehingga ketika mendekati bukit Tur, Allah SWT mengajaknya berbicara dan menjadikannya sebagai Rasul yang kelak akan diutus menghadap Fir’aun untuk menyampaikan risalah-Nya.
Hal ini dikisahkan di dalam Al-Qur’an,
“Apakah Telah sampai kepadamu kisah Musa? Ketika ia melihat api, lalu berkatalah ia kepada keluarganya: ‘Tinggallah kamu (di sini), sesungguhnya aku melihat api, mudah-mudahan aku dapat membawa sedikit daripadanya kepadamu atau aku akan mendapat petunjuk di tempat api itu’. Maka ketika ia datang ke tempat api itu ia dipanggil: ‘Hai Musa. Sesungguhnya Aku inilah Tuhanmu, maka tanggalkanlah kedua terompahmu; sesungguhnya kamu berada dilembah yang suci, Thuwa. Dan Aku telah memilih kamu, maka dengarkanlah apa yang akan diwahyukan (kepadamu). Sesungguhnya Aku Ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku. Segungguhnya hari kiamat itu akan datang Aku merahasiakan (waktunya) agar supaya tiap-tiap diri itu dibalas dengan apa yang ia usahakan.” (QS. Thaha, 20: 9 – 15)
Demikialah Musa ‘alaihissalam diangkat kenabiannya dan diajak berbicara langsung oleh Tuhannya di dekat bukit Tur atau yang disebut dengan Tursina. Allah menurunkan kepadanya sebuah firman yang menunjukan kebenaran kenabiannya yaitu sebuah Mukjizat yang muncul dari tongkat dan kedua belah tangannya, kemudian memerintahkannya untuk pergi menghadap Fir’aun dan mengajaknya ke jalan Allah SWT. Lalu Musa ‘alaihissalam meminta kepada Tuhannya untuk mengutus pula saudaranya Harun untuk menjadi pendampingnya dalam menyampaikan risalah.
“Dan saudaraku Harun dia lebih fasih lidahnya daripadaku, maka utuslah dia bersamaku sebagai pembantuku untuk membenarkan perkataanku; sesungguhnya aku khawatir mereka akan mendustakanku.” Allah berfirman: “Kami akan membantumu dengan saudaramu, dan kami berikan kepadamu berdua kekuasaan yang besar, maka mereka tidak dapat mencapaimu; (berangkatlah kamu berdua) dengan membawa mukjizat kami, kamu berdua dan orang yang mengikuti kamulah yang akan menang.” (QS. Al-Qashshash, 34: 28)
Musa Memasuki Mesir dan Mendakwahi Fir’aun
Setelah diajak berbicara langsung oleh Allah SWT, Musa ‘alaihissalam berjalan bersama keluarganya menuju Mesir dan tiba di sana pada malam harinya. Kemudian Allah mewahyukan kepada saudaranya Harun memberikan kabar gembira dengan kedatangan saudaranya Musa ‘alaihissalam, dan membertahukannya bahwa Ia diangkat menjadi wazirnya (pendamping) untuk menghadapi Fir’aun. Maka berangkatlah Musa ‘alaihissalam bersama Harun menemui Fir’aun, sesampainya di sana Musa ‘alaihissalam meminta kepada penjaga pintu agar mengijinkannya masuk, lalu penjaga pintu itu berkata: “Apa yang harus aku katakan kepada Fir’aun?”
“Katakan kepadanya telah datang menghadap baginda seorang utusan Tuhan semesta alam” jawab Musa tegas.
Penjaga itupun terperanjat dengan jawaban tersebut lalau bergegas masuk menghadap Fir’aun seraya berkata, “Sesungguhnya di depan pintu ada orang gila yang mengaku bahwa dirinya adalah utusan Tuhan semesta alam”
“Suruh dia masuk” jawab Fir’aun.
Maka masuklah Musa ‘alaihissalam bersama Harun menghadap Fir’aun dan langsung mengajaknya kepada Allah dan menyampaikan risalah Tuhan-Nya. Akan tetapi Fir’aun melecehkan dan memperolok-oloknya seraya berkata, “Apakah ada Tuhan selain Aku”.
Kemudian Fir’aun sadar bahwa yang dihadapannya adalah Musa yang dahulu pernah dibesarkan di istananya. Fir’aun lalu berkata kepadanya sebagaiman yang digambarkan dalam firman Allah SWT,
“Fir’aun menjawab: ‘Bukankah kami telah mengasuhmu di antara (keluarga) kami, waktu kamu masih kanak-kanak dan kamu tinggal bersama kami beberapa tahun dari umurmu.[1] Dan kamu telah berbuat suatu perbuatan[2] yang telah kamu lakukan itu dan kamu termasuk golongan orang-orang yang tidak membalas guna.’ Berkata Musa: ‘Aku telah melakukannya, sedang aku di waktu itu termasuk orang-orang yang khilaf. Lalu aku lari meninggalkan kamu ketika aku takut kepadamu, kemudian Tuhanku memberikan kepadaku ilmu serta dia menjadikanku salah seorang di antara rasul-rasul. Budi yang kamu limpahkan kepadaku itu adalah (disebabkan) kamu telah memperbudak Bani Israil’. Fir’aun bertanya: ‘Siapa Tuhan semesta alam itu?’ Musa menjawab: ‘Tuhan Pencipta langit dan bumi dan apa-apa yang di antara keduanya (itulah Tuhanmu), jika kamu sekalian (orang-orang) mempercayai-Nya’”. (QS. As-Syu’ara, 26: 18 – 24)
Musa dan Tukang Sihir Fir’aun
Musa ‘alaihissalam terus menjelaskan kepada Fir’aun risalah Tuhan-Nya, meskipun Fir’aun juga terus mengintimidasinya dan mengancamnya dengan penjara dan siksaan. Kemudian Musa ‘alaihissalam berkata kepada Fir’aun, “Bagaimana seandainya aku datangkan kepadamu sesuatu yang nyata?”
“Apa yang ada padamu?” tantang Fir’aun. Lalu Musa ‘alaihissalam melemparkan tongkatnya, tiba-tiba tongkat tersebut berubah menjadi ular, dan Ia masukkan tanganya ke dalam dadanya dan dikeluarkannya kembali, tiba-tiba secercah cahaya selaksa cahaya matahari memancar dari tangannya. Fir’aunpun terkejut lalu Ia segera memanggil hulubalangnya, dan mereka mengusulkan agar Fir’aun segera mendatangkan tukang-tukang sihirnya untuk menghadapi Musa ‘alaihissalam yang dianggapnya melakukan semua itu karena sihir belaka.
Tatkala para tukang sihir telah berkumpul, maka Fir’aun segera memerintahknanya untuk mengalahkan sihir Nabi Musa ‘alaihissalam dengan menjanjikan mereka harta dan pangkat, serta dijadikan sebagai orang-orang dekatnya, bila mereka dapat mengalahkan Musa.
Peristiwa saat Musa ‘alaihissalam menghadapi para tukang sihir Fir’aun dijelaskan dalam firman Allah berikut,
“Ahli-ahli sihir berkata: ‘Hai Musa, kamukah yang akan melemparkan lebih dahulu, ataukah kami yang akan melemparkan?’ Musa menjawab: ‘Lemparkanlah (lebih dahulu)!’ Maka tatkala mereka melemparkan, mereka menyulap mata orang dan menjadikan orang banyak itu takut, serta mereka mendatangkan sihir yang besar (menakjubkan). Dan kami wahyukan kepada Musa: ‘Lemparkanlah tongkatmu!’. Maka sekonyong-konyong tongkat itu menelan apa yang mereka sulapkan. Karena itu nyatalah yang benar dan batallah yang selalu mereka kerjakan. Maka mereka kalah di tempat itu dan jadilah mereka orang-orang yang hina. Dan ahli-ahli sihir itu serta merta meniarapkan diri dengan bersujud.” (QS. Al-A’raf, 7: 115)
Di dalam firman-Nya yang lain diceritakan bahwa saat tukang sihir Fir’aun mulai melemparkan tali dan tongkat mereka dan berubah menjadi ular, Musa ‘alaihissalam sempat terkejut dan merasa takut, tetapi Allah meneguhkan hatinya dan mewahyukannya untuk segera melemparkan tongkatnya yang berubah menjadi ular besar dan memakan ular-ular tukang sihir tersebut,
“Maka Musa merasa takut dalam hatinya. Kami berkata: ‘Janganlah kamu takut, sesungguhnya kamulah yang paling unggul (menang). Dan lemparkanlah apa yang ada di tangan kananmu, niscaya ia akan menelan apa yang mereka perbuat. Sesungguhnya apa yang mereka perbuat itu adalah tipu daya tukang sihir (belaka), dan tidak akan menang tukang sihir itu, dari mana saja ia datang” (QS. Thaha, 20: 67)
Seketika itu juga tukang sihir Fir’aun beriman dan sujud kepada Allah SWT, mereka menyatakan ke-Esaan Allah, mereka yakin bahwa apa dilakukan Musa ‘alaihissalam bukanlah sihir, tipuan atau hipnotis, tetapi semua itu adalah tanda-tanda kebesaran Allah SWT yang ditampakkan melalui tangan Musa ‘alaihissalam, sebagai bukti kebenarannyam dan mereka menyadari bahwa semua itu diluar kemampuan manusia dan kuasanya, akan tetapi ia adalah kekuatan Allah SWT Yang Maha Kuasa menciptakan keajaiban, karena itu merekapun langsung tersungkur sujud kepada Allah seraya berkata, “Kami beriman kepada Tuhan semesta alam. Tuhannya Musa dan Harun!”
Fir’aun menyadari ketidakmampuannya menundukan Musa ‘alaihissalam. Maka ia berupaya menutupi kekalahanya dan mengembalikan wibawanya dengan menekan para tukang sihirnya,
“Berkata Fir’aun: ‘Apakah kamu telah beriman kepadanya (Musa) sebelum aku memberi izin kepadamu sekalian. Sesungguhnya ia adalah pemimpinmu yang mengajarkan sihir kepadamu sekalian. Maka sesungguhnya aku akan memotong tangan dan kaki kamu sekalian dengan bersilang secara bertimbal balik, dan sesungguhnya aku akan menyalib kamu sekalian pada pangkal pohon kurma dan sesungguhnya kamu akan mengetahui siapa di antara kita yang lebih pedih dan lebih kekal siksanya”. (QS. Thaha, 20: 71)
Fir’aun mengancam para tukang sihirnya dengan eksekusi di tiang salib, dan mengamputasi tangan dan kakinya secara silang, serta menuduh mereka telah bersekongkol dengan Musa ‘alaihissalam, padahal ia sendiri tahu, Musa ‘alaihissalam itu tidak pernah kenal dengan tukang sihirnya dan belum pernah tinggal bersama mereka, karena Musa ‘alaihissalam sebelumnya cukup lama menetap di Madyan, bagaimana mungkin Musa ‘alaihissalam bisa mengajarkan sihir kepada mereka. Ternyata hal itu hanyalah propaganda Fir’aun untuk menjegal dakwahnya Musa ‘alaihissalam dan sikapnya yang tidak mau mengakui kekalahan.
Para tukang sihir tetap teguh dengan keimanannya, mereka tidak menghiraukan ancaman Fir’aun, bahkan mereka memproklamasikan dengan suara lantang keimanan dan militansinya di hadapan Fir’aun yang tiran dan arogan.
“Mereka berkata: ‘Kami sekali-kali tidak akan mengutamakan kamu daripada bukti-bukti yang nyata (mukjizat), yang telah datang kepada kami dan daripada Tuhan yang telah menciptakan Kami; maka putuskanlah apa yang hendak kamu putuskan. Sesungguhnya kamu hanya akan dapat memutuskan pada kehidupan di dunia Ini saja. Sesungguhnya kami telah beriman kepada Tuhan kami, agar dia mengampuni kesalahan-kesalahan kami dan sihir yang telah kamu paksakan kepada kami melakukannya, dan Allah lebih baik (pahala-Nya) dan lebih kekal (azab-Nya)”. (QS. Thaha, 20: 71 – 72)
Akhirnya Fir’aun merealisasikan ancamannya dengan menyalib mereka dan mengamputasi silang kaki dan tangan mereka, dan mengeksekusi mereka dengan keji. Meskipun demikian, para tukang sihir tidak goyah sedikitpun sehingga mereka menjadi syuhada yang berlimpah kebajikan dan keridoan Allah SWT.
Tentang hal ini Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu berkata, “Siang hari mereka masih menjadi tukang sihir, sore harinya mereka telah menjadi syuhada”
Tekanan Fir’aun kepada Bani Israil
Kegerahan Fir’aun dan para pembesar Mesir terhadap dakwah Nabi Musa ‘alaihis salam diwujudkan dengan menekan Nabi Musa ‘alaihis salam dan para pengikutnya. Mereka membunuh anak-anak lelaki yang baru dilahirkan dan membiarkan perempuan-perempuannya, sebagaimana telah dilakukan sebelumnya pada masa lalu. Bani Israil mengeluhkan keadaan ini kepada Musa ‘alaihis salam, maka ia mewasiatkan kepada mereka untuk bersabar atas kezaliman yang menimpa mereka, dan memohon pertolongan kepada Allah SWT agar kuat memikul ujian, serta menjanjikan kepada mereka dengan akibat kesudahan yang baik jika mereka bertakwa,
Allah SWT mengisahkan ini dalam Al-Qur’an,
“Berkatalah pembesar-pembesar dari kaum Fir’aun (kepada Fir’aun): ‘Apakah kamu membiarkan Musa dan kaumnya untuk membuat kerusakan di negeri Ini (Mesir) dan meninggalkan kamu serta tuhan-tuhanmu?’ Fir’aun menjawab: ‘Akan kita bunuh anak-anak lelaki mereka dan kita biarkan hidup perempuan-perempuan mereka; dan sesungguhnya kita berkuasa penuh di atas mereka’. Musa berkata kepada kaumnya: ‘Mohonlah pertolongan kepada Allah dan bersabarlah; sesungguhnya bumi (ini) kepunyaan Allah; dipusakakan-Nya kepada siapa yang dihendaki-Nya dari hamba-hamba-Nya; dan kesudahan yang baik adalah bagi orang-orang yang bertakwa.’ Kaum Musa berkata: ‘Kami telah ditindas (oleh Fir’aun) sebelum kamu datang kepada kami dan sesudah kamu datang’.[3] Musa menjawab: ‘Mudah-mudahan Allah membinasakan musuhmu dan menjadikan kamu khalifah di bumi(Nya), Maka Allah akan melihat bagaimana perbuatanmu.’”[4] (QS. Al-A’raf, 7: 127 – 129)
Orang Beriman dari Kalangan Keluarga Fir’aun
Fir’aun menggelar musyawarah untuk membunuh Musa ‘alaihis salam dan menyelamatkan bangsanya dari pengaruh dakwahnya. Allah SWT menceritakan hal ini dengan firman-Nya,
“Dan berkata Fir’aun (kepada pembesar-pembesarnya): ‘Biarkanlah aku membunuh Musa dan hendaklah ia memohon kepada Tuhannya, karena sesungguhnya aku khawatir dia akan menukar agamamu atau menimbulkan kerusakan di muka bumi’”. (QS. Al-Mu’min, 40: 26)
Tatkala Fir’aun dan bala tentaranya sedang merundingkan sikap dan tindakan mereka terhadap Nabi Musa ‘alaihis salam, tiba-tiba ada seseorang yang menyembunyikan keimanannya dan ikut serta dalam forum tersebut, ia membela Musa, Ia tidak rela bila seseorang yang menyatakan Tuhannya Allah dibunuh. Ia mengingatkan mereka tentang azab Allah di dunia sebagaimana yang telah terjadi pada umat terdahulu akibat kejahatan yang mereka lakukan. Ia juga mengingatkan mereka tentang azab akhirat, serta mengingatkan mereka bahwa dakwah Nabi Musa ‘alaihis salam bukanlah hal yang baru, karena Nabi Yusuf ‘alaihis salam juga telah menyerukan hal yang sama. Perhatikanlah ayat-ayat berikut ini,
“Dan seorang laki-laki yang beriman di antara pengikut-pengikut Fir’aun yang menyembunyikan imannya berkata: ‘Apakah kamu akan membunuh seorang laki-laki karena dia menyatakan: ‘Tuhanku ialah Allah padahal dia telah datang kepadamu dengan membawa keterangan-keterangan dari Tuhanmu; dan jika ia seorang pendusta maka dialah yang menanggung (dosa) dustanya itu; dan jika ia seorang yang benar niscaya sebagian (bencana) yang diancamkannya kepadamu akan menimpamu’. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang melampaui batas lagi pendusta.
Hai kaumku, untukmulah kerajaan pada hari ini dengan berkuasa di muka bumi. Siapakah yang akan menolong kita dari azab Allah jika azab itu menimpa kita!’ Fir’aun berkata: ‘Aku tidak mengemukakan kepadamu, melainkan apa yang aku pandang baik; dan aku tiada menunjukkan kepadamu selain jalan yang benar’.
Dan orang yang beriman itu berkata: ‘Hai kaumku, sesungguhnya aku khawatir kamu akan ditimpa (bencana) seperti peristiwa kehancuran golongan yang bersekutu,
(yakni) seperti keadaan kaum Nuh, ‘Aad, Tsamud dan orang-orang yang datang sesudah mereka. dan Allah tidak menghendaki berbuat kezaliman terhadap hamba-hamba-Nya.
Hai kaumku, Sesungguhnya aku khawatir terhadapmu akan siksaan hari panggil-memanggil,
(yaitu) hari (ketika) kamu (lari) berpaling ke belakang, tidak ada bagimu seorangpun yang menyelamatkan kamu dari (azab) Allah, dan siapa yang disesatkan Allah, niscaya tidak ada baginya seorangpun yang akan memberi petunjuk.
Dan sesungguhnya telah datang Yusuf kepadamu dengan membawa keterangan-keterangan, tetapi kamu senantiasa dalam keraguan tentang apa yang dibawanya kepadamu, hingga ketika dia meninggal, kamu berkata: ‘Allah tidak akan mengirim seorang (rasulpun) sesudahnya. Demikianlah Allah menyesatkan orang-orang yang melampaui batas dan ragu-ragu.’” (QS. Al-Mu’min, 40: 28 – 34)
Sang mu’min yang menyembunyikan keimanannya ini kemudian mencela seruan Fir’aun kepada kekufuran; tuhan-tuhan yang mereka sembah tidak bermanfaat di dunia dan tidak mendatangkan syafaat di akhirat, lalu ia mengingatkan bahwa nanti akan tiba masanya mereka akan teringat dengan nasehat-nasehat yang disampaikan ini.
Al-Qur’an menjelaskan seruan sang mu’min ini dengan gaya bahasa yang menarik. Perhatikan firman Allah Ta’ala berikut ini,
“Orang yang beriman itu berkata: ‘Hai kaumku, ikutilah aku, aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang benar. Hai kaumku, sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan (sementara) dan sesungguhnya akhirat Itulah negeri yang kekal. Barangsiapa mengerjakan perbuatan jahat, maka dia tidak akan dibalasi melainkan sebanding dengan kejahatan itu. dan barangsiapa mengerjakan amal yang saleh baik laki-laki maupun perempuan sedang ia dalam keadaan beriman, maka mereka akan masuk surga, mereka diberi rezki di dalamnya tanpa hisab. Hai kaumku, bagaimanakah kamu, aku menyeru kamu kepada keselamatan, tetapi kamu menyeru aku ke neraka? (Kenapa) kamu menyeruku supaya kafir kepada Allah dan mempersekutukan-Nya dengan apa yang tidak kuketahui padahal aku menyeru kamu (beriman) kepada yang Maha Perkasa lagi Maha Pengampun? Sudah pasti bahwa apa yang kamu seru supaya aku (beriman) kepadanya tidak dapat memperkenankan seruan apapun baik di dunia maupun di akhirat, dan sesungguhnya kita kembali kepada Allah dan sesungguhnya orang-orang yang melampaui batas, mereka itulah penghuni neraka. Kelak kamu akan ingat kepada apa yang kukatakan kepada kamu. dan Aku menyerahkan urusanku kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha melihat akan hamba-hamba-Nya’. Maka Allah memeliharanya dari kejahatan tipu daya mereka, dan Fir’aun beserta kaumnya dikepung oleh azab yang amat buruk.” (QS. Al-Mu’min, 40: 38 – 45)
Fir’aun dan Pengikutnya Ditimpa Azab dan Peringatan
Tatkala Fir’aun semakin bangga dan arogan dengan dosa-dosanya, dan tidak menggubris perintah Allah SWT, dan terus menerus mendustakan Nabi Musa ‘alaihis salam serta menganiaya Bani Israil, Allah SWT memerintahkan kepada Nabi Musa ‘alaihis salam untuk menyampaikan kepada Fir’aun bahwa ia dan kaumnya akan diberi azab dan peringatan.
Ada sembilan azab dan peringatan yang dikirim oleh Allah SWT sebagai kepada Fir’aun dan kaumnya :
- Kekeringan dan paceklik, (al-qahthu wal jadab), dimana sawah dan ladang tidak menumbuhkan tanaman sedikitpun, dan hal ini digambarkan dalam Al-Qur’an berlangsung beberapa tahun lamanya.
- Kekurangan buah-buahan (an-naqshu minats tsamaraat), yaitu sangat sedikit sekali pohon-pohon yang berbuah, akibat musim paceklik.
- Angin badai (at-thuufaan), yaitu banyaknya curah hujan yang merusak tanaman dan buah-buahan, dan meluapnya sungai Nil yang mengakibatkan terjadinya bencana banjir.
- Hama wereng atau belalang (al-jarad), sesungguhnya Allah SWT telah mengirim hama tersebut dengan jumlah yang sangat besar, sehingga menutupi seluruh tanaman dan menghalanginya dari cahaya matahari, dan seluruh tanaman mati dan rusak binasa, tanpa satupun yang tersisa.
- Ulat (al-qummal), yaitu sejenis hama ulat yang merusak bibit dan biji tanaman, juga disebut dengan hama nyamuk (al-ba’uudh) yang telah mengerubungi tempat tidur mereka, sehingga mereka tidak dapat beristirahat dan hidup dengan tenang.
- Katak (adhofaadi’), hewan ini berkembang biak dalam waktu singkat dengan jumlah yang sangat banyak, dan selalu hinggap di atas makanan dan bejana mereka, hinggap di atas tempat tidur dan pakaian mereka.
- Darah (al-dam), fenomena ini merupakan tanda-tanda yang sangat jelas, air yang ada telah berubah menjadi darah, baik air yang ada di sumur-sumur maupun air yang ada di sungai-sungai.
- Tongkat (al-’asha), tanda yang satu ini memang bukan terkait dengan adzab, tetapi mukjizat yang diberikan oleh Allah kepada Nabi Musa ‘alaihis salam, yang berubah menjadi ular yang hidup dan bergerak.
- Tangan (al-yad), ini juga mukjizat, yaitu ketika Nabi Musa ‘alaihis salam memasukan tangannya ke saku bajunya, sehingga terpancar cahaya daripadanya.
Kesembilan tanda-tanda tersebut dijelaskan oleh Allah SWT dalam firman-Nya, “Dan Sesungguhnya kami telah memberikan kepada Musa sembilan buah mukjizat yang nyata, maka tanyakanlah kepada Bani Israil, tatkala Musa datang kepada mereka lalu Fir’aun berkata kepadanya: ‘Sesungguhnya aku sangka kamu, Hai Musa, seorang yang kena sihir’”. (QS. Al-Isra, 17: 101)
Perincian kesembilan tanda-tanda itu disebutkan dalam ayat berikut,
“Dan sesungguhnya Kami telah menghukum (Fir’aun dan) kaumnya dengan (mendatangkan) musim kemarau yang panjang dan kekurangan buah-buahan, supaya mereka mengambil pelajaran. Kemudian apabila datang kepada mereka kemakmuran, mereka berkata: ‘Itu adalah karena (usaha) kami’; dan jika mereka ditimpa kesusahan, mereka lemparkan sebab kesialan itu kepada Musa dan orang-orang yang besertanya. Ketahuilah, sesungguhnya kesialan mereka itu adalah ketetapan dari Allah, akan tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui. Mereka berkata: ‘Bagaimanapun kamu mendatangkan keterangan kepada kami untuk menyihir kami dengan keterangan itu, maka kami sekali-kali tidak akan beriman kepadamu’. Maka kami kirimkan kepada mereka taufan, belalang, kutu, katak dan darah sebagai bukti yang jelas, tetapi mereka tetap menyombongkan diri dan mereka adalah kaum yang berdosa.” (QS. Al-A’raf, 7: 130 – 133)
Namun, mereka bila mendapatkan azab dari Allah SWT, mereka datang menjumpai Nabi Musa ‘alaihis salam dan meminta kepadanya agar Tuhannya segera menghentikan azab tersebut, mereka berjanji bila azab dihentikan mereka akan beriman dan tidak menyakiti Bani Israil, namun saat azab itu benar-benar telah dicabut, mereka kembali menyimpang dari jalan Allah SWT, mereka ingkari janjinya, dan tetap membangkang kepada-Nya.
Membangun Qiblah
Allah mewahyukan kepada Nabi Musa dan saudaranya Harun ‘alaihimassalam agar keduanya membuatkan untuk kaumnya bangunan rumah yang berbeda dari rumah-rumah orang Qibty, agar mereka mudah dan cepat bergerak bila mereka diperintahkan untuk berangkat, dan agar satu dengan yang lainnya dapat saling mengenali rumahnya masing-masing. Allah berfirman,
“Dan kami wahyukan kepada Musa dan saudaranya: ‘Ambillah olehmu berdua beberapa buah rumah di Mesir untuk tempat tinggal bagi kaummu dan jadikanlah olehmu rumah-rumahmu itu qiblah (tempat shalat) dan dirikanlah olehmu shalat serta gembirakanlah orang-orang yang beriman”. (QS. Yunus, 10: 87)
Sebagian Mufassir mengartikan ‘qiblah’ pada ayat tersebut dengan “masjid-masjid”, ada juga yang menafsirkan tempat memperbanyak shalat, sebagaimana pendapat Mujahid, Abu Malik, Ibrahim An-Nakh’i, Ar-Rabi’i, Adh-dhahhaak, Zaid bin Aslam, dan putranya Abdurrahman. Inti maksudnya adalah meminta tolong dengan memperbanyak shalat dalam menghadapi marabahaya, kesulitan dan penderitaan, sebagaimana firman Allah,
“Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu’…” (QS. Al-Baqarah, 2: 45)
Adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, apabila menghadapi persoalan beliau segera menunaikan shalat. Sesungguhnya Bani Israil saat itu tidak bisa beribadah secara terang-terangan di tengah masyarakat dan tempat ibadah mereka, karena itu mereka diperintahkan untuk shalat di rumah-rumah mereka, sebagai ganti dari shalat-shlat mereka yang seharusnya dilakukan terang-terangan sebagai syiar agama. Hal itu terpaksa dilakukan karena takut kepada Fir’aun.
Musa ‘alaihis salam Memohon Kebinasaan Fir’aun dan Para Pendukungnya
Allah SWT berfirman menceritakan hal ini,
“Musa berkata: ‘Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau telah memberi kepada Fir’aun dan pemuka-pemuka kaumnya perhiasan dan harta kekayaan dalam kehidupan dunia, Ya Tuhan kami – akibatnya mereka menyesatkan (manusia) dari jalan Engkau. Ya Tuhan kami, binasakanlah harta benda mereka, dan kunci matilah hati mereka, maka mereka tidak beriman hingga mereka melihat siksaan yang pedih.’ AlIah berfirman: ‘Sesungguhnya telah diperkenankan permohonan kamu berdua, sebab itu tetaplah kamu berdua pada jalan yang lurus dan janganlah sekali-kali kamu mengikuti jalan orang-orang yang tidak mengetahui. (QS. Yunus, 10: 88)
Musa Membawa Bani Israil Keluar dari Mesir
Allah Ta’ala berfirman,
“Dan kami wahyukan (perintahkan) kepada Musa: ‘Pergilah di malam hari dengan membawa hamba-hamba-Ku (Bani Israil), karena Sesungguhnya kamu sekalian akan disusuli’” (QS. As-Syu’ara, 26: 52)
Besar kemungkinan mengapa Allah SWT mewahyukan kepada Nabi Musa ‘alaihis salam untuk berhijrah adalah disebabkan karena Fir’aun bermaksud menganiaya Musa dan pengikutnya habis-habisan. Allah SWT mengijinkan Rasul-Nya hijrah demi menghindari penganiyaan musuh, dan menyelamatkan orang-orang mu’min dari bencana yang menimpa agamanya.
Tatkala Fir’aun dan bala tentaranya mengejar, Allah SWT telah merencanakan bahwa mereka akan ditenggelamkan, sementara Musa ‘alaihis salam dan pengikutnya akan diselamatkan.
“Lalu kami wahyukan kepada Musa: ‘Pukullah lautan itu dengan tongkatmu’. Maka terbelahlah lautan itu dan tiap-tiap belahan adalah seperti gunung yang besar.” (QS. As-Syu’ara, 26: 63)[5]
Ayat ini menjelaskan bahwa setelah Nabi Musa ‘alaihis salam memukulkan tongkatnya ke tepi lautan, maka tiba-tiba terbelahlah lautan tersebut dan terbentanglah jalan yang kering yang menghubungkan kedua garis pantai, lalu Nabi Musa dipesankan oleh Allah agar jangan takut dan khawatir tertangkap oleh Fir’aun,
“Kamu tak usah khawatir akan tersusul dan tidak usah takut (akan tenggelam)”. (QS Thaha, 20: 77)
Fir’aun mengejar Nabi Musa dan menyeberangi lautan. Sesampainya di tengah lautan, lautan yang terbelah itu kembali menyatu dan menenggelamkan Fir’aun beserta balatentaranya.
“Maka Fir’aun dengan bala tentaranya mengejar mereka, lalu mereka ditutup oleh laut yang menenggelamkan mereka. Dan Fir’aun telah menyesatkan kaumnya dan tidak memberi petunjuk.” (QS. Thaha, 20: 78 – 79)
“….hingga bila Fir’aun itu telah hampir tenggelam berkatalah dia: ‘Saya percaya bahwa tidak ada Tuhan melainkan Tuhan yang dipercayai oleh Bani Israil, dan saya termasuk orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)’”. (QS. Yunus, 10: 88)
Catatan Kaki:
[1] Nabi Musa ‘alaihis salam tinggal bersama Fir’aun kurang lebih 18 tahun, sejak kecil.
[2] Maksudnya: ialah perbuatan nabi Musa ‘alaihis salam membunuh orang Qibti. selanjutnya lihat surat Al Qashash ayat 15.
[3] Mereka mengeluh kepada Musa bahwa nasib mereka sama saja; baik sebelum kedatangan Musa untuk menyeru mereka kepada agama Allah dan melepaskan mereka dari perbudakan Fir’aun, maupun sesudahnya. Ini menunjukkan kekerdilan jiwa dan Kelemahan daya juang pada mereka.
[4] Maksudnya: Allah akan membalas perbuatanmu, yang baik dibalas dengan yang baik, dan yang buruk dibalas dengan yang buruk.
[5] Tidak diketahui secara pasti dimana daerah terbelahnya lautan ini, namun bila dikaitkan dengan lebar terusan Suez yang ada saat ini, jarak yang ditempuh oleh Nabi Musa cukup jauh, sebab dengan mengendarai kapal saja memakan waktu 9 jam.