Font Nahdliyin untuk Kedaulatan Sumber Daya Alam (FNKSDA) tegas meminta pemerintah untuk menghentikan proyek bendungan dan tambang batu andesit di Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah.
“Menuntut agar pemerintah menghentikan proyek bendungan dan tambang tersebut, karena bertentangan dengan konstitusi serta kelestarian ekosistem,” ujar Sekretaris Nasional FNKSDA, Wahyu Eka, Selasa (8/2/2022) dalam pernyataan sikapnya secara tertulis.
FNKSDA juga mengutuk tindakan kekerasan yang dilakukan oleh aparat keamanan dan meminta kepolisian RI untuk mundur dan menghentikan kekerasan terhadap warga di Desa Wadas.
Secara khusus, Wahyu meminta peran serta Pengurus Besar Nahdlatul Ulama dan Pengurus Pusat Muhammadiyah untuk mendukung dan membantu perjuangan warga di Desa Wadas.
“Seluruh elemen sipil harus bersatu dan bersolidaritas kepada warga Wadas yang melindungi hak hidupnya dan tengah dizalimi oleh kekuasaan represif,” ajak Wahyu.
Kronologi
Selasa, 8 Februari 2022 warga Desa Wadas kembali mendapatkan intimidasi dan teror dari aparat kepolisian. Intimidasi ini dilakukan untuk melancarkan aksi perampasan ruang hidup milik warga yang selama ini menjadi sumber mata pencaharian.
Berdasarkan informasi dari tapak, pada pukul 07.00 WIB terjadi penangkapan kepada salah satu warga yang sedang membeli sarapan di sekitar Polsek Bener. Sekitar Pukul 09.00 WIB tim pengukur dari Kantor Pertanahan Purworejo mulai memasuki desa Wadas. Kemudian disusul kedatangan polisi pada pukul 10.00 WIB.
Sekitar pukul 10.30, ratusan polisi dengan berjalan kaki dan mengendarai sepeda motor memasuki Wadas. Mereka mencopoti banner-banner penolakan warga. Beberapa rumah warga juga dikepung polisi.
Sekitar pukul 10.30, Desa Wadas sepenuhnya dikuasai polisi. Ratusan-ribuan polisi melakukan sweeping di sepanjang jalan Desa Wadas. Beberapa orang hampir ditangkap. Beberapa orang lainnya dikejar-kejar sampai ke hutan.
Saat ini, jalan-jalan akses menuju Desa Wadas semua dijaga polisi. Warga Wadas sepenuhnya terkepung, bahkan warga yang sedang melakukan mujahadah di Masjid Jami Nurul Huda juga dikepung oleh aparat kepolisian.
Sementara itu, pengukuran di dalam hutan tetap berjalan. Sebelumnya, tidak ada pemberitahuan akan adanya pengukuran dengan dikawal oleh ribuan polisi.
Melanggar HAM dan mencederai konstitusi
Menurut FNKSDA, tindakan yang dilakukan oleh aparat kepolisian merupakan suatu bentuk pelanggaran HAM dan perampasan ruang hidup yang dilakukan telah mencederai konstitusi. Dalam UUD 1945 Pasal 28 A: “setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehiduupannya.” Di UUD 1945 pasal 33 ayat 3 secara implisit mengatakan rakyat memiliki kedaulatan penuh untuk mengelola sumber daya alam.
Selain itu, lanjut FNKSDA, penambangan yang terjadi di bumi Wadas adalah jalan untuk melancarkan Proyek Strategis Nasional Bendungan Bener yang termaktub dalam PP 42 Tahun 2021 yang merupakan turunan dari UU Cipta Kerja.
Padahal, dalam putusan Nomor 91/PUU-XVIII/2020 tentang pengujian formil Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja mengamanatkan untuk menangguhkan segala tindakan/kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas.
“Sehingga, pembangunan bendungan Bener dan segala perangkat pendukungnya harus dihentikan,” tegas FNKSDA. FNKSDA menegaskan, perjuangan warga Wadas untuk menjaga sumber ekonomi dan turut menjaga lingkungan adalah bagian dari maqasidus syariah dengan menjaga dan memelihara hidup (hifdzun nafs).
“Segala yang dilakukan oleh pemerintah dan aparat kepolisian terhadap warga Wadas adalah bentuk perampasan kedaulatan rakyat dan merupakan suatu bentuk kezaliman,” tandas FNKSDA.
Sumber: https://www.nu.or.id/nasional/front-nahdliyin-hentikan-proyek-bendungan-dan-tambang-di-wadas-fvlqG