Oleh: Farid Nu’man Hasan
Definisi
Secara bahasa (Lughatan – Etimologis):
As-Sunnah jamaknya adalah As-Sunan, Al Qadhi ‘Iyadh mengatakan arti As-Sunnah adalah Ath Thariiq (jalan/cara/metode). (Al Qadhi’ Iyadh, Ikmal Al Mu’allim, 8/80. Lihat juga Imam Al ‘Aini, ‘Umdatul Qari, 35/436). Lalu, Imam Abul Abbas Al Qurthubi mengatakan: Ath Thariiq Al Masluukah (jalan yang dilewati). (Imam Abul Abbas Al Qurthubi, Al Mufhim Lima Asykala Min Talkhishi fi Kitabi Muslim, 22/53)
Hal ini nampak dari hadits berikut:
Dari Abu Said Al Khudri radhiallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ مَنْ قَبْلَكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ سَلَكُوا جُحْرَ ضَبٍّ لَسَلَكْتُمُوهُ قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى قَالَ فَمَنْ؟ “
“Kalian akan benar-benar mengikuti sunan (jalan) orang sebelum kalian, sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta, sampai-sampai walau mereka melewati lubang biawak, kalian akan menempuhnya juga.” Kami berkata: “Wahai Rasulullah, apakah mereka adalah Yahudi dan Nasrani?” Beliau bersabda: “Ya Siapa lagi?” (HR. Bukhari No. 3269, 6889, Muslim No. 2669, Ibnu Hibban No. 6703 , Ahmad No. 11800)
Juga bisa berarti As-Siirah (peri kehidupan/perjalanan) (lihat Syaikh Abdul Qadir bin Habibullah As-Sindi, Hujjah As Sunnah An Nawawiyah, Hal. 88) Juga berarti perilaku. (Kamus Al Munawwir, Hal. 669)
Dalam Al-Munjid disebutkan makna As-Sunnah, yakni: As-Sirah (perjalanan), Ath-Thariqah (jalan/metode), Ath-Thabi’ah (tabiat/watak), Asy-Syari’ah (syariat/jalan). (Al-Munjid fil Lughah wal A’lam, hal. 353)
Disebutkan dalam sebuah hadits terkenal:
مَنْ سَنَّ فِي الإِسْلامِ سُنَّةً حَسَنَةً فَلَهُ أَجْرُهَا وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا بَعْدَهُ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْءٌ ، وَمَنْ سَنَّ فِي الإِسْلامِ سُنَّةً سَيِّئَةً كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ بَعْدِهِ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْءٌ
“Barangsiapa dalam Islam melakukan kebiasan baik, maka tercatat baginya pahala dan pahala orang yang mengikutinya setelahnya tanpa mengurangi pahala mereka yang mengikutinya. Barangsiapa dalam Islam melakukan kebiasaan buruk, maka tercatat baginya dosa dan dosa orang yang mengikutinya setelahnya, tanpa mengurangi dosa-dosa mereka.” (HR. Muslim, No. 1017, At Tirmidzi No. 2675, An Nasa’i No. 2554, Ibnu Majah No. 203)
Imam Abul Abbas Al-Qurthubi rahimahullah mengomentari kalimat: Man sanna fil Islam sunnatan hasanah …, ia berkata:
من فعل فعلاً جميلاً
“Barangsiapa yang mengerjakan fi’l (perbuatan/perilaku) yang bagus ..” (Al-Mufhim, 9/33)
Makna Secara Istilah (Ishthilahan -Terminologis):
Syaikh Said bin Ali bin Wahf Al-Qahthani menyebutkan makna As-Sunnah:
والمراد بالسنة : الطريقة التى كان عليها رسول الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ و أصحابه ومن تبعهم بإحسان إلى يوم القيامة
“Yang dimaksud dengan As-Sunnah adalah: jalan yang Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, para sahabatnya, dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik berada di atasnya sampai hari kiamat.” (Syaikh Said bin Ali bin Wahf Al Qahthani, Syarh Al ‘Aqidah Al Wasathiyah, Hal. 10. Muasasah Al Juraisi)
Selain itu dalam perkembangannya, makna As-Sunnah terbagi menjadi beberapa bagian sesuai disiplin ilmu yang mengikatnya.
Menurut Ahli Ushul:
Imam Ibnul Atsir rahimahullah mengatakan:
وإذا أطلقت في الشرع، فإنما يراد بها ما أمر به النبي صلى الله عليه وسلم، ونهى عنه، وندب إليه قولا، وفعلا مما لا ينطق به الكتاب العزيز، ولهذا يقال: في أدلة الشرع الكتاب والسنة. أي القرآن والحديث
“Jika dilihat dari sudut pandang syara’, maka maksudnya adalah apa-apa yang diperintahkan dan dilarang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan apa yang dianjurkannya baik perkataan, perbuatan yang tidak dibicarakan oleh Al-Quran. Maka, dikatakan: tentang dalil-dalil Syara’ adalah Al Kitab dan As Sunnah, yaitu Al Quran dan Al Hadits.” (An-Nihayah, 1/186)
Syaikh Abdul Qadir As-Sindi rahimahullah mengatakan:
عبارة عما صدر عن رسول الله صلى الله عليه وسلم ما عدا القرآن الكريم من قول, أو فعل, أو تقرير، فيخرج من السنة عندهم ما صدر من غيره عليه الصلاة والسلام رسولا كان أو غير رسول، وما صدر عنه صلى الله عليه وسلم قبل البعثة.
“Keterangan tentang apa yang berasal dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam selain dari Al-Quran Al Karim, berupa perkataan, perbuatan, atau persetujuannya. Yang tidak termasuk dari As Sunnah menurut mereka adalah apa yang selain dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, baik dia seorang rasul atau selain rasul, dan apa-apa yang berasal dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebelum masa bi’tsah (masa diutus menjadi rasul).” (Syaikh Abdul Qadir bin Habibullah As-Sindi, Hujjah As-Sunnah An-Nabawiyah, Hal. 88. 1975M-1395H. Penerbit: Al Jami’ah Al Islamiyah – Madinah)
Jadi, menurut para ahli ushul, As-Sunnah adalah semua yang datang dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, bukan dari selainnya dan bukan pula dari Al-Quran, khususnya yang berimplikasi kepada hukum syara’, baik berupa perintah, larangan, dan anjuran.
Menurut Fuqaha (Ahli Fiqih)
Berkata Syaikh Abdul Qadir As Sindi:
فهي عندهم عبارة عن الفعل الذي دل الخطاب على طلبه من غير إيجاب، ويرادفها المندوب والمستحب، والتطوع، والنفل، والتفرقة بين معاني هذه الألفاظ اصطلاح خاص لبعض الفقهاء، وقد تطلق على ما يقابل البدعة منه قولهم طلاق السنة كذا، وطلاق البدعة كذا، فهم بحثوا عن رسول الله صلة الله عليه وسلم الذي تدل أفعاله على حكم شرعي.
“Maknanya menurut mereka adalah istilah tentang perbuatan yang menunjukkan perkataan perintah selain kewajiban. Persamaannya adalah mandub (anjuran), mustahab (disukai), tathawwu’ (suka rela), an-nafl (tambahan). Perbedaan makna pada lafaz-lafaz istilah ini, memiliki makna tersendiri bagi sebagian fuqaha. Istilah ini juga digunakan sebagai lawan dari bid’ah, seperti perkataan mereka: thalaq sunah itu begini, thalaq bid’ah itu begini . Jadi, pembahsan mereka pada apa-apa yang datang dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang menunjukkan perbuatannya itu sebagai hukum syar’i.” (Ibid)
Menurut Muhadditsin (Ahli Hadits)
Beliau juga mengatakan:
الرأي السائد بينهم – ولا سيما المتأخرين منهم – أن الحديث والسنة مترادفان متساويان يوضع أحدهما مكان الآخر
Pendapat utama di antara mereka –apalagi kalangan muta’akhirin- bahwa Al-Hadits dan As-Sunnah adalah muradif (sinonim-maknanya sama), yang salah satunya diletakkan pada posisi yang lain. (Ibid)
Sedangkan hadits adalah –sebagaimana dikatakan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah:
الحديث النبوي هو عند الإطلاق ينصرف إلى ما حُدِّث به عنه بعد النبوة : من قوله وفعله وإقراره، فإن سنته ثبتت من هذه الوجوه الثلاثة .
“Al-Hadits An-Nabawi adalah berangkat dari apa-apa yang diceritakan darinya setelah masa kenabian: berupa perkataan, perbuatan, dan persetujuannya. Jadi, sunahnya ditetapkan dari tiga hal ini.” (Majmu’ Al Fatawa, 18/6)
Syaikh Dr. Mahmud Ath-Thahhan mendefinisikan Al Hadits:
ما اضيف إلى النبى صلى الله عليه وسلم من قول او فعل او تقرير او صفة
“Apa saja yang dikaitkan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berupa perkataan, atau perbuatan, atau persetujuan, atau sifatnya.” (Taysir Mushthalahul Hadits, Hal. 14. Tanpa tahun)
Jadi, makna As-Sunnah dalam pandangan ahli hadits adalah semua yang disandarkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam setelah diutusnya menjadi Rasul, baik perkatan, perbuatan, persetujuan, dan sifatnya, tanpa dibedakan mana yang mengandung muatan syariat atau bukan, semuanya adalah As-Sunnah.
Namun dalam pemakaian sehari-hari, istilah Al Hadits –walau maknanya sama dengan As Sunnah- lebih sering dikaitkan dengan perkataan (Qaul) nabi saja. Maka, sering kita dengar manusia mengatakan sebuah kalimat: “Dalam sebuah hadits nabi bersabda ….”, jarang sekali kita dengar manusia mengatakan: “Dalam sebuah sunah nabi bersabda …”
Hal ini dikatakan oleh Prof. Dr. ‘Ajaj Al Khathib, dalam kitab Ushulul Hadits, sebenarnya Al Hadits merupakan sinonim dari As Sunnah, yaitu segala sesuatu yang berasal dari Rasulullah baik ucapan, perbuatan, dan taqrir. Namun, dalam pemakaiannya Al-Hadits lebih sempit maknanya, yaitu identik dengan qauliyah (ucapan) Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, sebagaimana yang ditetapkan oleh para Ahli Ushul. (Prof. Dr.Muhammad ‘Ajaj Al Khathib, Ushulul Hadits, hal. 8)
Dalil-Dalil Kehujjahan As-Sunnah
Berikut ini adalah dalil-dalil kenapa umat Islam menjadikan As-Sunnah sebagai salah satu marja’ (referensi) pokok setelah Al Quran.
Pertama, dari Al Qur’an:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الأمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلا
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya” (QS. An Nisa, 4: 59)
Dikeluarkan oleh Abdullah bin Humaid, Ibnu Jarir, dan Ibnu Abi Hatim, dari ‘Atha, bahwa ayat ‘Taatlah kepada Allah dan Rasul’ adalah mengikuti Al Kitab dan As Sunnah. (Imam Asy Syaukany, Fathul Qadir, 2/166. Mawqi’ Ruh Al Islam)
Athi’uur rasul artinya khudzuu bisunnatihi (ambillah sunahnya). (Imam Ibnu Katsir, Jilid 1, hal. 518. Darul Kutub Al Mishriyah)
Ayat lainnya:
مَنْ يُطِعِ الرَّسُولَ فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ
“Barangsiapa yang mentaati Rasul itu, sesungguhnya ia telah mentaati Allah…” (QS. An Nisa (4): 80)
Imam Ibnu Katsir rahimahullah mengomentari;
يخبر تعالى عن عبده ورسوله محمد صلى الله عليه وسلم بأنه من أطاعه فقد أطاع الله، ومن عصاه فقد عصى الله،وما ذاك إلا لأنه ما ينطق عن الهوى، إن هو إلا وحي يوحى.
Allah Ta’ala mengabarkan tentang hamba dan RasulNya, bahwa barangsiapa yang taat kepadanya, maka itu termasuk taat juga kepada Allah, barangsiapa yang bermaksiat kepadanya maka itu termasuk bermaksiat kepada Allah, dan tidaklah hal itu melainkan bahwa apa yang dikatakannya bukan berasal dari hawa nafsunya, melainkan wahyu kepadanya. (Tafsir Ibnu Katsir, Jilid 1. hal. 528) dan ayat-ayat lainnya
Dan masih banyak ayat lainnya.
Kedua, dalil As-Sunnah:
Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
من أطاعني فقد أطاع الله، ومن عصاني فقد عصا الله، ومن أطاع أميري فقد أطاعني، ومن عصا أميري فقد عصاني
“Barangsiapa yang mentaatiku,maka ia telah mentaati Allah, barangsiapa yang membangkang kepadaku maka ia membangkang kepada Allah, barangsiapa yang mentaati pemimpin maka ia telah taat kepadaku, barangsiapa yang membangkang kepada pemimpin, maka ia telah membangkang kepada aku.” (HR. Bukhari No. 7137 dan Muslim No. 1835)
Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
تركت فيكم أمرين لن تضلوا ما مسكتم بهما كتاب الله وسنة نبيه
“Telah aku tinggalkan untuk kalian dua hal yang jika kalian berpegang teguh pada keduanya maka kalian tidak akan pernah tersesat: Kitabullah dan Sunah NabiNya.” (HR. Malik dalam Al Muwatha’ No. 1594, secara mursal. Syaikh Al Albani menyatakan: hasan. Lihat Misykah Al Mashabih No. 186)
Dari Ibnu Abbas Radhiallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (ketika khutbah haji wada’):
إني قد تركت فيكم ما إن اعتصمتم به فلن تضلوا أبدا كتاب الله وسنة نبيه صلى الله عليه وسلم
“Sesungguhnya saya telah meninggalkan pada kalian apa-apa yang jika kalian komitmen dengannya niscaya tidak akan tersesat selamanya, Kitabullah dan Sunah NabiNya Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.”
Imam Al Hakim mengatakan tentang riwayat ini:
وذكر الاعتصام بالسنة في هذه الخطبة غريب ويحتاج إليها وقد وجدت له شاهدا من حديث أبي هريرة
Penyebutan berpegang teguh dengan sunnah pada khutbah ini adalah ghariib (asing),dan membutuhkan adanya penjelasan kepadanya. Saya telah menemukan syahid (penguat) bagi hadits ini, dari hadits Abu Hurairah . (Al Mustadrak No. 318)
Hadits sebagai syahid tersebut adalah;
عن أبي هريرة رضى الله تعالى عنه قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم إني قد تركت فيكم شيئين لن تضلوا بعدهما كتاب الله وسنتي ولن يتفرقا حتى يردا علي الحوض
Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, katanya: bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Saya telah tinggalkan pada kalian dua hal yang kalian tidak akan tersesat selamanya setelah berpegang pada keduanya: Kitabullah dan Sunnahku, dan keduanya tidak akan berpisah sampai keduanya mendatangi aku di Al Haudh (telaga).” (Al Mustadrak No. 319. Hadits ini shahih, lihat Shahihul Jami’ No.2937)
Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
كُلُّ أُمَّتِي يدْخُلُونَ الْجنَّةَ إِلاَّ مَنْ أَبِي”. قِيلَ وَمَنْ يَأَبى يا رسول اللَّه؟ قالَ:”منْ أَطَاعَنِي دَخَلَ الجنَّةَ، ومنْ عصَانِي فَقَدْ أَبِي
“Setiap umatku akan masuk surga, kecuali yang menolak.” Para sahabat bertanya: “Siapakah yang menolak?” Beliau menjawab: “Barangsiapa yang taat kepadaku akan masuk surga, dan barangsiapa yang maksiat kepadaku, maka ia telah menolak.” (HR. Bukhari No. 6851, Ahmad No. 8726)
Dari Miqdam bin Ma’dikarib Al Kindi radhiallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَلَا إِنِّي أُوتِيتُ الْكِتَابَ وَمِثْلَهُ مَعَهُ، أَلَا إِنِّي أُوتِيتُ الْقُرْآنَ وَمِثْلَهُ مَعَهُ
“Ketahuilah, sesungguhnya aku diberikan Al Kitab dan yang semisalnya bersamanya, ketahuilah sesungguhnya aku diberikan Al Quran dan yang semisalnya bersamanya.” (HR. Abu Daud No. 4604, Ibnu Zanjawaih dalam Al Amwal No. 620, Ath Thabarani dalam Al Kabir No. 668, 670, Ahmad No.17174, kata Syaikh Syu’aib Al Arnauth dalam tahqiq terhadap Musnad Ahmad: isnadnya shahih, para perawinya adalah perawi terperaya dan perawi hadits shahih, kecuali Abdurrahman bin Abu ‘Aufa, dia perawi Abu Daud dan An Nasa’i, dia terpercaya. Syakh Al Albani menshahihkan dalam berbagai kitabnya.)
Imam Ibnu Katsir rahimahullah mengomentari maksud hadits itu:
يعني: السنة. والسنة أيضًا تنزل عليه بالوحي، كما ينزل القرآن؛ إلا أنها لا تتلى كما يتلى القرآن، وقد استدل الإمام الشافعي، رحمه الله وغيره من الأئمة على ذلك بأدلة كثيرة ليس هذا موضع ذلك.
Yakni As-Sunnah. As Sunnah juga diturunkan kepadanya dengan wahyu sebagaimana Al Quran, hanya saja bedanya As Sunnah tidaklah dibacakan sebagaimana Al Quran. Imam Asy Syafi’i Rahimahullah dan sebagian imam lainnya telah menunjukkan hal itu dengan dalil-dalil yang banyak, dan bukan tempatnya di bahas di sini.” (Imam Ibnu Katsir, Muqadimah Tafsir Al Quran Al ‘Azhim, Hal. 7)
Ketiga. Ijma’ (konsensus) para sahabat.
- Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhuberkata:
وإن الله شرع لنبيكم صلى الله عليه وسلم سنن الهدى. ولعمري. لو أن كلكم صلى في بيته، لتركتم سنة نبيكم. ولو تركتم سنة نبيكم لضللتم.
“Sesungguhnya Allah telah mensyariatkan bagi nabi kalian jalan-jalan petunjuk. Demi umurku, seandainya tiap kalian shalat di rumahnya, itu benar-benar telah meninggalkan sunah nabi kalian. Seandainya kalian meninggalkan sunah nabi kalian, niscaya kalian tersesat.” (HR. Muslim No. 654, Abu Daud No. 550, Ibnu Majah No. 777, An Nasa’i No. 849)
- Ketika Rasulullah mengutus Muadz bin Jabal ke Yaman, ia bertanya: “Dengan apa engkau berhukum?” Muadz menjawab: “Dengan Al Qur’an”, Nabi bertanya, “Jika tidak kau temukan?.” Ia menjawab: “Dengan Sunah Rasulullah,” Nabi bertanya, “Jika tidak kau temukan?”, Ia menjawab, “Aku akan berijtihad dengan pikiranku.” Mendengar jawaban ini Rasulullah menepuk dada Muadz, lalu berkata: “Alhamdulilah, Semoga Allah memberikan taufiq kepada utusan Rasulnya, kepada apa-apa yang diridhai Rasulullah.”(HR. Ahmad No. 22007, Abu Daud No. 3592, Ath Thayalisi No. 559, At Tirmidzi No. 1328, Al Baihaqi 10/114, Ad Darimi No. 168, dan lainnya)
Hadits ini didhaifkan oleh sebagian ulama seperti Syaikh Al Albani. (Misykah Al Mashabih No. 1315, dan Shahih wa Dhaif Sunan Abi Daud No. 3592), juga Syaikh Syu’aib Al Arnauth. (Musnad Ahmad No. 22007). Namun menurut Ibnu Katsir hadits ini Jayyid (bagus). (Lihat Muqaddimah Tafsir Al Quran Al ‘Azhim, hal. 7. Daruth Thayyibah Lin Naysr wat Tauzi’)
Imam Ibnul Qayyim menguatkan hadits ini. (I’lamul Muwaqi’in 1/202), sementara Imam Al Khathib mengatakan:
إن أهل العلم قد تقبلوه واحتجوا به، فوقفنا بذلك على صحته عندهم
“Sesungguhnya para ulama menerima hadits ini dan berhujjah dengannya, sedangkan saya no coment atas penshahihan yang mereka lakukan.” (Al Faqih wal Mutafaqih, 1/189-190)
Juga dikuatkan oleh Imam Ibnu Taimiyah dalam Al Fatawa, dan Imam Ad Dzahabi dalam Talkhis ‘Ilal Mutanahiyah.
- Umar bin Khathab radhiallahu ‘anhu berkata kepada Qadhi Suraih,
إذا وجدت شيئا في كتاب الله فاقض به ولا تلتفت إلى غيره وإن أتاك شيء ليس في كتاب الله فاقض بما سنة رسول الله صلى الله عليه وسلم فإن أتاك ما ليس في كتاب الله ولم يسن رسول الله صلى الله عليه وسلم فاقض بما أجمع عليه الناس وإن أتاك ما ليس في كتاب الله ولا سنة رسول الله صلى الله عليه وسلم ولم يتكلم فيه أحد قبلك فإن شئت أن تجتهد رأيك
“Jika kau temukan pada Kitabullah maka putuskanlah dengannya, jangan tengok selainnya. Jika tidak ada maka putuskanlah dengan Sunah Rasulullah, jika tak kau temui juga, maka putuskanlah dengan yang di-ijma’kan, jika juga tidak ada dalam kitabullah, Sunah, dan perkataan seorang pun manusia sebelum engkau, maka berijtihadlah jika kau mau dengan pendapatmu.” (Imam Ibnul Qayyim, I’lamul Muwaqi’in, 1/ 61-62. Maktabah Al Kulliyah Al Azhariyah)
Masih banyak lagi perilaku para sahabat seperti Abu Bakar, Ibnu Umar, Mughirah bin Syu’bah, dan lain-lain, yang selalu menjadikan As-Sunnah sebagai hujjah. Hal ini terus diwariskan kepada Tabi’in, tabi’ut tabi’in, imam empat madzhab, dan para ulama terpercaya hingga hari ini. Semua sepakat tentang wajibnya berhujjah dengan As Sunnah.
Anjuran Para Salaf untuk Mengikuti As-Sunnah
Berkata Ubai bin Ka’ab Radhiallahu ‘Anhu:
عليكم بالسبيل والسنة فإنه ليس من عبد على سبيل وسنة ذكر الرحمن ففاضت عيناه من خشية الله فتمسه النار وإن اقتصادا في سبيل وسنة خير من اجتهاد في إخلاف
“Hendaknya kalian bersama jalan kebenaran dan As Sunnah, sesungguhnya tidak akan disentuh neraka, orang yang di atas kebenaran dan As Sunnah dalam rangka mengingat Allah lalu menetes air matanya karena takut kepada Allah Ta’ala. Sederhana mengikuti kebenaran dan As Sunnah adalah lebih baik, dibanding bersungguh-sungguh dalam perselisihan.”
Dari Al Auza’i, dia berkata:
اصبر نفسك على السنة وقف حيث وقف القوم وقل بما قالوا وكف عما كفوا عنه واسلك سبيل سلفك الصالح فانه يسعك ما وسعهم
“Sabarkanlah dirimu di atas As Sunnah, berhentilah ketika mereka berhenti, dan katakanlah apa yang mereka katakan, tahanlah apa-apa yang mereka tahan, dan tempuhlah jalan pendahulumu yang shalih, karena itu akan membuat jalanmu lapang seperti lapangnya jalan mereka.”
Dari Yusuf bin Asbath, dia berkata:
قال سفيان يا يوسف إذا بلغك عن رجل بالمشرق أنه صاحب سنة فابعث إليه بالسلام وإذا بلغك عن آخر بالمغرب أنه صاحب سنة فابعث إليه بالسلام فقد قل أهل السنة والجماعة
“Berkata Sufyan: Wahai Yusuf, jika sampai kepadamu seseorang dari Timur bahwa dia seorang pengikut As-Sunnah, maka kirimkan salamku untuknya. Jika datang kepadamu dari Barat bahwa dia seorang pengikut As-Sunnah, maka kirimkan salamku untuknya, sungguh, Ahlus Sunnah wal Jama’ah itu sedikit.”
Dari Ayyub, dia berkata:
إني لأخبر بموت الرجل من أهل السنة فكأني أفقد بعض أعضائ
“Sesungguhnya jika dikabarkan kepadaku tentang kematian seorang dari Ahlus Sunnah, maka seakan-akan telah copot anggota badanku.”
Dan masih banyak lagi nasihat yang serupa. (Lihat semua ucapan salaf ini dalam Talbisu Iblis, hal. 10-11, karya Imam Abul Faraj bin Al Jauzi)