RISALAH
  • Ta’aruf
    • RISALAH.ID
    • FDTI
    • Buku Syarah Rasmul Bayan
    • Kontak Kami
  • Materi Tarbiyah
    • Ushulul Islam (T1)
    • Ushulud Da’wah (T2)
    • Kurikulum FDTI
      • Kelas 1
        • Mentoring
        • Penugasan
        • Majelis Rohani
        • Bina Wawasan
        • Kultum
        • Seminar
        • Taushiyah Pembina
      • Kelas 2
        • Mentoring
        • Penugasan
        • Majelis Rohani
        • Bina Wawasan
        • Seminar
      • Kelas 3
        • Mentoring
        • Penugasan
        • Majelis Rohani
        • Seminar
        • Diskusi Wawasan Islam
      • Kelas 4
        • Mentoring
        • Majelis Rohani
        • Seminar
        • Diskusi Wawasan Islam
    • Al-Arba’un An-Nawawiyah
  • Download
    • Buku Materi
    • Buku dan Materi Presentasi Bahasa Arab
      • Durusul Lughah Al-Arabiyah
      • PowerPoint Durusul Lughah Al-Arabiyah
    • Majalah
  • Donasi
Kategori
  • Akhbar Dauliyah (472)
  • Akhlak (50)
  • Al-Qur'an (43)
  • Aqidah (119)
  • Dakwah (26)
  • Fikrul Islami (38)
  • Fiqih (101)
  • Fiqih Dakwah (68)
  • Gerakan Pembaharu (21)
  • Hadits (77)
  • Ibadah (10)
  • Kabar Umat (235)
  • Kaifa Ihtadaitu (6)
  • Keakhwatan (5)
  • Kisah Nabi (10)
  • Kisah Sahabat (3)
  • Masyarakat Muslim (13)
  • Materi Khutbah dan Ceramah (60)
  • Musthalah Hadits (3)
  • Rumah Tangga Muslim (6)
  • Sejarah Islam (148)
  • Senyum (2)
  • Taujihat (22)
  • Tazkiyah (38)
  • Tokoh Islam (12)
  • Ulumul Qur'an (7)
  • Wasathiyah (51)
54K
2K
RISALAH
RISALAH
  • Ta’aruf
    • RISALAH.ID
    • FDTI
    • Buku Syarah Rasmul Bayan
    • Kontak Kami
  • Materi Tarbiyah
    • Ushulul Islam (T1)
    • Ushulud Da’wah (T2)
    • Kurikulum FDTI
      • Kelas 1
        • Mentoring
        • Penugasan
        • Majelis Rohani
        • Bina Wawasan
        • Kultum
        • Seminar
        • Taushiyah Pembina
      • Kelas 2
        • Mentoring
        • Penugasan
        • Majelis Rohani
        • Bina Wawasan
        • Seminar
      • Kelas 3
        • Mentoring
        • Penugasan
        • Majelis Rohani
        • Seminar
        • Diskusi Wawasan Islam
      • Kelas 4
        • Mentoring
        • Majelis Rohani
        • Seminar
        • Diskusi Wawasan Islam
    • Al-Arba’un An-Nawawiyah
  • Download
    • Buku Materi
    • Buku dan Materi Presentasi Bahasa Arab
      • Durusul Lughah Al-Arabiyah
      • PowerPoint Durusul Lughah Al-Arabiyah
    • Majalah
  • Donasi
  • Kisah Nabi

Kisah Nabi Musa dan Bani Israil

  • 12-06-2019
exodus

Keluarnya Bani Israil dari Mesir.

Di pembahasan materi sebelumya telah dikemukakan bahwa Nabi Musa ‘alaihis salam membawa Bani Israil keluar dari Mesir sebagaimana diperintahkan Allah Ta’ala kepadanya, “Pergilah di malam hari dengan membawa hamba-hamba-Ku (Bani Israil), karena sesungguhnya kamu sekalian akan disusuli’” (QS. As-Syu’ara, 26: 52)

Para mufassir menjelaskan, bala tentara yang dikerahkan Fir’aun pada saat pengejaran Bani Israil berjumlah sangat besar; terdiri dari 1,6 juta personil dengan 100 ribu ekor kuda. Fir’aun mengejar Bani Israil hingga ke ufuk Timur, hingga kedua kelompok telah saling melihat satu sama lain. Bani Israil berkata seraya ketakutan: “Kita pasti tertangkap!”, yang demikian itu karena mereka telah berada di tepi laut, tidak ada alternatif jalan yang lain, sementara Fir’aun dan pasukannya sebentar lagi akan menerjang mereka. Bani Israil diliputi ketakutan yang mencekam. Dalam keadaan seperti itu Nabi Musa ‘alaihis salam berkata kepada mereka, “Sekali-kali tidak, sesungguhnya bersamaku Rabbku akan memberi petunjuk”

Kemudian Nabi Musa ‘alaihis salam bergegas ke barisan yang paling depan dan menyaksikan gelombang lautan yang tampak jelas di depan mata. Lalu Nabi Musa ‘alaihis salam berkata, “Disinilah aku diperintahkan!”. Saat itu bersama Nabi Musa ‘alaihis salam ada Harun ‘alaihis salam, Yusa’ bin Nun dan beberapa keluarga Fir’aun yang beriman, mereka berkata kepada Nabi Musa ‘alaihis salam, “Wahai Nabi Allah, apakah di tempat ini engkau diperintahkan!” Nabi Musa ‘alaihis salam berkata, “Ya”.

Keadaan semakin genting, Fir’aun dan bala tentaranya semakin dekat. Pada saat itulah Allah yang Maha Kuasa mewahyukan kepada Nabi Musa sebagaimana disebutkan di dalam Al-Qur’an,

فَأَوْحَيْنَا إِلَىٰ مُوسَىٰ أَنِ اضْرِبْ بِعَصَاكَ الْبَحْرَ ۖ فَانْفَلَقَ فَكَانَ كُلُّ فِرْقٍ كَالطَّوْدِ الْعَظِيمِ

“Lalu Kami wahyukan kepada Musa: ‘Pukullah lautan itu dengan tongkatmu’. Maka terbelahlah lautan itu dan tiap-tiap belahan adalah seperti gunung yang besar.” (QS. Asy-Syu’ara, 26: 63)

Fir’aun Binasa!

Allah Ta’ala mengisahkan kejadian selanjutnya,

وَجَاوَزْنَا بِبَنِي إِسْرَائِيلَ الْبَحْرَ فَأَتْبَعَهُمْ فِرْعَوْنُ وَجُنُودُهُ بَغْيًا وَعَدْوًا حَتَّى إِذَا أَدْرَكَهُ الْغَرَقُ قَالَ آمَنْتُ أَنَّهُ لا إِلَهَ إِلا الَّذِي آمَنَتْ بِهِ بَنُو إِسْرَائِيلَ وَأَنَا مِنَ الْمُسْلِمِينَ (٩٠) آلآنَ وَقَدْ عَصَيْتَ قَبْلُ وَكُنْتَ مِنَ الْمُفْسِدِينَ (٩١) فَالْيَوْمَ نُنَجِّيكَ بِبَدَنِكَ لِتَكُونَ لِمَنْ خَلْفَكَ آيَةً وَإِنَّ كَثِيرًا مِنَ النَّاسِ عَنْ آيَاتِنَا لَغَافِلُونَ   (٩٢)

“Dan kami memungkinkan Bani Israil melintasi laut, lalu mereka diikuti oleh Fir’aun dan bala tentaranya, karena hendak menganiaya dan menindas (mereka); hingga bila Fir’aun itu telah hampir tenggelam berkatalah dia: ‘Saya percaya bahwa tidak ada Tuhan melainkan Tuhan yang dipercayai oleh Bani Israil, dan saya termasuk orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)’.

Apakah sekarang (baru kamu percaya), padahal sesungguhnya kamu telah durhaka sejak dahulu, dan kamu termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan.

Maka pada hari Ini kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu dan Sesungguhnya kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan kami.” (QS. Yunus, 10: 90 – 92)

Dalam ayat tersebut Allah Ta’ala menjelaskan tentang bagaimana tenggelamnya Fir’aun, ketika dirinya digulung ombak ke bawah dan ke atas, dan bani Israil menyaksikannya dari kejauhan. Saat-saat menjelang sakratul maut di tengah lautan, Ia baru menyatakan ingin kembali dan taubat kepada Allah Ta’ala, dan menyatakan keimanannya pada saat tidak berguna lagi. Namun hal itu tidak berguna, sebagaimana Allah Ta’ala menegaskannya kepada orang-orang semacam ini,

فَلَمَّا رَأَوْا بَأْسَنَا قَالُوا آمَنَّا بِاللَّهِ وَحْدَهُ وَكَفَرْنَا بِمَا كُنَّا بِهِ مُشْرِكِينَ (٨٤)فَلَمْ يَكُ يَنْفَعُهُمْ إِيمَانُهُمْ لَمَّا رَأَوْا بَأْسَنَا سُنَّةَ اللَّهِ الَّتِي قَدْ خَلَتْ فِي عِبَادِهِ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْكَافِرُونَ (٨٥)

“Maka tatkala mereka melihat azab kami, mereka berkata: ‘Kami beriman hanya kepada Allah saja, dan kami kafir kepada sembahan-sembahan yang telah kami persekutukan dengan Allah’. Maka iman mereka tiada berguna bagi mereka tatkala mereka Telah melihat siksa kami. Itulah sunnah Allah yang Telah berlaku terhadap hamba-hamba-Nya. dan di waktu itu binasalah orang-orang kafir.” (QS. Ghafir, 40: 84 – 85)

Abu Daud At-Thayaalisy berkata, telah menyampaikan kepada kami, dari ’Adi bin Tsabit dan ’Atha bin Al-Saib, dari Said bin Jabir, dari Ibnu Abbas berkata,

لَوْ رَأَيْتَنِي وَأَنَا آَخِذٌ مِنْ حَالِ اْلبَحْرِ(طِيْنُهُ) فَأَدُسُّهُ فِي فَمِ فِرْعَوْنَ مَخَافَةً أَنْ يَنَالُهُ الرَّحْمَةُ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Jibril berkata kepadaku: ‘Seandainya engkau melihatku waktu itu bagaiman aku mengambil pasir dari lautan dan menyemburkannya ke mulut Fir’aun agar tidak mendapatkan rahmat dan kasih sayang (berupa ampunan, red.) Allah.” (HR. Tirmidzi). Imam At-Tirmidzi mengatakan: ”Hadits ini hasan, gharib dan shahih”

Tatkala Fir’aun menyatakaan keimannnya dalam keadaan terjepit seperti itu, Allah Ta’ala berfirman, “Apakah sekarang (baru kamu percaya), padahal sesungguhnya kamu telah durhaka sejak dahulu, dan kamu termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan”.

Ayat ini menggunakan kalimat bertanya dengan nada pengingkaran (istifham inkary), yang artinya Allah Ta’ala tidak menerima taubatnya, lagi pula seandainya Ia dikembalikan ke dunia seperti sediakala, pasti Ia kembali kepada kelakuannnya, sebagaimana Allah Ta’ala berfirman tentang orang-orang kafir,

بَلْ بَدَا لَهُمْ مَا كَانُوا يُخْفُونَ مِنْ قَبْلُ ۖ وَلَوْ رُدُّوا لَعَادُوا لِمَا نُهُوا عَنْهُ وَإِنَّهُمْ لَكَاذِبُونَ

“Tetapi (sebenarnya) telah nyata bagi mereka kejahatan yang mereka dahulu selalu menyembunyikannya. Sekiranya mereka dikembalikan ke dunia, tentulah mereka kembali kepada apa yang mereka telah dilarang mengerjakannya, dan sesungguhnya mereka itu adalah pendusta belaka”. (QS. Al-An’am, 6: 28)

Ibnu Abbas berkata bahwa sebagian Bani Israil ragu tentang kematian Fir’aun, sehingga sebagian mereka ada yang mengatakn bahwa Fir’aun tidak mati, akan tetapi laut diperintahkan untuk mengambangkan tubuhnya dan menghempaskannya ke daratan, Fir’aun dikenal dari baju besi yang dikenakannya.

Kebinasaan Fir’aun dan balatentaranya terjadi pada bulan Asyura. Sebagaimana diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim, dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata,

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدِمَ الْمَدِينَةَ فَوَجَدَ الْيَهُودَ صِيَامًا ، يَوْمَ عَاشُورَاءَ ، فَقَالَ لَهُمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ” مَا هَذَا الْيَوْمُ الَّذِي تَصُومُونَهُ ؟ ” فَقَالُوا : هَذَا يَوْمٌ عَظِيمٌ ،  أَنْجَى اللَّهُ فِيهِ مُوسَى وَقَوْمَهُ ، وَغَرَّقَ فِرْعَوْنَ وَقَوْمَهُ ، فَصَامَهُ مُوسَى شُكْرًا ، فَنَحْنُ نَصُومُهُ ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ” فَنَحْنُ أَحَقُّ وَأَوْلَى بِمُوسَى مِنْكُمْ فَصَامَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، وَأَمَرَ بِصِيَامِه

“Bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam saat datang di Madinah mendapati orang-orang Yahudi melakukan shaum pada hari ‘Asyura. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepada mereka, ‘Hari apa yang kalian melakukan shaum ini?’ Mereka menjawab, ‘Ini adalah hari yang agung. Pada hari ini Allah menyelamatkan Nabi Musa dan kaumnya, dan menenggelamkan Fir’aun dan kaumnya. Maka Nabi Musa melakukan shaum sebagai wujud syukur kepada Allah. Oleh karena itu kami juga melakukan shaum.’ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Kami lebih wajib dan lebih layak mengikuti shaum Musa daripada kalian.’ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan shaum ‘Asyura dan memerintahkan para sahabat untuk melakukan shaum ‘Asyura juga.” (HR. Bukhari dan Muslim, dengan lafal Muslim)

Kemenangan Bani Israil

Allah Ta’ala berfirman :

وَأَوْرَثْنَا الْقَوْمَ الَّذِينَ كَانُوا يُسْتَضْعَفُونَ مَشَارِقَ الْأَرْضِ وَمَغَارِبَهَا الَّتِي بَارَكْنَا فِيهَا ۖ وَتَمَّتْ كَلِمَتُ رَبِّكَ الْحُسْنَىٰ عَلَىٰ بَنِي إِسْرَائِيلَ بِمَا صَبَرُوا ۖ وَدَمَّرْنَا مَا كَانَ يَصْنَعُ فِرْعَوْنُ وَقَوْمُهُ وَمَا كَانُوا يَعْرِشُونَ

“Dan kami pusakakan kepada kaum yang telah ditindas itu, negeri-negeri bahagian timur bumi dan bahagian baratnya yang telah kami beri berkah padanya, dan telah sempurnalah perkataan Tuhanmu yang baik (sebagai janji) untuk Bani Israil disebabkan kesabaran mereka, dan kami hancurkan apa yang telah dibuat Fir’aun dan kaumnya dan apa yang telah dibangun mereka.” (QS. Al-A’raf, 7: 137)

Limpahan Nikmat Allah Kepada Bani Israil

Setelah Allah Ta’ala menyelamatkan Bani Israil dari Fir’aun dan balatentaranya, mereka berjalan hingga sampai ke pantai Timur, namun mereka tidak mendapatkan air untuk minum mereka dan hewan tunggangan mereka, lalu mereka mengadu kepada Nabi Musa ‘alaihis salam dan meminta kepadanya agar Allah Ta’ala memberi mereka air. Kemudian Allah Ta’ala memerintahkan kepada Nabi Musa ‘alaihis salam agar memukulkan tongkatnya ke sebuah batu, maka keluarlah 12 mata air, sehingga masing-masing kabilah Bani Israil mendapat satu mata air yang mengalir. Kemudian mereka meneruskan perjalanan, sementara matahari menyengat tubuh mereka. Lalu mereka mengadu kembali kepada Nabi Musa ‘alaihis salam, lalu Allah mengirim mereka awan tebal yang menaungi mereka dari sengatan matahari yang membakar kulit mereka.

Tak lama kemudian ketika perbekalan mereka hampir habis, sedangkan mereka tidak membawa cadangan logistik, merekapun meminta pula kepada Nabi Musa ‘alaihis salam agar Allah Ta’ala menurunkan untuk mereka makanan. Maka Allah Ta’ala pun menurunkan dua  jenis makanan yaitu Manna dan Salwa. Manna adalah jenis makanan yang turun dari langit rasanya manis seperti madu, dan salwa adalah sejenis burung puyuh yang jumlahnya sangat banyak hampir menutupi permukaan tanah mereka. Kisah perjalanan Bani Israil ini dikemukakan di dalam Al-Qur’an,

وَقَطَّعْنَاهُمُ اثْنَتَيْ عَشْرَةَ أَسْبَاطًا أُمَمًا ۚ وَأَوْحَيْنَا إِلَىٰ مُوسَىٰ إِذِ اسْتَسْقَاهُ قَوْمُهُ أَنِ اضْرِبْ بِعَصَاكَ الْحَجَرَ ۖ فَانْبَجَسَتْ مِنْهُ اثْنَتَا عَشْرَةَ عَيْنًا ۖ قَدْ عَلِمَ كُلُّ أُنَاسٍ مَشْرَبَهُمْ ۚ وَظَلَّلْنَا عَلَيْهِمُ الْغَمَامَ وَأَنْزَلْنَا عَلَيْهِمُ الْمَنَّ وَالسَّلْوَىٰ ۖ كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ ۚ وَمَا ظَلَمُونَا وَلَٰكِنْ كَانُوا أَنْفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ

“Dan mereka kami bagi menjadi dua belas suku yang masing-masingnya berjumlah besar dan kami wahyukan kepada Musa ketika kaumnya meminta air kepadanya, ‘Pukullah batu itu dengan tongkatmu!’. Maka memancarlah dari padanya duabelas mata air. Sesungguhnya tiap-tiap suku mengetahui tempat minum masing-masing, dan kami naungkan awan di atas mereka dan kami turunkan kepada mereka manna dan salwa. (Kami berfirman): ‘Makanlah yang baik-baik dari apa yang telah kami rezkikan kepadamu’. Kami tidak menganiaya mereka, tapi merekalah yang selalu menganiaya dirinya sendiri.” (QS. Al-A’raf, 7: 160)

Semua itu adalah karunia dan kenikmatan dari Allah Ta’ala yang semestinya disikapi dengan penuh ketundukan dan rasa syukur kepada Allah Ta’ala dengan sikap taat dan istiqamah terhadap segala perintah-Nya. Hal ini sudah sepantasnya bagi mereka, sebab mereka melihat langsung berbagai mukjizat yang ada pada Nabi Musa ‘alaihis salam dan merasakan langsung berbagai kenikmatan yang duturunkan oleh Allah Ta’ala kepada mereka secara beruntun; kapan saja mereka menginginkan dan memintanya, Allah Ta’ala segera mengabulkan dan menurunkannya kepada mereka. Akan tetapi sangat disayangkan, mereka malah kufur nikmat dengan melakukan perbuatan yang tidak pantas bagi orang yang beriman.

Kemaksiatan Pertama Bani Israil

Di perjalanan mereka melihat satu kaum menyembah berhala, lalu dengan bodohnya mereka meminta kepada Nabi Musa ‘alaihis salam agar membuatkan berhala untuk mereka. Nabi Musa ‘alaihis salam memberikan peringatan keras kepada Bani Israil terkait hal itu sebagaimana dsebutkan di dalam Al-Qur’an,

وَجَاوَزْنَا بِبَنِي إِسْرَائِيلَ الْبَحْرَ فَأَتَوْا عَلَى قَوْمٍ يَعْكُفُونَ عَلَى أَصْنَامٍ لَهُمْ قَالُوا يَا مُوسَى اجْعَلْ لَنَا إِلَهًا كَمَا لَهُمْ آلِهَةٌ قَالَ إِنَّكُمْ قَوْمٌ تَجْهَلُونَ (١٣٨) إِنَّ هَؤُلاءِ مُتَبَّرٌ مَا هُمْ فِيهِ وَبَاطِلٌ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ (١٣٩) قَالَ أَغَيْرَ اللَّهِ أَبْغِيكُمْ إِلَهًا وَهُوَ فَضَّلَكُمْ عَلَى الْعَالَمِينَ (١٤٠)

“Dan kami seberangkan Bani Israil ke seberang lautan itu, maka setelah mereka sampai kepada suatu kaum yang tetap menyembah berhala mereka, Bani lsrail berkata: ‘Hai Musa, buatlah untuk kami sebuah Tuhan (berhala) sebagaimana mereka mempunyai beberapa Tuhan (berhala)’. Musa menjawab: ‘Sesungguh-nya kamu ini adalah kaum yang tidak mengetahui (sifat-sifat Tuhan). Sesungguhnya mereka itu akan dihancurkan kepercayaan yang dianutnya dan akan batal apa yang seIalu mereka kerjakan. Musa menjawab: ‘Patutkah Aku mencari Tuhan untuk kamu yang selain dari pada Allah, padahal dialah yang Telah melebihkan kamu atas segala umat’.” (QS. Al-A’raf, 7: 138 – 140)

Nabi Musa pergi meninggalkan Bani Isaril untuk Berjumpa dengan Allah

 Allah Ta’ala mewasiatkan kepada Nabi Musa ‘alaihis salam  untuk mendaki sebuah bukit dan berdiam di sana selama 30 malam, setelah selesai 30 malam Allah Ta’ala akan memberikan kepadanya lempengan batu tulis dan mencatatkan untuknya di atas lempengan tersebut beberapa wasiat yang ditujukan kepada Bani Israil agar berpegang teguh kepada wasiat tersebut.

Imam Baidhawy, An-Nasfy, Al-Khatib dan Al-Alusy menyebutkan bahwa Nabi Musa ‘alaihis salam menjanjikan kepada Bani Israil saat mereka berada di Mesir, jika Allah membinasakan Fir’aun, Allah akan mendatangkan untuk mereka catatan peringatan dan wasiat yang harus mereka jalankan. Tatkala hal itu terjadi Musa ‘alaihis salam memenuhi janjinya, Ia pun meminta kepada Allah Ta’ala catatan tersebut. Kemudian Allah Ta’ala memerintahkannya untuk berpuasa 30 hari pada bulan Dzul Qa’dah. Setelah tuntas menjalankannya, Nabi Musa ‘alaihissalam menghadap Allah Ta’ala, namun para malaikat menghadangnya, mereka mencium bau mulut Nabi Musa yang tidak enak, Musa ‘alaihis salam mengakui telah memakanan tumbuhan tertentu yang menimbulkan bau, lalu Allah Ta’ala memerintahkannya untuk berpuasa kembali 10 hari di bulan Dzul Hijjah.

Imam Al-Dailamy mentakhrij dari ibnu Abbas, juga meriwayatkan hal yang sama.

Hal ini diungkapkan oleh Allah Ta’ala di dalam Al-Qur’an,

وَوَاعَدْنَا مُوسَىٰ ثَلَاثِينَ لَيْلَةً وَأَتْمَمْنَاهَا بِعَشْرٍ فَتَمَّ مِيقَاتُ رَبِّهِ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً ۚ وَقَالَ مُوسَىٰ لِأَخِيهِ هَارُونَ اخْلُفْنِي فِي قَوْمِي وَأَصْلِحْ وَلَا تَتَّبِعْ سَبِيلَ الْمُفْسِدِينَ

“Dan telah kami janjikan kepada Musa (memberikan Taurat) sesudah berlalu waktu tiga puluh malam, dan kami sempurnakan jumlah malam itu dengan sepuluh (malam lagi), maka sempurnalah waktu yang telah ditentukan Tuhannya empat puluh malam, dan berkata Musa kepada saudaranya yaitu Harun: ‘Gantikanlah Aku dalam (memimpin) kaumku, dan perbaikilah, dan janganlah kamu mengikuti jalan orang-orang yang membuat kerusakan”. (QS. Al-A’raf, 7: 142)

Setelah Nabi Musa ‘alaihis salam tuntas berpuasa 40 hari, Ia bergegas berbicara kepada Rabbnya agar diperbolehkan melihatnya, akan tetapi Allah Ta’ala menegaskan bahwa Ia tak akan dapat melihat-Nya,

وَلَمَّا جَاءَ مُوسَىٰ لِمِيقَاتِنَا وَكَلَّمَهُ رَبُّهُ قَالَ رَبِّ أَرِنِي أَنْظُرْ إِلَيْكَ ۚ قَالَ لَنْ تَرَانِي وَلَٰكِنِ انْظُرْ إِلَى الْجَبَلِ فَإِنِ اسْتَقَرَّ مَكَانَهُ فَسَوْفَ تَرَانِي ۚ فَلَمَّا تَجَلَّىٰ رَبُّهُ لِلْجَبَلِ جَعَلَهُ دَكًّا وَخَرَّ مُوسَىٰ صَعِقًا ۚ فَلَمَّا أَفَاقَ قَالَ سُبْحَانَكَ تُبْتُ إِلَيْكَ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُؤْمِنِينَ

“Dan tatkala Musa datang untuk (munajat dengan kami) pada waktu yang telah kami tentukan dan Tuhan telah berfirman (langsung) kepadanya, berkatalah Musa: ‘Ya Tuhanku, nampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar Aku dapat melihat kepada Engkau’. Tuhan berfirman: ‘Kamu sekali-kali tidak sanggup melihat-Ku, tapi lihatlah ke bukit itu, maka jika ia tetap di tempatnya (sebagai sediakala) niscaya kamu dapat melihat-Ku’. Tatkala Tuhannya menampakkan diri kepada gunung itu, dijadikannya gunung itu hancur luluh dan Musa pun jatuh pingsan. Maka setelah Musa sadar kembali, dia berkata: ‘Maha Suci Engkau, aku bertaubat kepada Engkau dan aku orang yang pertama-tama beriman’.” (QS. Al-A’raf, 7: 143)

Para mufassirin ada yang mengartikan yang nampak oleh gunung itu ialah kebesaran dan kekuasaan Allah, dan ada pula yang menafsirkan bahwa yang nampak itu hanyalah cahaya Allah. Bagaimanapun juga nampaknya Tuhan itu bukanlah nampak seperti makhluk, hanyalah nampak yang sesuai sifat-sifat Tuhan yang tidak dapat diukur dengan ukuran manusia.

Hal ini menjadi bahan diskusi yang luas antara Ahlussunnah yang memungkinkan melihat Allah Ta’ala dan Mu’tazilah yang menentangnya. Akan tetapi hal itu tidak akan dibahas disini. Para mufasssir berpendapat bagaimana mungkin nabi Musa minta agar ia dapat melihat Allah Ta’ala, kalau Ia tahu hal itu tidak mungkin? Dari sinilah dalil memungkinkan melihat Allah Ta’ala, jika tidak, Musa tidak akan memintanya. Seakan-akan Musa ‘alaihis salam dengan nubuwwahnya semata telah mengetahui segala sesuatu.

Maksiat Bani Israel Kedua: Penyembahan Anak Sapi

Bani Israel sebenarnya telah lama menyembah berhala sejak tinggal di Mesir, ketika mereka beriman kepada Nabi Musa ‘alaihis salam, mereka tidak memiliki wawasan yang memadai untuk membentengi mereka dari nilai-nilai Fir’aun yang musyrik. Dahulu mereka di Mesir memuja sapi dan mengabadikannya pada lukisan-lukisan di dinding-dinding rumah mereka. Dari sini para ulama  berpendapat: “Termasuk bid’ah yang tidak disukai adalah menggambari masjid dan mengukir mihrab, karena hal itu tidak ada pada masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu berkata kepada tukang bangunan masjid: “Buatlah bangunan yang dapat melindungi manusia dari hujan, jangan engkau merahkan atau kuningkan!”.

Adalah seorang tokoh bani Israel yang bernama Samiry, saat Nabi Musa ‘alaihis salam menghadap Rabbnya di bukit Tursina, Samiry memperkenalkan sesembahan baru anak sapi kepada kaumnya seraya berkata, “Inilah Tuhan kalian dan Tuhannya Nabi Musa”.

Saat Nabi Musa ‘alaihis salam kembali dan diberitakan perihal kaumnya, Ia langsung marah dan sedih seraya memperingatkan kaumnya, “Bukankah Rabb kalian telah menjanjikan kebaikan bahwa kalian akan diberikan Taurat yang berisi petunjuk dan cahaya?”. Kaumnya pun berkata, “Kami tidak pernah mengingkari janjimu, hanya saja kami diperdaya oleh Samiry”.

Kemudian Musa ‘alaihis salam menemui saudaranya Harun ‘alaihis salam, sambil marah dan menarik janggutnya ia berkata, “Mengapa engkau tidak mengambil tindakan terhadap mereka yang telah menyembah sapi, atau menyusulku dan memberitahukan kepadaku tentang mereka?”. Harun menjawab, “Aku takut engkau mengatakan bahwa aku membuat Bani Israel terpecah, sebagian ikut aku dan sebagian lagi ikut Samiry, juga bahwa aku menyusul engkau, padahal aku diperintahkan untuk tetap di tempat menunggumu kembali!”

Musa langsung menemui Samiry, ketika ditanya Ia beralasan bahwa kembali menyembah sapi karena Musa ‘alaihis salam tidak berada di jalan yang benar. Lalu Musa ‘alaihis salam berkata kepadanya, ”Pergilah engkau, sesungguhnya Allah Ta’ala telah menghukummu, dimana engkau hanya dapat berkata ‘Jangan kau sentuh aku!’”

Akhirnya Samiry merasa tertekan karena setiap ada orang yang mendekat, ia selalu mengatakan seperti itu, sampai akhirnya tiada seorangpun yang menghampirinya dan menyanjungnya (simaklah kisah ini dalam QS. Thahaa, 20: 85 – 97)

Penyesalan Bani Israil

 Bani Israil menyesal atas keteledoran mereka. Mereka pun memohon ampun kepada Allah Ta’ala, lalu Nabi Musa ‘alaihis salam menyampaikan wahyu bahwa taubat mereka akan diterima bila mereka mau membunuh diri mereka sendiri sebagai puncak menghancurkan syahwatnya dan mensucikannya dari kejahatan dan dosa. Pada saat itulah Allah Ta’ala menerima taubat mereka.

وَإِذْ قَالَ مُوسَىٰ لِقَوْمِهِ يَا قَوْمِ إِنَّكُمْ ظَلَمْتُمْ أَنْفُسَكُمْ بِاتِّخَاذِكُمُ الْعِجْلَ فَتُوبُوا إِلَىٰ بَارِئِكُمْ فَاقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ ذَٰلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ عِنْدَ بَارِئِكُمْ فَتَابَ عَلَيْكُمْ ۚ إِنَّهُ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ

“Dan (ingatlah), ketika Musa Berkata kepada kaumnya: ‘Hai kaumku, sesungguhnya kamu telah menganiaya dirimu sendiri karena kamu telah menjadikan anak lembu (sembahanmu), maka bertaubatlah kepada Tuhan yang menjadikan kamu dan bunuhlah dirimu. Hal itu adalah lebih baik bagimu pada sisi Tuhan yang menjadikan kamu; maka Allah akan menerima taubatmu. Sesungguhnya Dialah yang Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Baqarah, 2: 54)

‘Membunuh diri’ disini ada yang mengartikan: orang-orang yang tidak menyembah anak lembu itu membunuh orang yang menyembahnya. Adapula yang mengartikan: orang yang menyembah patung anak lembu itu saling bunuh-membunuh, dan apa pula yang mengartikan: mereka disuruh membunuh diri mereka masing-masing untuk bertaubat.

Maksiat Keempat: Lemahnya Ketaatan Bani Israil

Nabi Musa ‘alaihis salam terus memperbaiki Bani Israil, akan tetapi ia melihat mereka tetap keras dan membandel, hingga Allah Ta’ala mengancam mereka dengan mengangkat sebuah gunung  ke atas mereka. Mereka ketakutan dan meminta belas kasihan. Lalu Allah Ta’ala memerintahkan kepada mereka agar komitmen dengan hukum-hukum Taurat, mempelajarinya dan tidak melalaikannya, agar merka benar-benar menjadi orang yang bertakwa. Namun tetap saja ketika ketakutan itu telah hilang mereka kembali berpaling dari hidayah Allah Ta’ala.

وَإِذْ أَخَذْنَا مِيثَاقَكُمْ وَرَفَعْنَا فَوْقَكُمُ الطُّورَ خُذُواْ مَا آتَيْنَاكُم بِقُوَّةٍ وَاذْكُرُواْ مَا فِيهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ , ثُمَّ تَوَلَّيْتُم مِّن بَعْدِ ذَلِكَ فَلَوْلاَ فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ لَكُنتُم مِّنَ الْخَاسِرِينَ

“Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari kamu dan Kami angkat gunung (Thursina) di atasmu (seraya kami berfirman): ‘Peganglah dengan teguh apa yang Kami berikan kepadamu dan ingatlah selalu apa yang ada di dalamnya, agar kamu bertaqwa’.  Kemudian kamu berpaling setelah (adanya perjanjian) itu, maka kalau tidak ada karunia Allah dan rahmat-Nya atasmu, niscaya kamu tergolong orang yang rugi.” (QS. Al-Baqarah, 2:64)

Diantara contoh lemahnya ketaatan mereka adalah keengganan mereka berjihad untuk menundukkan Palestina yang dihuni kaum yang ingkar. Tanah Palestina telah ditentukan Allah Ta’ala bagi kaum Yahudi selama mereka iman dan taat kepada-Nya.

وَإِذْ قَالَ مُوسَى لِقَوْمِهِ يَا قَوْمِ اذْكُرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ جَعَلَ فِيكُمْ أَنْبِيَاءَ وَجَعَلَكُمْ مُلُوكًا وَآتَاكُمْ مَا لَمْ يُؤْتِ أَحَدًا مِنَ الْعَالَمِينَ (٢٠) يَا قَوْمِ ادْخُلُوا الأرْضَ الْمُقَدَّسَةَ الَّتِي كَتَبَ اللَّهُ لَكُمْ وَلا تَرْتَدُّوا عَلَى أَدْبَارِكُمْ فَتَنْقَلِبُوا خَاسِرِينَ (٢١)

“Dan (Ingatlah) ketika Musa berkata kepada kaumnya: ‘Hai kaumku, ingatlah nikmat Allah atasmu ketika dia mengangkat nabi–nabi diantaramu, dan dijadikan-Nya kamu orang-orang merdeka, dan diberikan-Nya kepadamu apa yang belum pernah diberikan-Nya kepada seorangpun diantara umat-umat yang lain. Hai kaumku, masuklah ke tanah Suci (Palestina) yang telah ditentukan Allah bagimu, dan janganlah kamu lari ke belakang (karena takut kepada musuh), maka kamu menjadi orang-orang yang merugi.” (QS. Al-Maidah, 2: 20-21)

Allah Ta’ala mengisahkan keengganan Bani Israel di ayat-ayat selanjutnya,

قَالُوا يَا مُوسَى إِنَّ فِيهَا قَوْمًا جَبَّارِينَ وَإِنَّا لَنْ نَدْخُلَهَا حَتَّى يَخْرُجُوا مِنْهَا فَإِنْ يَخْرُجُوا مِنْهَا فَإِنَّا دَاخِلُونَ (٢٢) قَالَ رَجُلانِ مِنَ الَّذِينَ يَخَافُونَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِمَا ادْخُلُوا عَلَيْهِمُ الْبَابَ فَإِذَا دَخَلْتُمُوهُ فَإِنَّكُمْ غَالِبُونَ وَعَلَى اللَّهِ فَتَوَكَّلُوا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ     (٢٣) قَالُوا يَا مُوسَى إِنَّا لَنْ نَدْخُلَهَا أَبَدًا مَا دَامُوا فِيهَا فَاذْهَبْ أَنْتَ وَرَبُّكَ فَقَاتِلا إِنَّا هَا هُنَا (٢٤

“Mereka berkata: ‘Hai Musa, sesungguhnya dalam negeri itu ada orang-orang yang gagah perkasa, sesungguhnya kami sekali-kali tidak akan memasukinya sebelum mereka ke luar daripadanya. Jika mereka ke luar daripadanya, pasti kami akan memasukinya.’

 “Berkatalah dua orang di antara orang-orang yang takut (kepada Allah) yang Allah telah memberi nikmat atas keduanya: ‘Serbulah mereka dengan melalui pintu gerbang (kota) itu, maka bila kamu memasukinya niscaya kamu akan menang. Dan hanya kepada Allah hendaknya kamu bertawakal, jika kamu benar-benar orang yang beriman’.

 “Mereka berkata: ‘Hai Musa, kami sekali-sekali tidak akan memasukinya selama-lamanya, selagi mereka ada di dalamnya, karena itu pergilah kamu bersama Tuhanmu, dan berperanglah kamu berdua, sesungguhnya kami hanya duduk menanti di sini saja.’” (QS. Al-Maidah, 5: 22 – 24)

Demikianlah, sekian lama Nabi Musa ‘alaihis salam menyeru Bani Israil dan memperbaiki akhlak serta kelakuan mereka, ternyata hanya seperti itu tanggapannya. Nabi Musa ‘alaihis salam hanya dapat mengadu kepada Allah Ta’ala seraya berkata,

قَالَ رَبِّ إِنِّي لَا أَمْلِكُ إِلَّا نَفْسِي وَأَخِي ۖ فَافْرُقْ بَيْنَنَا وَبَيْنَ الْقَوْمِ الْفَاسِقِينَ

“Berkata Musa: ‘Ya Tuhanku, aku tidak menguasai kecuali diriku sendiri dan saudaraku. Sebab itu pisahkanlah antara kami dengan orang-orang yang fasik itu’” (QS. Al-Maidah, 5: 25)

Bani Israil Terkatung-katung di Padang Tiih

Allah Ta’ala mengabulkan pengaduan Nabi Musa ‘alaihis salam dan memberitahukan kepadanya bahwa bumi suci itu telah diharamkan dari Bani Israil, dan mereka akan terkatung-katung di gurun sinai selama 40 tahun, dan mengingatkan Nabi Musa agar tidak peduli dengan orang-orang yang tidak taat kepada Allah Ta’ala.

قَالَ فَإِنَّهَا مُحَرَّمَةٌ عَلَيْهِمْ ۛ أَرْبَعِينَ سَنَةً ۛ يَتِيهُونَ فِي الْأَرْضِ ۚ فَلَا تَأْسَ عَلَى الْقَوْمِ الْفَاسِقِينَ

“Allah berfirman: ‘(Jika demikian), maka sesungguhnya negeri itu diharamkan atas mereka selama empat puluh tahun, (selama itu) mereka akan berputar-putar kebingungan di bumi (padang Tiih) itu. Maka janganlah kamu bersedih hati (memikirkan nasib) orang-orang yang fasik itu”. (QS. Al-Maidah, 5: 26)

Yusya’ bin Nun

Bertahun-tahun Nabi Musa dan Harun serta Bani Israil hidup di Padang Tiih. Tibalah ajal Nabi Harun ‘alaihis salam, dan Nabi Musa ‘alaihis salam masih melanjutkan tugas membimbing Bani Israil selama beberapa waktu. Selanjutnya ia pun wafat setelah menyiapkan seorang muridnya untuk memimpin Bani Israil, dia adalah Yusya’ bin Nun ‘alaihissalam yang disebutkan perihalnya dalam hadits Nabi. Dialah pemimpin tentara Bani Israil yang melaksanakan wasiat Nabi Musa ‘alaihis salam untuk menaklukkan Baitul Maqdis. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ الشَّمْسَ لَمْ تُحْبَسْ لِبَشَرٍ إِلَّا لِيُوشَعَ لَيَالِيَ سَارَ إِلَى بَيْتِ الْمَقْدِسِ

“Sesungguhnya matahari tak pernah ditahan untuk seorang manusia pun, selain untuk Nabi Yusya’ di hari beliau melakukan perjalanan menuju Baitul Maqdis”. (HR. Ahmad dalam Al-Musnad, 2/325, dari Abu Hurairah).[1]

Wallahu A’lam

Catatan Kaki:

[1] Dalam hadits Bukhari disebutkan kisah Yusya’ bin Nun saat akan menaklukkan Baitul Maqdis sebagai berikut,

عَنْ هَمَّامِ بْنِ مُنَبِّهٍ قَالَ هَذَا مَا حَدَّثَنَا أَبُو هُرَيْرَةَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَذَكَرَ أَحَادِيثَ مِنْهَا وَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ غَزَا نَبِيٌّ مِنْ الْأَنْبِيَاءِ فَقَالَ لِقَوْمِهِ لَا يَتْبَعْنِي رَجُلٌ قَدْ مَلَكَ بُضْعَ امْرَأَةٍ وَهُوَ يُرِيدُ أَنْ يَبْنِيَ بِهَا وَلَمَّا يَبْنِ وَلَا آخَرُ قَدْ بَنَى بُنْيَانًا وَلَمَّا يَرْفَعْ سُقُفَهَا وَلَا آخَرُ قَدْ اشْتَرَى غَنَمًا أَوْ خَلِفَاتٍ وَهُوَ مُنْتَظِرٌ وِلَادَهَا قَالَ فَغَزَا فَأَدْنَى لِلْقَرْيَةِ حِينَ صَلَاةِ الْعَصْرِ أَوْ قَرِيبًا مِنْ ذَلِكَ فَقَالَ لِلشَّمْسِ أَنْتِ مَأْمُورَةٌ وَأَنَا مَأْمُورٌ اللَّهُمَّ احْبِسْهَا عَلَيَّ شَيْئًا فَحُبِسَتْ عَلَيْهِ حَتَّى فَتَحَ اللَّهُ عَلَيْهِ قَالَ فَجَمَعُوا مَا غَنِمُوا فَأَقْبَلَتْ النَّارُ لِتَأْكُلَهُ فَأَبَتْ أَنْ تَطْعَمَهُ فَقَالَ فِيكُمْ غُلُولٌ فَلْيُبَايِعْنِي مِنْ كُلِّ قَبِيلَةٍ رَجُلٌ فَبَايَعُوهُ فَلَصِقَتْ يَدُ رَجُلٍ بِيَدِهِ فَقَالَ فِيكُمْ الْغُلُولُ فَلْتُبَايِعْنِي قَبِيلَتُكَ فَبَايَعَتْهُ قَالَ فَلَصِقَتْ بِيَدِ رَجُلَيْنِ أَوْ ثَلَاثَةٍ فَقَالَ فِيكُمْ الْغُلُولُ أَنْتُمْ غَلَلْتُمْ قَالَ فَأَخْرَجُوا لَهُ مِثْلَ رَأْسِ بَقَرَةٍ مِنْ ذَهَبٍ قَالَ فَوَضَعُوهُ فِي الْمَالِ وَهُوَ بِالصَّعِيدِ فَأَقْبَلَتْ النَّارُ فَأَكَلَتْهُ فَلَمْ تَحِلَّ الْغَنَائِمُ لِأَحَدٍ مِنْ قَبْلِنَا ذَلِكَ بِأَنَّ اللَّهَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى رَأَى ضَعْفَنَا وَعَجْزَنَا فَطَيَّبَهَا لَنَا

Dari Hammam bin Munabbih dia berkata, “Ini adalah beberapa hadits yang pernah diceritakan oleh Abu Hurairah kepada kami dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, lalu dia menyebutkan beberapa hadits yang di antaranya adalah, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: ‘Dulu ada seorang Nabi dari para Nabi yang hendak berperang, lalu dia berkata kepada kaumnya: ‘Janganlah ikut serta berperang bersamaku, yaitu orang yang telah menikah dan ingin menggauli isterinya, orang-orang yang sedang membangun rumah dan ia belum sempat menaikkan atapnya, atau orang yang telah membeli seekor kambing atau seekor unta bunting, sementara ia tengah menunggu kelahiran anak ternak tersebut’. Lalu Nabi tersebut berangkat berperang, menjelang waktu Ashar, ia telah sampai di suatu perkampungan, lalu dia berkata kepada Matahari: ‘Hai Matahari, kamu diperintah dan aku pun diperintah’. Setelah itu dia berdo’a: ‘Ya Allah, hentikanlah laju putaran matahari demi kepentingan urusanku’. Lalu matahari pun berhenti, hingga Allah dapat memenangkan mereka atas musuhnya. Setelah harta rampasan perang terkumpul menjadi satu, tiba-tiba api yang ingin menyambar harta rampasan tersebut tidak jadi menyambarnya. Lantas Nabi tersebut berkata, ‘Di antara kalian pasti ada yang menyembunyikan harta rampasan, maka hendaklah setiap orang dari berbagai kabila berbaiat kepadaku!. Maka, mereka pun berbaiat kepada Nabi tersebut dengan menjabat tangannya. Lalu dia berkata lagi, ‘Di antara kalian pasti ada yang menyembunyikan harta rampasan, hendaknya setiap kabilah berbaiat kepadaku!. lalu dia menjabat tangan dua orang laki-laki atau tiga orang laki-laki sekaligus, lantas Nabi tersebut berkata, ‘Kalian telah menyembunyikan harta rampasan’.” Rasulullah melanjutkan: “Setelah itu mereka mengeluarkan seonggok emas sebesar kepala sapi dan menyerahkan kepada Nabi tersebut, lalu dia meletakkanya pada tumpukan harta rampasan yang berada di atas bukit. Tidak lama kemudian, api datang melahap harta rampasan tersebut.” Setelah itu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Harta rampasan perang itu sama sekali tidak dihalalkann bagi salah seorang sebelum kita, karena Allah mengetahui kelemahan dan kekurangan kita, akhirnya Allah menghalalkannya atas kita.”

 

Total
0
Shares
Share 0
Tweet 0
Share 0
Share 0
Topik berkaitan
  • Bani Israil
  • Nabi Musa
  • Nabi Musa dan Fir'aun
  • Yusya' bin Nun
admin

Previous Article
mushaf madinah almunawwarah
  • Materi Khutbah dan Ceramah

Jadikan Ramadan Bulan Pengajaran Al-Qur’an

  • 22-05-2019
View Post
Next Article
mushaf madinah almunawwarah
  • Sejarah Islam

Capaian-capaian Pada Zaman Utsman ibn Affan (Bag. 1)

  • 01-06-2022
View Post
Anda Mungkin Juga Menyukai
mesir
View Post
  • Kisah Nabi

Dakwah Nabi Musa kepada Fir’aun

hyksos
View Post
  • Kisah Nabi

Manhaj Dakwah dalam Kisah Nabi Yusuf ‘Alaihis Salam

bahtera nuh
View Post
  • Kisah Nabi

Nabi Nuh ‘Alaihis Salam

adam
View Post
  • Kisah Nabi

Pelajaran dari Kisah Adam ‘Alaihissalam

syakhshiyah
View Post
  • Kisah Nabi

Penghormatan dan Pemuliaan Adam ‘alaihis salam

menyongsong kemenangan dakwah e1523415474710
View Post
  • Kisah Nabi

Apakah Adam ‘alaihis salam Manusia Pertama?

unta
View Post
  • Kisah Nabi

Apakah Adam ‘alaihis salam Seorang Nabi dan Rasul?

ibadah
View Post
  • Kisah Nabi

Risalah Adam ‘alahis salam

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Buku Baru!
Trending
  • Nablus 1
    • Akhbar Dauliyah
    Pasca Tewasnya 2 Pemukim Ilegal Israel, Aksi Balas Dendam di Hawara Lukai 100 Warga Palestina
    • 28.02.23
  • Adi Hidayat 2
    • Kabar Umat
    Pimpinan Majelis Tabligh PP Muhammadiyah Resmi Dirilis, Ada Ustadz Adi Hidayat
    • 01.03.23
  • Alumni Al Azhar 3
    • Kabar Umat
    Pimpin OIAAI Riau, Legislator PKS Optimis Alumni Al Azhar Mampu Kontribusi Bangun Indonesia
    • 01.03.23
  • Lahan Pertanian Warga Palestina 4
    • Akhbar Dauliyah
    Dua Hari Berturut-turut, IOF Melakukan Penyerbuan Terbatas ke Daerah Perbatasan Timur Khan Yunis
    • 02-03-2023
  • Kantor Kemenag 5
    • Kabar Umat
    Kemenag: Alhamdulillah, Ditjen Imigrasi Cabut Rekomendasi Pembuatan Paspor Jemaah Umrah dan Haji Khusus 
    • 05.03.23
  • Sukamta PKS 6
    • Kabar Umat
    Tanggapi Timnas Israel di Ajang U-20, Aleg PKS: Pemerintah Harus Berpegang Amanat Pembukaan UUD 1945
    • 05.03.23

Forum Dakwah & Tarbiyah Islamiyah adalah Perkumpulan yang didirikan untuk menggalakan kegiatan dakwah dan pembinaan kepada masyarakat secara jelas, utuh, dan menyeluruh.

Forum ini berupaya menyampaikan dakwah dan tarbiyah Islamiyah kepada masyarakat melalui berbagai macam kegiatan dakwah.

Kegiatan dakwah FDTI dilandasi keyakinan bahwa peningkatan iman dan taqwa tidak mungkin dapat terwujud kecuali dengan melakukan aktivitas nasyrul hidayah (penyebaran petunjuk agama), nasyrul fikrah (penyebaran pemahaman agama), dan amar ma’ruf nahi munkar (mengajak kepada kebaikan dan melarang kemungkaran).

Tag
Afghanistan Al-Aqsha An-Nahdhah Tunisia Arab Saudi Arbain Nawawiyah covid-19 Erdogan Gaza hadits arbain haji Hamas hasan al-banna Ikhwanul Muslimin india Irak Iran Israel Kemenag Ma'rifatul Islam materi khutbah jum'at materi tarbiyah Mesir Muhammadiyah MUI Nahdlatul Ulama Pakistan Palestina Penjajah Israel Persis pks qawaidud da'wah Ramadhan rasmul bayan Rusia Saudi Arabia sirah nabawiyah Sudan Suriah Taliban Tunisia Turki Ukraina ushulud da'wah ushulul Islam Wasathiyah
Komentar Terbaru
  • Deni Wahyudin Hayat pada Downlod Gratis: 30 Materi Ceramah Ramadhan!
  • Meneladani Sifat Pemaaf Rasulullah ﷺ pada Bi’tsah: Awal Kerasulan Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam
  • Tarbawiyah pada Khalifah Pertama Bani Abbasiyah: Abul Abbas As-Saffah
  • Mushorrr pada Khalifah Pertama Bani Abbasiyah: Abul Abbas As-Saffah
  • Rian pada Gerakan Islam dan Urgensi Evaluasi Diri
  • Hadits 30: Batasan-batasan Allah - Tarbawiyah pada Istri Sudah Suci dari Haid Tetapi Belum Mandi Janabah, Bolehkah Berjima’?
RISALAH
  • Kebijakan Privasi
  • Syarat Ketentuan
  • Sitemap
Menebar Hidayah ISLAM

Input your search keywords and press Enter.