Oleh: KH. Hilmi Aminuddin
Da’i dan da’iyat adalah nukhbah taghyiriyah (kader perubah). Tentunya bukan perubahan menurut hawa nafsu, keinginan, atau seleranya. Akan tetapi perubahan-perubahan yang dilandasi sumber rabbaniyah.
Asas taghyir yang paling mendasar adalah ishlah yang rabbani, yaitu perubahan yang selalu dimulai dari manusianya, selamanya! Seluruh perubahan, apakah perubahan dari baik ke arah buruk, atau perubahan dari buruk ke arah baik, faktor utamanya adalah manusianya. Itu konsepsi Al-Qur’an.
Mengenai perubahan dari baik menjadi buruk, lihat dalam surat Al-Anfal ayat 53, di situ Allah berfirman,
ذَٰلِكَ بِأَنَّ اللَّهَ لَمْ يَكُ مُغَيِّرًا نِعْمَةً أَنْعَمَهَا عَلَىٰ قَوْمٍ حَتَّىٰ يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ ۙ وَأَنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
“(siksaan) yang demikian itu adalah karena sesungguhnya Allah sekali-kali tidak akan merubah sesuatu nikmat yang telah dianugerahkan-Nya kepada suatu kaum, hingga kaum itu merubah apa-apa yang ada pada diri mereka sendiri, dan sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.”
Ni’matan artinya dari kebaikan. An’ama ‘ala qaumin, kebaikan yang diberikan sebagai sifat kepada suatu bangsa—suatu umat. Hattaa yughayyiru maa bi anfusihim, sehingga mereka merubah maa bi anfusihim, karakter dirinya. Sebab kebaikan atau kenikmatan terkait langsung dengan al-akhlaq al-mahmudah (akhlak terpuji).
Kenapa bisa hidup damai, tentram, sejahtera? Karena di masyarakat itu setiap individunya amanah. Namun jika amanah itu berubah menjadi khianat, maka langsung malapetaka yang akan muncul. Jika istiqamah itu berubah jadi nifaq, maka kerusakanlah yang akan muncul. Begitu juga jika kemurahan hati berubah menjadi bakhil, maka langsung saja hasud dan khiyal (sangkaan) akan muncul.
Jadi, pokok pangkal perubahan dari kenikmatan menuju malapetaka adalah maa bi anfusihim. Malapetaka akan muncul jika amanah berubah menjadi khianat. Karakter istiqomah berubah menjadi nifaq. Karakter karam (pemurah) menjadi bakhil. As-Shidiq—perilaku benar—menjadi kadzib. Perilaku Islam menjadi jahiliy. Al-Iman menjadi kufur. Seluruhnya adalah sumber perubahan nikmat kepada bencana.
Sedangkan dalam surat Ar-Ra’du ayat 11, Allah berfirman,
إِنَّ اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّىٰ يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ ۗ
“Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.”
Sesungguhnya Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum, maa ini nasib, maa bi qaumin—nasib buruk suatu kaum—hatta yughayyiru maa bi anfusihim, sehingga kaum itu merubah karakter-karakter buruknya; khianat menjadi amanah, nifaq menjadi istiqamah, bakhil menjadi karam, kadzib menjadi shidiq, jahil menjadi islami, kufur menjadi iman. Konsep rabbani ini adalah konsep yang paling bijaksana, karena merubah dari manusianya.
Peringatan Kepada Kader Gerakan Perubahan
Sebagai kader gerakan perubahan, terkait dengan pemilu, kita tidak boleh mengumpulkan harta, apalagi dengan korupsi, manipulasi, atau cara-cara haram. Kadang-kadang semangat intifa’ (pemanfaatan) dari musyarakah, kalau gegabah—tidak dikontrol secara syar’i, akan berubah menjadi musyaraqah (saling mencuri).
Hati-hati Walikota! Hunaka khutharah—disana ada hal-hal yang membahayakan—jangan berpikir, ‘mumpung berkuasa, ngumpulin dana buat pemilu’. Kadang-kadang dibingkai dengan sebutan ‘Infaq Dana Dakwah’. Hati-hati, kenapa? Karena selain gerakan Islam, kita adalah partai dakwah.
Kita tidak ingin melakukan perubahan dengan mengorbankan akhirat kita; memperbaiki kehidupan dunia kita tapi dengan mencabik-cabik agama kita. Akhirnya laahiquna yabqa walaa ma yurakhiqu, dunia tidak didapat, bahkan tidak tersisa, diin kita hilang. Itu bukan manhaj kita. Dan kita memang bukan harakah tarqi’iyah, harakah yang tambal sulam, tapi kita adalah harakah ishlahiyah.