Ciri khas Muhammadiyah itu ada di seluruh Indonesia. Muhammadiyah menghadirkan Islam sebagai dinul amal yakni menghadirkan agama yang hidup dalam realitas dan diwujudkan dalam bentuk pranata-pranata sosial modern.
Haedar Nashir mengungkapkan bahwa tidak sekedar membaca atau memahami surat Al Maun saja, tetapi Kiai Ahmad Dahlan menerapkannya menjadi gerakan yang akhirnya terbuatlah rumah sakit, rumah miskin, rumah yatim bahkan menjadi lembaga-lembaga sosial pergerakan untuk pemberdayaan sosial dan ekonomi.
“Al Maun dihadirkan untuk melahirkan Islam sebagai dinul amal dan tidak ada lagi parameter dalam Islam, itu untuk amaliyah dan itulah yang sekarang meluas begitu rupa. Setelah pandemi ini jujur nyaris tiada hari untuk meresmikan gedung-gedung baru di samping yang lama dari amal-amal usaha Muhammadiyah, padahal 2,5 tahun pandemi,” ungkap Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah ini.
“Di Kupang, UM Kupang itu meresmikan 2 gedung dan 1 Masjid Kiai Dahlan dan megah. Mahasiswanya sudah hampir 7 ribu disana. Pada saat yang sama lewat MPM kita melaunching penggunaan dengan teknologi sumber mata air di kawasan Timur Tengah Selatan. Saya pernah belajar sejarah tentang NTT, itu kawasan-kawasan Timur Tengah Selatan itu memang air sumber yang paling langka dan sering terjadi konflik perebutan air dan kawasan itu mayoritas Kristen dan Katolik. Muhammadiyah bangun di situ sekolah lalu menjadi sumber inspirasi bagi mereka dan kita menggali dan Alhamdulillah lahan itu menghasilkan air dan bisa untuk kehidupan mereka,” papar Haedar.
Tidak berhenti di sana, contoh lainnya ada di Bima, Haedar kala itu meresmikan gedung Universitas Muhammadiyah Bima disamping PP membangun satu Muallimin Prototype. “Jadi di periode kami memang saya berusaha mencari berbagai sumber dana yang halalan thayyibah untuk membangun pusat-pusat kemajuan di daerah yang sangat penting. Jadi PP tidak hanya meresmikan. Di beberapa tempat kita mencoba membangun pusat-pusat itu karena ada kawasan yang tidak perlu backup dari PP Muhammadiyah,” ungkapnya.
Kesimpulannya, kata Haedar, bahwa amal-amal usaha yang bertumpuhan begitu rupa itu bukan hanya fisik, tetapi dibaliknya ada ghirah, ada ruh untuk kemajuan.
“Kita tahu awal rintisan dai UMY, UAD, UNISA hingga berdiri begitu megah, dan saya selalu promosi dimanapun menjadi satu-satunya organisasi perempuan yang punya universitas di muka bumi. Semua ini hasil dari perjuangan tahap demi tahap dari 1 generasi ke generasi dan akhirnya terjadi dan itu sebagai simbol Islam sebagai dinul hadharah, Islam sebagai agama membangun peradaban. Inilah yang kemudian yang menaruh respek kepercayaan dari berbagai pihak termasuk dari mitra-mitra bank,” jelasnya.
Pengalaman itu, disebut Haedar dapat membuat kita terbentuk untuk menjadi dua hal. Pertama, kita harus menjadi orang yang gigih. Yang kedua amanah, terpercaya.
“Amanah itu harkat termahal dari kita. Kita bisa berhubungan dengan pemerintah hingga ke bawah, kuncinya jangan bawa kepentingan pribadi. Bila perlu haramkan pada diri kita sendiri membawa kepentingan pribadi. Insyaa Allah orang akan punya kepercayaan dan itu yang harus kita rawat. Kita boleh menjadi orang yang bersih, tetapi bersih saja tidak cukup kita harus maju yang diajarkan Kiai Dahlan,” pesannya.
Seluruh paparan tersebut disampaikan Haedar ketika membuka gelaran Muhammadiyah Jogja Expo #2 bertempat di Ruang Amphiteather Universitas Ahmad Dahlan, Kamis (6/10).