Untuk pertama kalinya Turki-Iran-Rusia melalui format Astana melakukan pertemua langsung pasca pandemi corona, Selasa (19/7). Hadir dalam pertemuan di Taheran itu Presiden Iran, Ibrahim Raisi, Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan dan Presiden Rusia, Vladimir Putin. Pertemuan ketiganya melanjutkan pembahasan terkait Suriah.
“Pertemuan ini bertujuan untuk menguatkan tujuan utama format Astana, dalam rangka meredakan konflik di beberapa lokasi yang berkecamuk di Suriah. Disamping itu juga membahas terkait rencana Turki yang akan menggelar operasi militer di sana,” jelas Menlu Iran, Hossein Amir Abdollahian.
Ia kemudian menambahkan, tujuan dari pertemuan ketiga pimpinan negara ini adalah untuk meningkatkan keamanan dan menstabilkan kondisi di Suriah. Termasuk membantu para pengungsi Suriah agar bisa kembali ke tanah airnya.
KTT tiga negara ini juga fokus membahas hal keamanan regional melalui solusi politik dan ketahanan pangan.
Dalam konteks keamanan, pemerintah Turki sejak dua bulan lalu memiliki agenda untuk menggelar operasi militer di utara Suriah, di lokasi yang dikendalikan oleh Pasukan Demokratik Suriah (SDF) yang selama ini menjadi sandaran bagi pemberontak Kurdi. Sejatinya Turki akan melancarkan operasinya ke basis mereka di daerah Manbij dan Tal Rifaat di propinsi Aleppo, utara Suriah. Namun operasi itu hingga kini belum juga dilancarkan.
Perlau diketahui bahwa perbatasan Turki-Suriah terdapat kelompok bersenjata Kurdi yang menguatkan posisi Partai Buruh Kurdi yang disebut teroris oleh Ankara. Namun untuk melakukan operasi militer terhadap mereka, Ankara harus mendapatkan lampu hijau dari Moskow dan Taheran. Karena dua wilayah target Ankara tersebut berada di bawah kendali Rusia dan juga terdapat kelompok bersenjata Syiah, dimana Iran memiliki peran di sana. Izin ini yang harus dikantongi Turki sebelum melancarkan operasi militernya.
Adapun faksi Oposisi Suriah dan Turki menguasai daerah perbatasan yang berdekatan dengan Suriah sejak tahun 2016 lalu.
Sumber: Aljazeera.net