- Kita meyakini bahwa agama Islam adalah agama kasih sayang dan lemah lembut. Allah telah memilih sifat rahmat (kasih sayang) sebagai simbol risalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika Dia memberikan pesan kepada beliau,
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ
Tidaklah Kami mengutusmu (Muhammad) melainkan sebagai rahmat bagi seluruh alam.[1]
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga mengutarakan hal tersebut saat menggambarkan diri beliau sendiri dengan berkata, “Aku adalah rahmat yang dihadiahkan.”[2] Oleh sebab itu, di kalangan kaum muslimin Rasulullah dikenal sebagai Nabi pembawa rahmat.
Selain itu, Allah memberikan gambaran tentang beliau dengan firman-Nya,
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ
Maka berkat rahmat Allah, engkau (Muhammad) berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri darimu.[3]
Begitu banyak hadits Nabi yang menganjurkan untuk menunjukkan sikap rahmat (kasih sayang).
الرَّاحِمُونَ يَرْحَمُهُمْ الرَّحْمَنُ
Orang-orang yang penyayang disayangi oleh Yang Maha Penyayang.[4]
ارْحَمُوا مَنْ فِي الْأَرْضِ يَرْحَمْكُمْ مَنْ فِي السَّمَاءِ
Sayangilah yang ada di bumi niscaya kalian akan disayangi oleh yang ada di langit.[5]
مَنْ لَا يَرْحَمُ لَا يُرْحَمُ
Barang siapa yang tidak menyayangi maka tidak disayangi.[6]
Sebagaimana disebut dalam banyak hadits ada seorang pelacur yang memberi minum anjing yang sangat kehausan. Maka, Allah ampuni dosa-dosanya. Ada pula seorang perempuan yang masuk neraka dikarenakan ia mengikat kucing sampai mati. Ini semua adalah sebagai isyarat yang jelas tentang pentingnya sifat kasih sayang, bahkan kepada hewan sekalipun. Pasalnya, hal itu bisa menghapus dosa betapapun besarnya, meskipun ini bukan berarti pembenaran terhadap perbuatan maksiat.
Alquran mencela suatu kaum lewat firman-Nya,
ثُمَّ قَسَتْ قُلُوبُكُمْ مِنْ بَعْدِ ذَلِكَ فَهِيَ كَالْحِجَارَةِ أَوْ أَشَدُّ قَسْوَةً
Kemudian setelah itu hati kalian menjadi keras sehingga seperti batu bahkan lebih keras lagi.[7]
Lalu Alquran menggambarkan kaum yang lain dengan firman-Nya,
فَبِمَا نَقْضِهِمْ مِيثَاقَهُمْ لَعَنَّاهُمْ وَجَعَلْنَا قُلُوبَهُمْ قَاسِيَةً
Karena mereka melanggar janjinya maka Kami melaknat mereka, dan Kami jadikan hati mereka keras membatu.[8]
Hati mereka dijadikan keras sebagai bentuk hukuman dari Allah karena dosa-dosa mereka.
Di samping mengajak untuk bersifat kasih sayang dalam berinteraksi dengan sesama manusia dalam keadaan damai maupun perang, serta dalam memperlakukan hewan, Islam juga mendorong untuk bersikap lemah lembut, dan membenci sifat kasar. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ حُرِمَ الرِّفْقَ فقد حُرِمَ الْخَيْرَ كله
Siapa yang dijauhkan dari sifat lemah lembut, ia jauh dari seluruh kebaikan.[9]
إِنَّ اللَّهَ رَفِيقٌ يُحِبُّ الرِّفْقَ وَيُعْطِي عَلَى الرِّفْقِ مَا لَا يُعْطِي عَلَى الْعُنْفِ
Allah Maha Lemah-Lembut dan mencintai sifat lemah lembut. Dia memberi kepada sifat lemah lembut sesuatu yang tidak diberikan kepada sifat kasar.[10]
إِنَّ الرِّفْقَ لَا يَكُونُ فِي شَيْءٍ إِلَّا زَانَهُ وَلَا يُنْزَعُ مِنْ شَيْءٍ إِلَّا شَانَهُ
Ketika sifat lemah-lembut terdapat pada sesuatu, pasti ia menghiasinya. Dan jika sifat lemah lembut dicabut dari sesuatu, pasti hal itu akan menodainya.[11]
Islam tidak membenarkan sikap kasar baik dalam perbuatan maupun perkataan. Dalam berdakwah, Islam memerintahkan agar dilakukan dengan bijaksana dan nasehat yang baik, serta berdialog dengan cara yang baik. Demikian pula ketika berinteraksi dengan orang lain.
ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ السَّيِّئَةَ
Tolaklah perbuatan buruk mereka dengan cara yang lebih baik.[12]
Islam tidak menggunakan kekuatan fisik kecuali sesuai dengan haknya, dan tidak halal darah dan harta seseorang melainkan dengan sebab yang dibenarkan syariat. Islam tidak membenarkan sifat kasar kecuali dalam permusuhan peperangan saja. Seorang muslim tidak boleh memulai berlaku kasar. Akan tetapi dibolehkan membalas sikap kasar dengan yang serupa. Dan Islam tidak memerintah kecuali dengan yang serupa seraya menganjurkan sifat pemaaf:
وَإِنْ عَاقَبْتُمْ فَعَاقِبُوا بِمِثْلِ مَا عُوقِبْتُمْ بِهِ وَلَئِنْ صَبَرْتُمْ لَهُوَ خَيْرٌ لِلصَّابِرِينَ
Jika kamu memberikan balasan, balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. Akan tetapi jika kamu bersabar, itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar.[13]
- Di samping menolak kekerasan, Islam menolak terorisme (lebih dari sekedar kekerasan). Al-unf (kekerasan) adalah menggunakan kekuatan terhadap lawan bukan pada tempatnya. Sementara, terorisme adalah ketika engkau menggunakan kekuatan terhadap seseorang yang di antara dirimu dan dirinya tidak ada masalah, seperti membajak pesawat, membajak, membunuh turis, dan yang serupa dengan itu. Yaitu menganiaya orang-orang yang tidak dikenal oleh pembajak, oleh pembunuh, serta tidak ada permasalahan di antara mereka.
Terorisme dalam bahasa arab berasal dari kata arhaba. Yakni, menakut-nakuti orang lain. Atau, membuat orang lain gentar dan takut. Dengan demikian ia adalah menyebarkan rasa gentar dan takut di tengah-tengah manusia, serta menjauhkan mereka dari rasa aman padahal rasa aman merupakan nikmat terbesar dari Allah Swt kepada makhluknya. Allah berfirman,
فَلْيَعْبُدُوا رَبَّ هَذَا الْبَيْتِ. الَّذِي أَطْعَمَهُمْ مِنْ جُوعٍ وَآَمَنَهُمْ مِنْ خَوْفٍ
Maka hendaklah mereka menyembah Tuhan Pemilik rumah Ini (Ka’bah). Yang Telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan memberikan keamanan mereka dari rasa takut.[14]
Ayat tersebut mengisyaratkan dua nikmat terbesar yang mencukupi dua kebutuhan pokok manusia: kecukupan hidup dan aman dari rasa takut.
Seburuk-buruk ujian yang menimpa masyarakat adalah dicabutnya dua nikmat ini sehingga menjadi lapar dan takut. Allah berfirman,
وَضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا قَرْيَةً كَانَتْ آَمِنَةً مُطْمَئِنَّةً يَأْتِيهَا رِزْقُهَا رَغَدًا مِنْ كُلِّ مَكَانٍ فَكَفَرَتْ بِأَنْعُمِ اللَّهِ فَأَذَاقَهَا اللَّهُ لِبَاسَ الْجُوعِ وَالْخَوْفِ بِمَا كَانُوا يَصْنَعُونَ
Allah telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rizki datang kepada mereka melimpah ruah dari segenap tempat. Akan tetapi, (penduduk)nya mengingkari nikmat-nikmat Allah. Karena itu, Allah timpakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat.[15]
Dalam sebuah hadits, nikmat rasa aman digolongkan sebagai nikmat pokok yang dibutuhkan oleh manusia sekaligus sebagai pangkal kebahagiaan setiap orang sebagaimana sabda Rasulullah,
مَنْ أَصْبَحَ مِنْكُمْ آمِنًا فِي سِرْبِهِ مُعَافًى فِي جَسَدِهِ عِنْدَهُ قُوتُ يَوْمِهِ فَكَأَنَّمَا حِيزَتْ لَهُ الدُّنْيَا بحذافيرها
Barang siapa yang merasa aman di tempat tinggalnya, sehat badannya, mempunyai persediaan makanan untuk hari itu, maka seolah-oleh dunia beserta isinya telah menjadi miliknya.[16]
Allah telah mengaruniai orang-orang Quraisy dan penduduk Mekkah tanah haram yang aman. Di tempat tersebut seseorang bisa bertemu dengan pembunuh bapaknya tanpa ada tindakan buruk yang menimpanya. Allah berfirman,
وَمَنْ دَخَلَهُ كَانَ آَمِنًا
Siapa memasuki Mekkah ia menjadi aman.[17]
أَوَلَمْ نُمَكِّنْ لَهُمْ حَرَمًا آَمِنًا يُجْبَى إِلَيْهِ ثَمَرَاتُ كُلِّ شَيْءٍ
Bukankah Kami telah meneguhkan kedudukan mereka dalam daerah Haram (tanah suci) yang aman, yang di datangkan ke tempat itu buah-buahan dari segala macam (tumbuh- tumbuhan).[18]
أَوَلَمْ يَرَوْا أَنَّا جَعَلْنَا حَرَمًا آَمِنًا وَيُتَخَطَّفُ النَّاسُ مِنْ حَوْلِهِمْ
Tidakkah mereka memperhatikan bahwa sesungguhnya Kami telah menjadikan (negeri mereka) tanah suci yang aman, sedang manusia sekitarnya saling merampas.[19]
Ketika Nabi Ya’qub bersama anak-anaknya pergi ke Mesir, dan berjumpa dengan Yusuf bin Ya’qub as., Nabi Yusuf berkata kepada mereka,
وَقَالَ ادْخُلُوا مِصْرَ إِنْ شَاءَ اللَّهُ آَمِنِينَ
Masuklah kamu ke negeri Mesir insya Allah dalam keadaan aman.[20]
Di antara sifat sorga yang dijanjikan oleh Allah untuk hamba-hambaNya yang saleh di akhirat kelak adalah bahwa sorga adalah tempat yang aman. Oleh sebab itu, malaikat mengatakan kepada penduduknya:
ادْخُلُوهَا بِسَلَامٍ آَمِنِينَ
(Dikatakan kepada mereka), ’Masuklah ke dalamnya dengan sejahtera lagi aman.’[21]
وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ
Mereka tidak takut dan tidak bersedih hati.[22]
Oleh karenanya, Islam menganggap bahwa mewujudkan rasa aman bagi manusia adalah bagian dari tujuan pokok syariah, sebagaimana melenyapkan rasa aman dari manusia adalah bagian dari tindak kriminal yang berhak dihukum. Oleh sebab itu syariah menghukum orang yang mencuri dengan potong tangan. Tetapi hukuman tersebut tidak diberlakukan kepada tindakan merampas harta padahal ia adalah kezaliman yang besar. Pasalnya, pencurian dilakukan dengan sembunyi dan mengancam rasa aman manusia. Sementara, tindakan merampas dilakukan dengan terang-terangan.
Begitu juga Islam memberi hukuman yang keras terhadap pelaku perampokan, dan menggolongkan pelakunya termasuk dalam golongan orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul:
يُحَارِبُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَيَسْعَوْنَ فِي الْأَرْضِ فَسَادًا
Orang-orang yang memerangi Allah dan rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi.[23]
Hukuman untuk mereka adalah:
أَنْ يُقَتَّلُوا أَوْ يُصَلَّبُوا أَوْ تُقَطَّعَ أَيْدِيهِمْ وَأَرْجُلُهُمْ مِنْ خِلَافٍ أَوْ يُنْفَوْا مِنَ الْأَرْضِ
Mereka dibunuh, disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik, atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya).
Mengancam rasa aman masyarakat, menyebar teror orang-orang disekitar adalah tindak kriminal dan teror sipil. Karenanya, berhak mendapat hukuman yang besar. Selain itu, Islam menganggap segala bentuk yang menimbulkan rasa takut dan teror terhadap manusia dengan cara apapun, meskipun kecil, sebagai perbuatan dosa yang diharamkan Allah. Pelakunya akan mendapat balasan di akhirat.
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Nu’man bin Basyir ra disebutkan, ”Kami bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam suatu perjalanan. Lalu, ada seseorang yang mengantuk di atas untanya, dan seorang lagi mengambil anak panah dari sarungnya bermaksud untuk mencandai orang yang ngantuk tadi. Orang tersebut kaget dan bangun dari tidurnya. Melihat hal itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَا يَحِلُّ لِمُسْلِمٍ أَنْ يُرَوِّعَ مُسْلِمًا
Tidak boleh seorang mulsim membuat kaget muslim lainnya.[24]
Sabda Rasulullah tersebut tidak terbatas kepada muslim saja. Akan tetapi kebetulan redaksi haditsnya menggunakan kata muslim karena memang kejadian ini terjadi antara sesama muslim. Namun, menyebar rasa takut ditengah orang banyak secara umum tidak diperbolehkan sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
الْمُؤْمِنُ مَنْ أَمِنَهُ النَّاسُ عَلَى دمائهم أَمْوَالِهِمْ
Seorang mukmin adalah seorang yang orang lain merasa aman atas darah dan harta mereka.[25]
Dalam hadits di atas seseorang tidak dianggap memiliki keimanan yang sempurna kecuali ketika orang lain merasa aman darinya, baik orang lain tersebut muslim atau non muslim, terkait dengan darah, kehormatan, dan harta mereka.
Catatan Kaki:
[1] Q.S. al-Anbiyâ`: 107.
[2] H.R al-Hâkim dari Abû Hurayrah ra.
[3] Q.S. Ali Imrân: 159
[4] Q.S. al-Tirmidzî dan Abû Dâwud dari Abdullah ibn Amr.
[5] H.R. Abû Dâwud dan al-Tirmidzî, dari Abdullah ibn Amr ra.
[6] H.R. al-Bukhârî dan Muslim dari Abû Hurayrah ra.
[7] Q.S. al-Baqarah: 74.
[8] Q.S. al-Mâ`idah: 13.
[9] H.R. Muslim dan Ibn Majah dari Jarir ibn Abdullah ra.
[10] H.R. Muslim dan Abû Dawud dari Aisyah ra.
[11] H.R. Muslim dan Abû Dawud dari Aisyah ra.
[12] Q.S. al-Mu’minûn: 96.
[13] Q.S. al-Nahl: 126.
[14] Q.S. al-Quraisy: 3-4.
[15] Q.S. al-Nahl: 112.
[16] H.R. Muslim.
[17] Q.S. Ali Imran: 97).
[18] Al-Qashash: 57.
[19] Q.S. al-Ankabut:67.
[20] Q.S. Yûsuf: 99.
[21] Q.S. al-Hijr: 46.
[22] Q.S. Q.S. al-Baqarah: 26.
[23] Q.S. al-Ma`idah: 33.
[24] H.R. Ahmad dan Abu Dawud, dari Abdurrahman ibn Abi Layla.
[25] H.R. al-Tirmidzi dari Abû Hurayrah ra.