Makna al-Haq dan al-Bathil
Al-haq dalam bahasa Arab artinya adalah yang tetap dan tidak akan hilang atau tidak menyusut (semakin kecil).
Sedangkan al-bathil secara bahasa artinya ialah fasada wa saqatha hukmuhu (rusak dan gugur/tidak berlaku hukumnya). Dalam al-Mufradat, Ar-Raghib menerangkan makna al-bathil sebagai lawan dari al-haq, yaitu semua yang tidak ada kekuatannya ketika dicermati dan diteliti.
Secara istilah, para ulama berpedoman kepada maknanya secara bahasa. Jadi, mereka menyebut al-haq dalam setiap uraian mereka sebagai segala sesuatu yang tetap dan wajib menurut ketentuan syariat. Al-bathil ialah semua yang tidak sah, tidak pula ada sandaran hukumnya sebagaimana halnya pada perkara yang haq, yaitu tetap dan sah menurut syariat.
Al-bathil adalah lawan dari al-haq, yaitu semua yang tidak ada kekuatannya, tidak diakui dan tidak disifati sebagai sesuatu yang sah, dan harus ditinggalkan serta tidak berhak untuk tetap ada. Semua itu sudah tentu dengan ketetapan syariat.
Dari uraian ini, al-haq meliputi semua yang Allah subhanahu wa ta’ala perintahkan, sedangkan yang batil adalah semua yang dilarang oleh Allah subhanahu wa ta’ala.[1]
Al-haq membimbing manusia menuju petunjuk; sedangkan al-batil menggiring manusia menuju kesesatan. Dengan demikian, keduanya tidak mungkin bersatu. Keduanya akan selalu bertentangan dan berbeda arah. Pertarungan abadi bagi al-haq dan al-batil adalah sebuah keniscayaan.
*****
Keyakinan yang harus selalu tertanam dalam dada seorang muslim adalah pastinya kemenangan bagi al-haq di atas al-bathil.
Nilai-nilai al-haq datang dari Allah SWT, Dialah al-Khaliq (Yang Maha Pencipta),
هُوَ اللَّهُ الْخَالِقُ الْبَارِئُ الْمُصَوِّرُ لَهُ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَى يُسَبِّحُ لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
“Dialah Allah Yang Menciptakan, Yang Mengadakan, Yang Membentuk Rupa, Yang Mempunyai Asmaaul Husna. Bertasbih kepadaNya apa yang di langit dan bumi. Dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al-Hasyr, 59: 24)
Dialah Al-‘Alim (Yang Maha Mengetahui),
وَهُوَ بِكُلِّ خَلْقٍ عَلِيمٌ
“…Dan Dia Maha Mengetahui tentang segala makhluk.” (QS. Yasin, 36: 79)
Dialah Al-Hakim (Yang Maha Bijaksana), yang menentukan segala sesuatu yang ada di alam semesta ini.
سَبَّحَ لِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
“Telah bertasbih kepada Allah apa saja yang ada di langit dan apa saja yang ada di bumi; dan Dia-lah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. As-Shaf, 61: 1)
Oleh karena Allah Ta’ala menjadi sumber memancarnya nilai-nilai kebenaran, maka Al-Haq menjadi salah satu nama-Nya yang agung.
ذَلِكَ بِأَنَّ اللَّهَ هُوَ الْحَقُّ وَأَنَّ مَا يَدْعُونَ مِنْ دُونِهِ هُوَ الْبَاطِلُ وَأَنَّ اللَّهَ هُوَ الْعَلِيُّ الْكَبِيرُ
“(Kuasa Allah) yang demikian itu, adalah karena sesungguhnya Allah, Dialah (Tuhan) Yang Haq dan sesungguhnya apa saja yang mereka seru selain dari Allah, itulah yang batil, dan sesungguhnya Allah, Dialah Yang Maha Tinggi lagi Maha Besar.” (QS. Al-Hajj, 22: 62)
*****
Dialah yang memiliki dinul haq (agama yang benar), yang disampaikan oleh Nabi-nabi dan Rasul-rasul yang diutus-Nya, termasuk kepada Rasul-Nya yang terakhir: Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَكَفَى بِاللَّهِ شَهِيدًا
“Dia-lah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang hak agar dimenangkan-Nya terhadap semua agama. Dan cukuplah Allah sebagai saksi.” (QS. Al-Fath, 48: 28)
Dalam ayat ini ditegaskan kebenaran Muhammad sebagai Rasul yang diutus Allah SWT kepada manusia dengan menyatakan, Dia-lah Rasul Allah yang diutus-Nya membawa petunjuk dan agama Islam sebagai pengganti agama-agama dan syariat yang telah dibawa oleh para Rasul sebelumnya, menyatakan kesalahan dan kekeliruan akidah-akidah agama dan kepercayaan yang dianut manusia, yang tidak berdasarkan agama dan untuk menetapkan hukum-hukum yang berlaku bagi manusia sesuai dengan perkembangan zaman, perbedaan keadaan dan tempat. Hal ini juga berarti dengan datangnya agama Islam yang dibawa Muhammad itu, maka agama-agama yang lain tidak diakui lagi sebagai agama yang sah di sisi Allah.
Pada akhir ayat ini, dinyatakan bahwa semua yang dijanjikan Allah kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan kaum Muslimin itu pasti terjadi dan tidak ada sesuatu pun yang dapat menghalangi terjadinya. [2]
Jika kaum muslimin menghendaki kemulian bagi kehidupannya di dunia dan akhirat, hendaknya mereka senantiasa berupaya menjadi bagian dari auliya-ullah (pendukung agama Allah) atau ansharul haq (penolong kebenaran); menjadi bagian junudullah (tantara-tentara Allah) atau junudul haq (tantara-tentara kebenaran).
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا أَنْصَارَ اللَّهِ كَمَا قَالَ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ لِلْحَوَارِيِّينَ مَنْ أَنْصَارِي إِلَى اللَّهِ قَالَ الْحَوَارِيُّونَ نَحْنُ أَنْصَارُ اللَّهِ
“Hai orang-orang yang beriman, jadilah kamu penolong (agama) Allah sebagaimana ‘Isa ibnu Maryam telah berkata kepada pengikut- pengikutnya yang setia: ‘Siapakah yang akan menjadi penolong- penolongku (untuk menegakkan agama) Allah?’ Pengikut-pengikut yang setia itu berkata: ‘Kamilah penolong-penolong agama Allah’…” (QS. As-Shaf, 61: 14)
Abdurrazzaq dan Abdun bin Hamid meriwayatkan dari Qatadah, tentang firman Allah: يٰٓأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا۟ كُونُوٓا۟ أَنصَارَ اللهِ ia berkata: “Hal itu telah terwujud, Alhamdulillah. 70 orang mendatangi Rasulullah kemudian membaiat beliau di ‘Aqabah, mereka melindungi dan menolong beliau hingga Allah memenangkan agama-Nya.” Dan Ibnu Ishaq dan Ibnu Sa’d meriwayatkan, Rasulullah bersabda kepada orang-orang yang menemuinya di Aqabah: “Pilihlah bagiku dua belas orang dari kalian untuk menjadi pelindung dari kaumnya, sebagaimana Hawariyun menjadi pelindung bagi Isa bin Maryam.” Kemudian Rasulullah bersabda kepada orang-orang yang dipilih: “Kalian adalah pelindung dari kaum kalian seperti perlindungan yang diberikan Hawariyun bagi Isa bin Maryam; dan aku adalah pelindung dari kaumku.” Maka mereka menjawab: “Iya, (kami siap melakukannya).” [3]
Munculnya para penolong agama Allah adalah keniscayaan di setiap zaman. Hal ini diantaranya tergambar dalam dua hadits berikut ini,
قَالَ حُمَيْدُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، سَمِعْتُ مُعَاوِيَةَ خَطِيبًا، يَقُولُ: سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: ” مَنْ يُرِدِ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ، وَإِنَّمَا أَنَا قَاسِمٌ وَاللَّهُ يُعْطِي، وَلَنْ تَزَالَ هَذِهِ الْأُمَّةُ قَائِمَةً عَلَى أَمْرِ اللَّهِ لَا يَضُرُّهُمْ مَنْ خَالَفَهُمْ حَتَّى يَأْتِيَ أَمْرُ اللَّهِ “
Telah berkata Humaid bin ‘Abdirrahman: Aku pernah mendengar Mu’awiyyah saat berkhutbah berkata: Aku pernah mendengar Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa yang dikehendaki Allah kebaikan, maka Dia akan menjadikannya faham tentang agamanya. Sesungguhnya aku hanyalah yang membagikan dan Allah-lah yang memberi. Dan umat ini akan senantiasa tegak di atas perintah Allah, tidak akan membahayakan mereka orang-orang yang menyelisihi mereka hingga datangnya keputusan Allah (hari Kiamat)” (Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 71)
لاَ تَزَالُ عِصَابَةٌ مِنْ أُمَّتِى يُقَاتِلُونَ عَلَى أَمْرِ اللَّهِ قَاهِرِينَ لِعَدُوِّهِمْ لاَ يَضُرُّهُمْ مَنْ خَالَفَهُمْ حَتَّى تَأْتِيَهُمُ السَّاعَةُ وَهُمْ عَلَى ذَلِكَ
“Akan senantiasa ada sekelompok kecil dari ummatku yang berperang di atas perintah Allah, mereka berjaya atas musuh mereka, orang-orang yang menentang mereka tidak akan bisa membahayakan mereka sampai hari kiamat dan mereka tetap teguh dalam kondisi seperti itu” (HR. Muslim)
Mengomentari hadits-hadits ini, Imam An-Nawawi rahimahullah berkata :
وَيَحْتَمِلُ أَنَّ هَذِهِ الطَّائِفَةَ مُفَرَّقَةً بَيْنَ أَنْوَاعِ الْمُؤْمِنِيْنَ مِنْهُمْ شُجْعَانٌ مُقَاتِلُونَ وَمِنْهُمْ فُقَهَاءُ وَمِنْهُمْ مُحَدِّثُونَ وَمِنْهُمْ زُهَّادٌ وَآمِرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَناَهُونَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَمِنْهُمْ أَهْلُ أَنْوَاعٍ أُخْرَى مِنَ الْخَيْرِ وَلاَ يَلْزَمُ أَنْ يَكُونُوا مُجْتَمِعِيْنَ، بَلْ قَدْ يَكُونُونَ مُتَفَرَّقِيْنَ فِي أَقْطَارِ اْلأَرْضِ
“Kelompok ini kemungkinan adalah kelompok yang tersebar di antara kaum muminin. Di antara mereka adalah para pemberani yang berperang (di jalan Allah), fuqahaa’, ahli hadits, orang-orang yang zuhud, orang yang menyuruh pada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, dan para pelaku kebaikan yang lainnya. Tidaklah mengharuskan mereka berkumpul pada tempat yang sama, bahkan mungkin mereka tersebar di berbagai penjuru negeri” (Syarh Shahih Muslim, 13/67 – Maktabah Syamilah).
Kelompok pendukung, penolong, dan tentara agama Allah ini disebut di dalam Al-Qur’an dengan istilah hizbullah (golongan/pengikut agama Allah).
لَا تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آبَاءَهُمْ أَوْ أَبْنَاءَهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ أُولَئِكَ كَتَبَ فِي قُلُوبِهِمُ الْإِيمَانَ وَأَيَّدَهُمْ بِرُوحٍ مِنْهُ وَيُدْخِلُهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ أُولَئِكَ حِزْبُ اللَّهِ أَلَا إِنَّ حِزْبَ اللَّهِ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
“Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka. Meraka itulah orang-orang yang telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang daripada-Nya. Dan dimasukan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah ridha terhadap mereka, dan merekapun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya. Mereka itulah golongan Allah. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya hizbullah itu adalah golongan yang beruntung.” (QS. Al-Mujadilah, 58: 22)
Mereka itulah golongan yang akan dianugerahi kemenangan (al-ghalabah) dan keberuntungan (al-falah) oleh Allah Ta’ala,
وَمَنْ يَتَوَلَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَالَّذِينَ آمَنُوا فَإِنَّ حِزْبَ اللَّهِ هُمُ الْغَالِبُونَ
“Dan barangsiapa mengambil Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman menjadi penolongnya, maka sesungguhnya pengikut (agama) Allah itulah yang pasti menang.” (QS. Al-Maidah, 5: 56)
*****
Di sisi lain, nilai-nilai al-bathil pastilah datang dari ghairullah (selain Allah Ta’ala), mereka sangatlah rendah kedudukan-Nya jika dibandingkan dengan Allah Ta’ala karena mereka adalah al-makhluq (ciptaan Allah Ta’ala).
أَفَمَنْ يَخْلُقُ كَمَنْ لَا يَخْلُقُ أَفَلَا تَذَكَّرُونَ
“Maka apakah (Allah) yang menciptakan itu sama dengan yang tidak dapat menciptakan (apa-apa)? Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran.” (QS. An-Nahl, 16: 17)
Makhluk dipandang sehebat apa pun oleh para pemujanya tidaklah akan mungkin mampu menyaingi Allah Ta’ala dalam ilmu maupun af’al (perbuatan)-Nya.
يَا أَيُّهَا النَّاسُ ضُرِبَ مَثَلٌ فَاسْتَمِعُوا لَهُ إِنَّ الَّذِينَ تَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ لَنْ يَخْلُقُوا ذُبَابًا وَلَوِ اجْتَمَعُوا لَهُ وَإِنْ يَسْلُبْهُمُ الذُّبَابُ شَيْئًا لَا يَسْتَنْقِذُوهُ مِنْهُ ضَعُفَ الطَّالِبُ وَالْمَطْلُوبُ
“Hai manusia, telah dibuat perumpamaan, maka dengarkanlah olehmu perumpamaan itu. Sesungguhnya segala yang kamu seru selain Allah sekali-kali tidak dapat menciptakan seekor lalatpun, walaupun mereka bersatu menciptakannya. Dan jika lalat itu merampas sesuatu dari mereka, tiadalah mereka dapat merebutnya kembali dari lalat itu. Amat lemahlah yang menyembah dan amat lemah (pulalah) yang disembah.” (QS. Al-Hajj, 22: 73)
Nilai-nilai kebatilan landasannya adalah kebodohan; berupa dugaan atau persepsi terhadap suatu hakikat.
وَمَا يَتَّبِعُ أَكْثَرُهُمْ إِلَّا ظَنًّا إِنَّ الظَّنَّ لَا يُغْنِي مِنَ الْحَقِّ شَيْئًا إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ بِمَا يَفْعَلُونَ
“Dan kebanyakan mereka tidak mengikuti kecuali persangkaan saja. Sesungguhnya persangkaan itu tidak sedikitpun berguna untuk mencapai kebenaran. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan.” (QS. Yunus, 10: 36)
Oleh karena itu, ghairu dinillah (selain agama Allah) adalah ad-dinul bathil (agama yang batil).
ذَلِكَ بِأَنَّ اللَّهَ هُوَ الْحَقُّ وَأَنَّ مَا يَدْعُونَ مِنْ دُونِهِ هُوَ الْبَاطِلُ وَأَنَّ اللَّهَ هُوَ الْعَلِيُّ الْكَبِيرُ
“(Kuasa Allah) yang demikian itu, adalah karena sesungguhnya Allah, Dialah (Tuhan) Yang Haq dan sesungguhnya apa saja yang mereka seru selain dari Allah, itulah yang batil, dan sesungguhnya Allah, Dialah Yang Maha Tinggi lagi Maha Besar.” (QS. Al-Hajj, 22: 62)
Seseorang hendaknya menghindari nilai-nilai kebatilan; karena siapa saja yang mendukungnya maka ia telah menjadi bagian auliyaus syaithan (pendukung syaithan) atau ansharul bathil (penolong kebatilan); bahkan menjadi bagian junudu iblis (tantara-tentara iblis) atau junudul bathil (tantara-tentara kebatilan). Ketahuilah, akhir bagi mereka adalah siksa di neraka,
فَكُبْكِبُوا فِيهَا هُمْ وَالْغَاوُونَ وَجُنُودُ إِبْلِيسَ أَجْمَعُونَ
“Maka mereka (sembahan-sembahan itu) dijungkirkan ke dalam neraka bersama-sama orang-orang yang sesat, dan bala tentara iblis semuanya.” (QS. As-Syu’ara, 26: 94 – 95)
Mereka yang mendukung kebatilan dan tidak mau beriman kepada al-haq—disadari atau tidak—berarti telah menjadikan syaithan sebagai pemimpinnya,
إِنَّا جَعَلْنَا الشَّيَاطِينَ أَوْلِيَاءَ لِلَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ
“Sesungguhnya Kami telah menjadikan syaitan-syaitan itu pemimpin- pemimpin bagi orang-orang yang tidak beriman.” (QS. Al-A’raf, 7: 27).
Mereka dianggap telah bergabung ke dalam barisan hizbus syaithan (golongan syaithan).
اسْتَحْوَذَ عَلَيْهِمُ الشَّيْطَانُ فَأَنْسَاهُمْ ذِكْرَ اللَّهِ أُولَئِكَ حِزْبُ الشَّيْطَانِ أَلَا إِنَّ حِزْبَ الشَّيْطَانِ هُمُ الْخَاسِرُونَ
“Syaitan telah menguasai mereka lalu menjadikan mereka lupa mengingat Allah; mereka itulah golongan syaitan. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya golongan syaitan itulah golongan yang merugi.” (QS. Al-Mujadilah, 58: 19)
Dalam pertarungan abadi melawan al-haq, golongan syaithan ini pasti akan mengalami kekalahan (al-inhizam) dan kerugian (al-khusran).
سَيُهْزَمُ الْجَمْعُ وَيُوَلُّونَ الدُّبُرَ
“Golongan itu pasti akan dikalahkan dan mereka akan mundur ke belakang.” (QS. Al-Qamar, 54: 45)
Di ayat lain, Allah Ta’ala menegaskan,
وَقُلْ جَاءَ الْحَقُّ وَزَهَقَ الْبَاطِلُ إِنَّ الْبَاطِلَ كَانَ زَهُوقًا
“Dan katakanlah: ‘Yang haq telah datang dan yang batil telah lenyap’. Sesungguhnya yang batil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap.” (QS. Al-Isra, 17: 81)
قُلْ جَاءَ الْحَقُّ وَمَا يُبْدِئُ الْبَاطِلُ وَمَا يُعِيدُ
“Katakanlah: ‘Kebenaran telah datang dan yang batil itu tidak akan memulai dan tidak (pula) akan mengulangi.’” (QS. Saba, 34: 49)
Maksud ayat ini ialah apabila kebenaran sudah datang Maka kebatilan akan hancur binasa dan tidak dapat berbuat sesuatu untuk melawan dan meruntuhkan kebenaran itu.
بَلْ نَقْذِفُ بِالْحَقِّ عَلَى الْبَاطِلِ فَيَدْمَغُهُ فَإِذَا هُوَ زَاهِقٌ
“Sebenarnya Kami melontarkan yang haq kepada yang batil lalu yang haq itu menghancurkannya, maka dengan serta merta yang batil itu lenyap.” (QS. Al-Anbiya, 21: 18)
Ringkasnya, kebatilan itu tidak akan sanggup hidup bertahan lama, karena tidak mempunyai dasar-dasar dan sendi-sendi yang kuat.
Wallahu a’lam.
Catatan Kaki:
[1] Dikutip dari Perumpamaan Al-Haq dan Al-Batil, Abu Muhammad Harits, asysyariah.com dengan sedikit perubahan yang tidak merubah makna.
[2] Lihat: Al-Qur’anul Karim wa Tafsiruhu, Depag RI.
[3] Lihat: Zubdatut Tafsir.