Salah satu bentuk tuntutan amal yang dikehendaki dari seorang muslim adalah takwin baitul muslim (membentuk rumah tangga islami). Ia merupakan tingkatan amal yang harus dilalui oleh seorang muslim—khususnya para mujahid dakwah—secara pararel dengan upaya ishlahul fardhi (perabaikan diri).
Terwujudnya rumah tangga islami menjadi bagian fondasi yang amat penting dalam menopang berbagai tingkatan amal yang lainnya; dari tingkatan amal irsyadul mujtama’ (membimbing masyarakat), hingga tingkatan amal ustadziyatul alam (menjadi guru dunia).
Rumah tangga seperti apakah yang harus dibangun seorang muslim?
Bertolak dari kesadaran terhadap tugas utama manusia untuk beribadah hanya kepada Allah Ta’ala,
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
“Tidaklah aku ciptakan jin dan manusia, kecuali untuk beribadah kepada-Ku.” (QS. Adz-Dzaariyaat : 56), serta kesadaran terhadap mas’uliyah (tanggung jawab) yang dibebankan oleh Allah Ta’ala kepada setiap manusia untuk menjaga diri dan keluarganya dari api neraka,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. At-Tahrim, 66: 6), maka rumah tangga islami yang hendaknya dapat diwujudkan, sekurang-kurangnya memiliki beberapa karakteristik sebagai berikut:
Memelihara Ketauhidan
Inilah selayaknya yang menjadi perhatian utama setiap rumah tangga muslim; yaitu memelihara ketauhidan atau menjaga aqidah seluruh anggotanya. Inilah ‘kegelisahan’ yang seharusnya selalu tertanam dalam diri setiap pasangan muslim sampai akhir hayatnya.
Perhatikanlah bagaimana Ya’kub ‘alaihis salam memperhatikan tanggung jawab pemeliharaan ketauhidan atau aqidah anak keturunannya,
أَمْ كُنْتُمْ شُهَدَاءَ إِذْ حَضَرَ يَعْقُوبَ الْمَوْتُ إِذْ قَالَ لِبَنِيهِ مَا تَعْبُدُونَ مِنْ بَعْدِي قَالُوا نَعْبُدُ إِلَهَكَ وَإِلَهَ آبَائِكَ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ إِلَهًا وَاحِدًا وَنَحْنُ لَهُ مُسْلِمُونَ
“Adakah kamu hadir ketika Yakub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya: ‘Apa yang kamu sembah sepeninggalku?’ Mereka menjawab: ‘Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail dan Ishak, (yaitu) Tuhan Yang Maha Esa dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya.’” (QS. Al-Baqarah, 2: 133)
Kegelisahan terhadap kecukupan hal-hal yang bersifat materi untuk anak keturunan adalah hal yang wajar, namun hal itu tidak seharusnya mengalahkan kegelisahan berkenaan keselamatan aqidah mereka.
Memperhatikan Ibadah
Rumah setiap muslim hendaknya menjadi madrasah bagi seluruh anggotanya. Selain tempat penanaman aqidah, rumah mereka pun sepantasnya dijadikan tempat pengajaran ibadah. Salah satu contohnya adalah ibadah shalat, sebagaimana diperintahkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
مُرُوا أولادَكم باِلصلاةِ وهُمْ أبْناءُ سَبْعِ سِنينَ, واضْرِبوهُم علَيْها وهُمْ أبناءُ عَشرٍ وفرِّقوا بينَهم في المَضَاجع
“Perintahkan anak-anakmu menjalankan shalat jika mereka sudah berusia tujuh tahun, dan jika sudah berusia sepuluh tahun pukullah mereka jika tidak mau melaksanakannya dan pisahlah tempat tidur mereka”. (HR Bukhari)
Menyemai Akhlak Islami
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam diutus oleh Allah Ta’ala, diantaranya adalah dalam rangka memperbaiki akhlak manusia,
إِنَّمَا بُعِثْتُ لأُتَمِّمَ صَالِحَ الأَخْلاَقِ
“Bahwasanya aku diutus adalah untuk menyempurnakan kebaikan akhlak.” (HR. Ahmad)
Maka, hal ini pun menjadi bagian dari tugas setiap rumah tangga muslim dalam rangka ittiba’ kepada beliau. Setiap rumah tangga muslim harus menjadi tempat penyemaian nilai-nilai mulia, berupaya meneladani akhlak Nabi yang mulia.
Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata,
فَإِنَّ خُلُقَ نَبِيِّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ كَانَ القُرآنَ
“Sesungguhnya akhlak Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah Al-Qur’an” (HR. Muslim)
Terwujudnya Perhatian dan Kebaikan
Rumah tangga muslim harus menjadi tempat bernaung yang menentramkan anggotanya. Hal ini diantaranya dilakukan dengan cara menebarkan aura kebaikan di dalamnya; cinta, kasih sayang, kepedulian, perhatian, dan lain sebagainya. Teladanilah Muhammad shallallahu alaihi wa sallam.
‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata,
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لأَهْلِى
“Rasulullah shallallau ‘alaihi wasallam berasabda: “Sebaik-baik kalian adalah (suami) yang paling baik terhadap keluarganya dan aku adalah yang paling baik terhadap keluargaku.” (HR. Tirmidzi)
Berpartisipasi dalam Dakwah dan Perjuangan Islam
Allah Ta’ala berfirman,
وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَيُطِيعُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ أُولَئِكَ سَيَرْحَمُهُمُ اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang makruf, mencegah dari yang mungkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. At-Taubah, 9: 71)
Ayat di atas menyebutkan tentang kesatuan hati yang terjalin diantara seorang mu’min dan mu’minat. Mereka terikat oleh tali keimanan yang membangkitkan rasa persaudaraan, kesatuan, saling mengasihi dan saling tolong menolong. Kesemuanya itu didorong oleh semangat setia kawan yang menjadikan mereka sebagai satu tubuh atau satu bangunan tembok yang saling kuat-menguatkan dalam menegakkan keadilan dan meninggikan kalimat Allah.
Rumah tangga muslim sejati adalah rumah tangga tempat lahirnya pribadi-pribadi muslim yang memiliki ghirah terhadap agamanya.
Memelihara Syariat
Anggota rumah tangga islami adalah mereka-mereka yang telah ridho kepada Allah sebagai Rabb, Islam sebagai agama, dan Muhammad sebagai rasul.
ذَاقَ طَعْمَ الْإِيمَانِ مَنْ رَضِيَ بِاللَّهِ رَبًّا وَبِالْإِسْلَامِ دِينًا وَبِمُحَمَّدٍ رَسُولًا
“Akan merasakan kelezatan iman, orang yang ridha Allah sebagai Rabb, Islam sebagai agama, dan Muhammad sebagai Rasul” (HR Muslim)
Oleh karena itu mereka selalu berpegang teguh kepada Al-Qur’an dan sunnah sebagaimana diwasiatkan oleh nabinya,
تَرَكْتُ فِيْكُمْ أَمْرَيْنِ مَا إِنْ تَمَسّـكْتُمْ بِهِمَا لَنْ تَضِلُّوْا أَبَدًا كِتَابَ اللهِ وَسُــنَّةَ رَسُـوْلِهِ
“Telah aku tinggalkan bagi kamu dua perkara yang jika kamu berpedoman pada keduanya niscaya kamu tidak akan tersesat selama-lamanya, yaitu kitab Allah (Al-Qur’an) dan sunnah rasul-Nya (Al-Hadits)”. (HR. Al-Malik dan Al-Hakim)
Mereka senantiasa berpegang teguh kepada ajaran yang dibawa oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam demi meraih keselamatan di dunia dan akhirat.
Imam Malik berkata,
السُنَّةُ مِثلُ سَفِينَةِ نُوْحٍ, مَنْ رَكِبَها نَجَا وَمَنْ تَخَلَّفَ عَنْها غَرِقَ
“Sunnah (Rasulullah) itu ibarat perahu nabi Nuh (saat terjadi taufan), maka barang siapa naik ke atasnya maka selamatlah ia, dan barang siapa tidak mau menaikinya maka tenggelamlah ia.”
Memelihara Keindahan
Islam tidak hanya menghargai keindahan maknawiyah; namun ia pun menghargai dan memperhatikan keindahan fisik dan materi.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِيْ قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ قَالَ رَجُلٌ: إِنَّ الرَّجُلَ يُحِبُّ أَنْ يَكُوْنَ ثَوْبُهُ حَسَناً وَنَعْلُهُ حَسَنَةً. قاَلَ: إِنَّ اللهَ جَمِيْلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ، الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ
“Tidak akan masuk surga orang yang dalam hatinya ada kesombongan seberat biji debu.” Ada seseorang yang bertanya, “Sesungguhnya setiap orang suka (memakai) baju yang indah, dan alas kaki yang bagus, (apakah ini termasuk sombong?”. Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya Allah Maha Indah dan mencintai keindahan, kesombongan itu adalah menolak kebenaran dan merendahkan orang lain.” (HR. Muslim)
Oleh karena itu, bukanlah sesuatu yang buruk dalam pandangan Islam, jika dalam rumah tangga muslim hal-hal berupa keindahan dan kebersihan menjadi salah satu perhatiannya, karena keindahan itu dapat mempengaruhi suasana hati dan kebahagiaan.
Membentengi Keluarga dari Kemungkaran
Rumah tangga muslim harus menjadi benteng yang tangguh yang dapat melindungi anggotanya dari hal-hal yang dapat menggiringnya kepada kebinasaan, berupa nilai-nilai, budaya, adat, kebiasaan, dan perilaku yang buruk.
Ia harus menjadi tempat pertama tegaknya amar ma’ruf dan nahi munkar yang diperintahkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَراً فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ اْلإِيْمَانِ
“Siapa yang melihat kemunkaran maka rubahlah dengan tangannya, jika tidak mampu maka rubahlah dengan lisannya, jika tidak mampu maka (tolaklah) dengan hatinya dan hal tersebut adalah selemah-lemahnya iman. “ (HR. Muslim)
Menjaga Peran, Kedudukan dan Tanggung Jawab
Setiap anggota rumah tangga muslim harus memahami hak dan kewajibannya. Mereka harus menyadari bahwa setiap mereka memiliki peran, kedudukan, dan tanggung jawab masing-masing yang harus dijalankan.
Dengan kesadaran seperti itulah kehidupan dalam rumah tangga muslim dapat berjalan harmonis.
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ الْإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالرَّجُلُ رَاعٍ فِي أَهْلِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ فِي بَيْتِ زَوْجِهَا وَمَسْئُولَةٌ عَنْ رَعِيَّتِهَا وَالْخَادِمُ رَاعٍ فِي مَالِ سَيِّدِهِ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
“Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban atas yang dipimpinnya. Imam adalah pemimpin yang akan diminta pertanggung jawaban atas rakyatnya. Seorang suami adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggung jawaban atas keluarganya. Seorang isteri adalah pemimpin di dalam urusan rumah tangga suaminya, dan akan dimintai pertanggung jawaban atas urusan rumah tangga tersebut. Seorang pembantu adalah pemimpin dalam urusan harta tuannya, dan akan dimintai pertanggung jawaban atas urusan tanggung jawabnya tersebut.” (HR. Bukhari No. 844)
Sederhana dalam Maisyah
Mengenai hal ini, Allah Ta’ala berfirman,
وَالَّذِينَ إِذَا أَنفَقُوا لَمْ يُسْرِفُوا وَلَمْ يَقْتُرُوا وَكَانَ بَيْنَ ذَلِكَ قَوَامًا
“Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian.” (QS. Al Furqan, 26: 67)
Termasuk di dalamnya adalah sederhana dalam berpakaian, makan, dan minum. Ambilah semua itu sesuai kebutuhan.
يَا بَنِي آدَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلَا تُسْرِفُوا إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ
“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (QS. Al a’raf, 7: 31)
Menjaga Hak Tetangga
Salah satu perintah dari Allah Ta’ala yang tercantum di dalam Al-Qur’an adalah berbuat baik kepada tetangga. Perhatikanlah firman Allah Ta’ala berikut ini.
وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا ۖ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَبِذِي الْقُرْبَىٰ وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَىٰ وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْبِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ مَنْ كَانَ مُخْتَالًا فَخُورًا
“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang memiliki hubungan kerabat dan tetangga yang bukan kerabat, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri” (QS. An Nisa, 4: 36)
Syaikh Abdurrahman As Sa’di menjelaskan ayat ini: “Tetangga yang lebih dekat tempatnya, lebih besar haknya. Maka sudah semestinya seseorang mempererat hubungannya terhadap tetangganya, dengan memberinya sebab-sebab hidayah, dengan sedekah, dakwah, lemah-lembut dalam perkataan dan perbuatan serta tidak memberikan gangguan baik berupa perkataan dan perbuatan” (Tafsir As Sa’di, 1/177)
Islam menghubungkan masalah berbuat baik kepada tetangga ini dengan masalah keimanan. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيُكْرِمْ جَارَهُ
“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaknya ia muliakan tetangganya” (HR. Bukhari)
Dalam hadits lain disebutkan bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَاللهِ لَا يُؤْمِنُ ، وَاللهِ لَا يُؤْمِنُ ، وَاللهِ لَا يُؤْمِنُ . قِيْلَ: وَ مَنْ يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ قَالَ: الَّذِيْ لَا يَأْمَنُ جَارُهُ بَوَائِقَهُ
“Demi Allah, tidak beriman, tidak beriman, tidak beriman.” Ada yang bertanya: “Siapa itu wahai Rasulullah?’. Beliau menjawab: “Orang yang tetangganya tidak aman dari bawa’iq-nya (kejahatannya)” (HR. Bukhari dan Muslim)
Maka, bergaullah dengan mereka secara baik, sehingga kehidupan yang tentram dan harmoni akan terwujud semakin sempurna.
Demikianlah karakteristik rumah tangga islami yang kita cita-citakan. Wallahu A’lam….