(329-333 H / 940-944 M)
Ibrahim Al-Muttaqi li-Llah bin Al-Mu’tamid bin Abi Ahmad Al-Muwaffaq Thalhah bin Al-Mutawakil. Lahir pada 297 H / 908 M, ibunya seorang budak Bernama Khalub.
Al-Muttaqi menjabat sebagai khalifah sejak 20 Rabi’ul Awwal 329 H / 27 Desember 940 M sampai 20 Shafar 333 H / 16 Oktober 944 M. Dia dikenal sebagai khalifah yang sering berpuasa dan ibadah serta tak pernah minum arak sama sekali. Dia pernah berujar, “Saya tak pernah menjadikan sesuatu sebagai teman selain Al-Qur’an.”
Berawal dari Musyawarah
Saat Khalifah Ar-Radhi wafat, para Menteri, pejabat departeman, orang-orang Alawiyah, para hakim, kaum Abbasiyah dan seluruh tokoh negeri bermusyawarah dipimpin Abu Abdullah Al-Kufi mengenai siapa yang akan dipilih menjadi khalifah. Mereka sepakat memilih Ibrahim Al-Muqtadir, yang menggelari dirinya Al-Muttaqi li-Llah.
Hanya Menjadi Simbol
Pada masa Khalifah Al-Muttaqi, Bajkam Ad-Dailami meneruskan jabatannya sebagai Amirul ‘Umara. Sementara pengaturan urusan diserahkan kepada menterinya, Abu Abdullah Al-Kufi. Khalifah Al-Muttaqi tak lebih dari sekedar simbol dan nama yang tidak mampu berbuat apa-apa.
Pemberontakan Al-Baridi
Al-Baridi masih bercita-cita ingin menguasai Baghdad. Ia mengirim pasukan dari Bashrah sampai ke Madzar. Mengetahui hal itu, Bajkam Ad-Dailami mengirim tentara dipimpin oleh Tuzun. Terjadilah pertempuran sengit yang dimenangkan tentara Al-Baridi.
Sementara itu Bajkam Ad-Dailami dibunuh oleh seorang laki-laki suku Kurdi saat berburu di Jur. Terbunuhnya Bajkam menjadi berita gembira bagi Al-Baridi. Ia dapat menguasai Dailam sehingga menjadi lebih kuat dan berpengaruh. Terbunuhnya Bajkam juga memberi keuntungan bagi khalifah Al-Muttaqi, karena selama ini rumah dan harta bendanya dikuasai oleh Bajkam.
Pergolakan Politik
Al-Baridi menguasai Baghdad, namun ditinggalkannya setelah tinggal 24 hari disana, karena orang-orang Turki dan Dailam beroposisi padanya. Kurtakin Ad-Dailami maju memimpin tentara, dan diangkat menjadi Amirul ‘Umara. Namun masyarakat Baghdad merasa terganggu dengan keberadaan orang-orang Dailam.
Melihat hal itu, Khalifah Al-Muttaqi mengirim utusan kepada Ibnu Raiq yang berada di Syam dan memintanya untuk Kembali ke Baghdad. Maka ia pun bergerak ke Baghdad.
Ibnu Ra’iq Kembali Menjadi Amirul ‘Umara
Pada 21 Dzulhijjah 329 H / 21 September 941 M, Ibnu Raiq tiba di Baghdad lalu menemui Khalifah Al-Muttaqi. Kurtakin menyusulnya ke Baghdad dan mengalami kekalahan Ketika bertempur dengan pasukan Ibnu Raiq. Kurtakin menghilang, dan Ibnu Raiq menangkapi dan membunuhi orang-orang Dailam yang jumlahnya mencapai 400 orang. Saat itulah Al-Muttaqi mengangkat Ibnu Raiq menjadi Amirul ‘Umara.
Ambisi Al-Baridi
Mengetahui semakin melemahnya kekuatan orang-orang Dailam dan Turki, Al-Baridi Kembali mengirimkan tantara dari Tigris untuk menguasai Baghdad. Tidak ada perlawanan berarti, Baghdad berhasil dikuasai oleh Al-Baridi. Sementara Al-Muttaqi dan putranya serta Ibnu Raiq melarikan diri ke Mosul.
Kekejaman Al-Baridi
Al-Baridi berbuat keji, ia membunuh orang-orang dekat khalifah, merampas rumah-rumah, serta melakukan aksi perampokan lainnya di Baghdad pada siang dan malam hari.
Al-Muttaqi meminta kepada Nashirud Daulah bin Hamdan, Penguasa Mosul, agar membantunya melawan Al-Baridi. Dikirimlah saudaranya, Abul Hasan Ali Saifud Daulah, menemui Al-Muttaqi dan Ibnu Raiq di Tikrit, lalu Kembali bersama keduanya ke Mosul.
Nashirud Daulah lantas membunuh Ibnu Raiq karena ingin menggantikannya sebagai Amirul Umara. Pada Sya’ban 330 H / April 942 M, Khalifah Al-Muttaqi mengangkat Nashirud Daulah sebagai Amirul Umara, dan mengangkat Saifud Daulah pula sebagai pejabat.
Memerangi Al-Baridi
Nashirud Daulah bin Hamdan memasuki Baghdad bersama Khalifah Al-Muttaqi dengan membawa banyak tentara. Al-Baridi keluar dari Baghdad menuju ke Wasith. Nashirud Daulah mengirim Saifud Daulah untuk memerangi Al-Baridi. Awalnya, pasukan Al-Baridi berhasil mendesak pasukan Saifud Daulah. Namun, Saifud Daulah mendapat bantuan tambahan pasukan sehingga mampu mengalahkannya.
Menguasai Wasith
Saifud Daulah tidak langsung mengejar Al-Baridi sampai ke Wasith, karena pasukannya banyak yang terluka. Setelah luka-luka pasukan sembuh, Saifud Daulah kembali menyerang Al-Baridi hingga menguasai wilayah Wasith.
Saifud Daulah berniat menguasai Bashrah tapi tidak memiliki biaya yang cukup untuk bergerak kesana. Tentara yang bersamanya adalah orang-orang Turki. Ia mengirimkan surat kepada saudaranya, Nashirud Daulah, meminta bantuan. Namun tidak mendapatkan jawaban. Hal ini menimbulkan ketegangan diantara keduanya.
Bani Buwaihi menghadang dan menyerang. Saifud Daulah pun lari meninggalkan barak militernya. Kondisi ini menyebabkan Nashirud Daulah meninggalkan Baghdad menuju Mosul dan meninggalkan jabatan Amirul Umara yang telah dijabatnya selama 13 bulan.
Tuzun Ad-Dailami
Khalifah Al-Muttaqi mengangkat panglima Tuzun menjadi Amirul ‘Umara. Akan tetapi Tuzun tidak memiliki kecakapan memimpin, sehingga Khalifah tidak menyukainya dan mengkhawatirkan dirinya dari kejahatan Tuzun.
Khalifah Al-Muttaqi memutuskan untuk pergi ke Mosul meminta bantuan Bani Hamdan. Lalu terjadilah beberapa kali pertempuran antara pasukan Tuzun dengan Bani Hamdan hingga akhirnya Mosul dapat dikuasai oleh Tuzun.
Bani Hamdan dan Khalifah Al-Muttaqi melarikan diri menuju Nashibain. Selanjutnya Nashirud Daulah sebagai pemimpin Bani Hamdan meminta jaminan keamanan kekuasaannya selama 3 tahun. Setiap tahun dia siap membayar 603.000 dirham.
Sementara itu Khalifah Al-Muttaqi mengirim surat kepada Akhsyid, Penguasa Mesir. Bani Hamdan tidak menyukai hal itu, maka Khalifah Al-Muttaqi pun mengirimkan utusan kepada Tuzun meminta jaminan keamanan dan agar ia mengizinkannya Kembali ke Baghdad.
Akhsyid datang menemui Khalifah Al-Muttaqi dan mengajaknya ke Mesir demi keselamatan khalifah, ia mewanti-wanti kejahatan Tuzun. Namun khalifah tidak berkenan dan lebih senang Kembali ke Baghdad karena Tuzun menyatakan akan memberi jaminan keamanan.
Khalifah Ditangkap!
Dalam bukunya yang berjudul Sejarah Umat Islam, Buya Hamka menyebutkan peristiwa penangkapan khalifah Al-Muttaqi:
“Setelah Khalifah datang, tampillah Tuzun ke muka menyembah sampai bersinggung keningnya dengan tanah. Al-Muttaqi berbesar hati, akan tetapi di saat baginda tengah lalai itu, datanglah serdadu-serdadu Tuzun mengepungnya.”
“Baginda ditangkap dan dibawa ke dalam kemah yang telah tersedia. Di dalam kemah itu dalam beberapa saat saja terjadilah hal yang amat ngeri: mata khalifah itu dicungkil pula dan dia diturunkan dari jabatannya dan diganti dengan al-Mustakfi.”
Al-Muttaqi dibuang ke sebuah pulau dekat Sindi dan dipenjara di tempat tersebut selama 25 tahun hingga meninggal di penjara pada bulan Sya’ban 357 H / Juli 968 M.