Inti dari aktivitas tarbiyah adalah bina-u syakhshiyah al-islamiyah, membangun kepribadian Islam. Lingkup kepribadian yang harus terus dibina pada diri seorang muslim meliputi tiga hal berikut ini,
Pertama, da-iratu at-tsaqafati al-Islamiyati (lingkup wawasan/cara pandang Islam).
Dinul Islam memiliki cara pandang yang khas terhadap hakikat alam semesta, manusia dan kehidupan. Seluruhnya dibangun di atas fondasi aqidah yang ditanamkan melalui ayat-ayat Al-Qur’an dan petunjuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Maka, setiap muslim hendaknya mau men-shibgah dirinya dengan ajaran Islam secara totalitas. Mereka harus memahami bagaimana pandangan Islam terhadap berbagai hakikat kehidupan, serta menjadikannya pola pikir dalam seluruh gerak dan langkahnya. Begitulah para sahabat dididik oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau telah mengajarkan tentang pentingnya menjaga kemurnian tsaqafah para pengikutnya. Telah diriwayatkan secara shahih bahwa beliau sangat marah ketika melihat Umar bin Khatthab radhiyallahu ‘anhu memegang lembaran yang di dalamnya terdapat beberapa potongan ayat Taurat, beliau berkata,
أَفِي شَكٍّ أَنْتَ يَا ابْنَ الْخَطَّابِ ؟ أَلَمِ آتِ بِهَا بَيْضَاءَ نَقِيَّةً ؟ لَوْ كَانَ مُوسَى أَخِي حَيًّا مَا وَسِعَهُ إلاَّ اتِّبَاعِي .
“Apakah engkau masih ragu wahai Ibnul Khatthab? Bukankah aku telah membawa agama yang putih bersih? Sekiranya saudaraku Musa (‘alaihis salam) hidup sekarang ini maka tidak ada keluasan baginya kecuali mengikuti (syariat)ku.” (HR. Ahmad, Ad-Darimi dan lainnya).
Para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membersihkan jiwanya dari noda dan kotoran masa lalu di masa jahiliyyah. Mereka mempersepsikan Al-Qur’an sebagai satu-satunya sumber dan landasan kehidupan. Mereka memulai hidup baru yang sama sekali berbeda dengan masa lalunya. Interaksinya dengan Al-Qur’an telah merubah total lingkungan, kebiasaan, adat, wawasan, ideologi, serta pergaulannya.
Sebagai pribadi muslim, pandangan setiap kita dalam seluruh aspek kehidupan haruslah berdasarkan nilai-nilai ajaran Islam. Kita hendaknya berupaya memperluas at-tsaqafatul Islamiyah (wawasan keislaman) yang meliputi aqidah, ibadah, syariah, akhlak, dan seluruh bagian-bagian ajaran Islam lainnya, juga at-tsaqafatul mu’ashirah (wawasan kekinian) yang meliputi wawasan ideologi, politik, ekonomi, sosial, dan budaya masyarakat dunia. Lebih ideal lagi jika pribadi-pribadi muslim memiliki at-tsaqafatut ta’hiliyah (wawasan yang bersifat spesialisasi) dalam bidang-bidang tertentu (pendidikan, kedokteran, militer, ekonomi, dan lain-lain). Dengan demikian akan terbangunlah rajulun mutsaqaf (pribadi-pribadi berwawasan).
Kedua, da-iratu khashaishil Islamiyah (lingkup karakter Islam).
Setiap muslim harus membina dirinya sehingga menjadi manusia yang berkarakter Islami yang memiliki ciri-ciri diantaranya sebagai berikut: al-Imaanul mustaqim (keimanan yang kokoh), mahabbatullah (mencintai Allah), adillatin ‘alal mu’minin (lemah lembut terhadap orang-orang beriman), a’izzatin ‘alal kafirin (bersikap keras terhadap kafirin), menegakkan al-jihadu fi sabilillah (jihad di jalan Allah), dan la yakhafuna laumata laim (tidak takut terhadap celaan orang yang suka mencela). Ciri-ciri ini sebagaimana disebutkan oleh Allah Ta’ala di dalam Al-Qur’an,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا مَنْ يَرْتَدَّ مِنْكُمْ عَنْ دِينِهِ فَسَوْفَ يَأْتِي اللَّهُ بِقَوْمٍ يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُ أَذِلَّةٍ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ أَعِزَّةٍ عَلَى الْكَافِرِينَ يُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلَا يَخَافُونَ لَوْمَةَ لَائِمٍ ۚ ذَٰلِكَ فَضْلُ اللَّهِ يُؤْتِيهِ مَنْ يَشَاءُ ۚ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
“Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Maidah, 5: 54)
Tarbiyah hendaknya mampu membangun rajulun qayyimun fi ikhtishashishiyah, pribadi-pribadi yang kokoh dalam keutamaan karakternya.
Ketiga, da-iratul iltizam (lingkup komitmen).
Yang dimaksud iltizam disini adalah tertanamnya al-wala (loyalitas) dan at-tha’ah (ketaatan) pada diri pribadi muslim, yakni loyalitas dan ketaatan kepada Allah, rasul, dan sesama mu’min.
إِنَّمَا وَلِيُّكُمُ اللَّهُ وَرَسُولُهُ وَالَّذِينَ آمَنُوا الَّذِينَ يُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَهُمْ رَاكِعُونَ
“Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk (kepada Allah).” (QS. Al-Maidah, 5: 55)
Pribadi muslim yang harus kita bangun adalah pribadi-pribadi muslim yang memiliki ikatan iman yang kuat. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَوْثَقُ عُرَى اْلإِيْمَانِ:الْمُوَالاَةُ فِي اللهِ، وَالْمُعَادَاةُ فِي اللهِ، وَالْحُبُّ فِي اللهِ، وَالبُغْضُ فِي اللهِ
“Ikatan iman yang paling kuat adalah loyalitas karena Allah dan permusuhan karena Allah, mencintai karena Allah dan membenci karena Allah.” (HR. Ath-Thabrani dalam Mu’jamul Kabir [no.11537], lihat Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah [IV/306, no. 1728])
Mereka terbangun menjadi rajulun multazimun bil jama’ah, pribadi yang siap berkomitmen kepada jama’ah yang memperjuangkan Islam.
Dengan pembinaan tsaqafah Islamiyah, khashaishul Islamiyah, dan iltizam ini diharapkan akan muncul pribadi-pribadi yang memiliki tayyarul Islam (arus kecenderungan kepada Islam) yang siap dukhulu ila hizbillah (bergabung dengan kelompok Allah).