Kedai kopi. Dari sanalah Hasan Al-Banna memulai dakwahnya. Kedai kopi? Bukan dari masjid?
Ya itulah uniknya. Tempat itu dipilihnya tidak tanpa pertimbangan atau sekedar asal beda. Al-Banna sebelumnya telah meneliti berbagai sudut kota Mesir. Ia menyaksikan masjid-masjid hanya diisi oleh orang-orang yang telah lanjut usia dan tua renta. Lalu dimanakah para pemudanya?
Ya, di kedai kopi. Sepulang mereka dari tempat kerja tidak ada tempat lain yang nyaman bagi mereka selain kedai kopi. Mengingat dakwah sangat membutuhkan pemuda, maka kedai kopi menjadi perhatian Al-Banna.
Bagaimana Al-Banna memulai dakwahnya?
Suatu saat ia masuk ke kedai kopi yang ramai pengunjung. Ia kemudian mengambil sebuah pelapah kelapa dan disulutnya dengan api lalu dilemparkannya dan jatuh tepat di atas sebuah meja yang dikerumuni banyak orang. Api bertebaran ke segala arah dan para pengunjung kedai pun lari terbirit-birit mencari arah datangnya api.
Mereka melihat seorang anak muda yang berseri wajahnya berdiri tegak di atas kursi sambil berseru, “Kalau pelepah kecil ini membuat kalian panik maka bagaimana kalau kalian nanti dikepung api dari atas dan bawah sementara kalian tidak dapat berbuat apa-apa? Kalau hari ini kalian dapat menghindarkan diri dari pelepah kecil ini, apa kalian nanti dapat menghindar dari api Jahanam, sementara tidak ada lagi tempat untuk menyelamatkan diri?”
Ia melanjutkan nasihatnya, kata-katanya sejuk menembus hati, membangkitkan perasaan dan menyentuh jiwa. Mereka kemudian berkenalan dengan Al-Banna dan semakin menyukainya karena melihat gelora keikhlasan dari setiap tutur katanya.
Selanjutnya Hasan Al-Banna secara rutin memberi ceramah di kedai-kedai kopi, bahkan berita tentang dirinya tersiar ke kedai-kedai lainnya. Setelah orang yang berkumpul semakin banyak diaturlah jadwal pertemuan dengannya. Ketika kedai kopi sudah tidak dapat menampung lagi, mereka memutuskan untuk membentuk sebuah jam’iyah (organisasi) yang diberi nama Al-Ikhwan Al-Muslimun. Akhirnya, mereka membangun masjid dan balai pertemuan yang sekaligus menjadi markas dakwah mereka yang pertama.
Sumber kisah: Al-Ihtisab fi Da’wati Al-Imam Hasan Al-Banna, Badr Abdurrazaq Al-Mash, Al-Manar Al-Islamiyah, Kuwait