Oleh: KH. Hilmi Aminuddin
Asset harakah Islamiyah terdiri dari manusia, dan bukan benda-benda yang menjadi miliknya. Oleh karena itu, dakwah tidak memiliki kekayaan apa-apa selain dari manusia yang berhasil diajaknya ke jalan Allah dan bekerja untuk tegaknya dienu-Llah.
Para du’at menjadi milik dakwah karena mereka telah mengikatkan dan melibatkan dirinya untuk mendengarkan dan taat dalam berjihad di jalan Allah. Apa yang menjadi miliknya, misalnya berupa harta dan kekayaan juga akan dikhidmadkan untuk dakwah, sehingga kemajuan dakwah ditunjang oleh assetnya ini. Para du’at yang potensial inilah yang dimaksud sebagai thoqotul harakah, potensi harakah.
Dalam membangun thoqotul harakah, ada dua watak yang senantiasa harus dipelihara keseimbangannya, watak orang tua dan watak pemuda. Sebagaimana dalam ungkapan: hikmatus syuyukh fi hamasatus syabab (kepandaian/kebijaksanaan orang tua dalam semangat pemuda).
Syabab (pemuda) memiliki potensi yang khas.
- Quwwatul Mubadarah, kekuatan daya inisiatif.
- Al-Quwwah at-tanfizhiyah, kekuatan daya gerak dan aktivitas.
- Al-Muthola’ah an-nazhariyah, telaah konsepsional/teoritis.
Dari itu, para pemuda dikatakan memiliki hamasah (semangat yang tinggi). Mereka kritis menghadapi kondisi di sekelilingnya. Gambaran yang nyata dalam sikap mereka bisa kita lihat pada kisah Ashabul Kahfi dalam al-Qur’an. Hamasah ini sangat esensial bagi harakah. Tanpa hamasah, harakah akan melempem, tak ada daya. Hamasah yang terkendali akan menjadi kedinamisan (al-hayawiyah) yang membuat harakah benar-benar hidup dan berkembang. Yang perlu dijaga adalah agar jangan sampai hamasah berubah menjadi emosi (infi’ali). Sebab, dengan emosi biasanya timbul sikap ekstrimisme.
Ciri-ciri yang dimiliki syuyukh dapat menjadi penyeimbang agar hamasatu syabab terkendali. Para syuyukh memiliki potensi,
- Al-khazanah at-tajribiyah (kekayaan pengamalan). Ini bersumber dari lamanya perjalanan hidup sehingga telah memetik hikmah dari berbagai ujian dakwah. Para syuyukh juga pada umumnya memiliki kekuatan menelaah situasi dan kondisi yang ada (quwwatul isti’la’iyah).
- Quwwatu syaitharah fikriyah (kekuatan daya berfikir). Yaitu mampu member pengaruh pemikiran di tengah-tengah masyarakat. Hasil pemikiran orang tua biasanya lebih dihargai daripada pemikiran orang-orang muda karena pertimbangan dalam pemikirannya telah matang.
- Quwwatu syaitharah ruhiyah (kekuatan daya ruhani). Yaitu kemampuan untuk mendekatkan diri kepada Allah yang member pengaruh (ta’tsir) di hati masyarakat. Hubungan dengan Allah (ibadah) yang telah lama member suatu kedalaman ruhani yang bermanfaat bagi dakwah.
Dengan modal tiga potensi potensi inilah para syuyukh biasanya mampu mengambil hikmah dari setiap peristiwa dengan telaah mendalam berdasarkan pengalaman yang panjang. Hikmah yang telah diwariskan para syuyukh dalam perjalanan harakah merupakan pemelihara agar harakah senantiasa berada dalam asholah (orisinalitas).
Lantaran itu, kebijaksanaan dakwah yang murni senantiasa berorientasi pada hikmatu syuyukh fi hasatu syabab, dalam arti: merupakan hasil telaah mendalam dari kitab dan sunnah, berdasarkan pengalaman harakah yang panjang tetapi dilaksanakan dengan semangat dan inisiatif yang tinggi.
Bila seluruh asset harakah selalu berpegang pada sikap ini, maka dakwah kita akan memiliki kemampuan untuk terus berkembang yang tinggi