(Masa Pemerintahan Khalifah Muhammad Al-Amin bin Harun Ar-Rasyid)
Muhammad Al-Amin
Muhammad Al-Amin bin Harun Ar-Rasyid ibunya bernama Zubaidah binti Ja’far Al-Manshur. Dia keturunan Bani Hasyim baik dari pihak ayah maupun ibu. Lahir tahun 170 H (787 M), dan diangkat sebagai putra mahkota oleh ayahnya pada tahun 175 H (792 M).
Ia dibaiat pasca Harun Ar-Rasyid wafat pada 3 Jumadil Akhir 194 H / 15 April 809 M dan wafat pada 26 Muharram 198 H / 29 September 813 M
Perilaku Negatif Al-Amin
Sayangnya, Muhammad Al-Amin dikenal lebih banyak menghabiskan waktu dengan permainan dan senda gurau. Ketika menjabat khalifah ia sering mengadakan perjalanan hanya sekadar untuk mencari tempat hiburan dan berinteraksi dengan orang-orang yang menyimpang dari agama. Ia gemar membagi-bagi harta kepada teman-temannya dan mengabaikan anggota keluarga dan para komandan militernya.
Kisruh Politik
Masa pemerintahan Khalifah Muhammad Al-Amin adalah masa-masa terjadinya konflik dan kekacauan. Terjadi perseteruan politik antara ia dengan saudaranya, yakni Abdullah Al-Makmun.
Konflik ini berawal saat Harun Ar-Rasyid berada di Thus, ia merubah pembaiatan putra mahkota dari Muhammad Al-Amin kepada Abdullah Al-Makmun. Hal ini dilakukan di hadapan para komandan militer yang mendampinginya dan masyarakat yang hadir.
Sementara itu Al-Amin, saat mendengar kematian ayahnya, ia berkirim surat kepada Abdullah Al-Makmun dan mengajaknya untuk berbaiat kepadanya, dan mengingatkan bahwa ia adalah putra mahkota penganti Khalifah Harun Ar-Rasyid, setelah itu barulah Abdullah Al-Makmun, kemudian Al-Qasim Al-Mu’tamin. Al-Amin juga mengirim surat kepada Shaleh bin Ar-Rasyad (putra sulung Harun Ar-Rasyid) dan menyatakan hal yang sama.
Membatalkan Baiat
Saat tibanya surat dari Muhammad Al-Amin, Al-Fadl bin Rabi’ mengajak orang-orang untuk membatalkan baiat mereka kepada Abdullah Al-Makmun. Mengetahui hal itu, Abdullah Al-Makmun nyaris mengutus dua ribu pasukan kavaleri tanpa senjata untuk menangkap mereka. Namun Al-Fadhl bin Sahl mengusulkan agar ditulis surat untuk mengingatkan mereka tentang baiat mereka. Namun rombongan Al-Fadl bin Rabi’ tidak menggubrisnya dan terus melanjutkan perjalanan ke Irak.
Al-Fadl bin Rabi membatalkan baiat kepada Al-Makmun karena adanya interes pribadi. Jika Al-Makmun menjadi khalifah, maka ia akan tersingkir dari pemerintahan. Karena itulah ia lebih memilih Muhammad Al-Amin sebagai khalifah, dan mendorong agar Al-Amin menunjuk anaknya, Musa, sebagai putra mahkota. Ia menulis surat kepada seluruh pejabat daerah, menyerukan pembaiatan kepada Muhammad Al-Amin dan Musa sebagai putra mahkota.
Komunikasi Al-Amin dan Al-Makmun
Al-Amin mengirim surat kepada Al-Makmun, memintanya untuk melepaskan beberapa wilayah di Khurasan dan mengganti para pejabatnya Ia mengutus tiga orang kepecayaannya kepada Al-Makmun untuk meminta persetujuan Abdullah Al-Makmun agar mendahulukan, anaknya, Musa bin Muhammad Al-Amin sebagai putra mahkota. Al-Makmun segera memproteksi wilayah Khurasan sebelum utusan dari Irak datang, agar masyarakat tidak terpengaruh provokasi.
Penyiapan Pasukan
Di pihak Al-Ma’mun, Al-Fadhl bin Sahl menyiapkan tentara dan menunjuk Thahir bin Isa Al-Khuza’i menjadi komandan militer. Sementara itu, di pihak Al-Amin, Al-Fadhl bin Rabi’ memilih Ali bin Isa bin Mahan menjadi komandan militer.
40.000 pasukan Ali bin Isa bin Mahan bergerak dari Baghdad pada pertengahan Jumadil Akhir 195 H / Maret 811 M, membawa rantai perak untuk membelenggu Al-Makmun sebagaimana dikehendaki Zubaidah, ibunda Al-Amin.
Ali bin Isa Gugur
Pasukan sayap kanan Ali bin Isa menyerang pasukan Thahir bin Al-Husain. Namun berhasil diporak-porandakan, bahkan Ali bin Isa gugur terkena tembakan panah. Saat itu, Thahir bin Al-Husain berhasil mendapatkan ghanimah yang melimpah.
Al-Amin mengirim pasukan kedua dipimpin oleh Abdurrahman Al-Khablah Al-Anbari dengan kekuatan 20.000 personil. Mereka membawa persenjataan lengkap dan kuda-kuda terbaik. Namun pasukan ini dapat dikalahkan, hingga terpaksa memasuki wilayah Hamadzan, dan tinggal disana beberapa waktu hingga kekuatan pasukan pulih. Mereka lalu melancarkan serangan lagi, namun kembali dapat dikalahkan dan kembali memasuki wilayah Hamadzan. Pasukan Thahir bin Isa segera memblokade hingga pasukan Abdurrahman menyerah dan meminta jaminan keamanan.
Al-Fadhl bin Rabi memanggil Asad bin Yazid bin Mazid memintanya memimpin pasukan. Asad kemudian meminta fasilitas: diberi gaji setahun, pelayanan hiburan, dan mengganti tentara yang sudah lanjut usia. Juga meminta tambahan 1.000 tentara berkuda. Mendengar permintaan itu, Muhammad Al-Amin segera menjebloskan Asad ke penjara.
Lalu ditunjuklah Ahmad bin Mazid memimpin 20.000 tentara. Selain itu ada Humaid bin Qathabah yang juga memimpin 20.000 tentara.
Guna memecah belah dua kelompok pasukan ini Thahir dengan cerdik melakukan strategi intelejen sehingga dua kelompok ini terlibat konflik internal.
Thahir bergerak menuju Hilwan. Kemudian terdengar kabar kedatangan Hartsamah bin A’yun (komandan militer) membawa surat dari Al-Makmun kepada Thahir bin Al-Husain agar daerah-daerah yang dikuasai Thahir dapat diserahkan, dan Thahir bergerak ke Ahwaz agar dapat menyerang ke Baghdad dari dua arah.
Pasukan Al-Makmun Terus Bergerak
Thahir bin Husain bergerak ke Persia dan menguasainya setelah berhasil mengalahkan walikotanya, Muhammad bin Yazid Al-Mahlabi. Ia juga menguasai Yamamah, Bahrain, Oman, Bashrah, dan terus bergerak ke Wasith, selanjutnya ke Al-Mada’in. Ini semua terjadi pada bulan Rajab tahun 196 H / Maret 812 M.
Dukungan Dawud bin Isa
Ia adalah walikota Makkah dan Madinah yang diangkat Al-Amin. Ketika mengetahui tindakan Al-Amin mengambil dua surat Harun Ar-Rasyid yang berada di dalam Ka’bah demi membatalkan ketetapan dua saudaranya menjadi putra mahkota, pada 27 Rajab 196 H (17 April 812 M), Isa bin Dawud menyatakan pencabutan dukungannya kepada Muhammad Al-Amin dan membaiat Abdullah Al-Makmun sebagai khalifah.
Mengepung Baghdad
Pasukan Thahir bin Al-Husain dan Hartsamah bin Al-A’yun mengepung Baghdad dari tiga penjuru. Al-Amin semakin terdesak dan ia tidak lagi memiliki dana. Maka ia menjual semua asset pemerintahan untuk membiayai kebutuhan pendukungnya. Dalam peperangan ini Muhammad Al-Amin banyak meminta bantuan kepada para penjahat, penyamun, dan para tahanan.
Al-Amin Menyerah
Atas saran komandan militernya yang tersisa, Al-Amin akhirnya menyerah dan meminta perlindungan dan jaminan keamanan kepada Hartsamah bin A’yun. Hartsamah memenuhi permintaannya namun Thahir Al-Husain menolaknya. Maka ketika Al-Amin menaiki kapal perang Hartsamah, pasukan Thahir bin Al-Husain segera menembaknya sehingga kapal tenggelam.
Hartsamah diselamatkan oleh pendukungnya, sementara Al-Amin menyelamatkan diri namun berhasil dikejar oleh pasukan Thahir.
Eksekusi Terhadap Al-Amin
Thahir bin Al-Husain memerintahkan untuk mengeksekusi Al-Amin pada malam Ahad, 26 Muharram 198 H / 29 September 813 M. Lalu ia memasuki Baghdad dan memberikan jaminan keamanan kepada penduduknya.