Ketua Parlemen Tunisia yang juga pimpinan parta An-Nahdhah Tunisia, Rached Ghannouchi pada hari Rabu (4/8/2021) menyerukan, agar cara pandang terhadap tindakan yang dilakukan Presiden Tunisia Kais Saied dibaca sebagai peluang untuk melakukan reformasi.
Pernyataan ini muncul dalam postingan akun An-Nahdhah di media sosial Facebook, bertepatan digelarnya sidang istimewa Majelis Syura An-Nahdah. Sidang itu sendiri dilakukan dalam rangka menyikapi secara umum kondisi terkini di Tunisia, khususnya 10 hari terakhir paska tindakan politis yang diambil Presiden Saied sehingga berujung kepada gesekan politik yang tajam di dalam negeri.
Ghannouchi mengatakan, “Kita harus merubah tindakan yang terjadi di tanggal 25 Juli lalu menjadi peluang reformasi, dan itu harus menjadi bagian dalam tahapan transisi demokrasi.”
Namun tak berselang lama, postingan di halaman resmi An-Nahdah tersebut tiba-tiba dihapus tanpa sebab.
Perlu diketahui terkait sikap An-Nahdhah, usai Saied mengeluarkan keputusan yang mengagetkan banyak pihak, An-Nahdhah yang memiliki 53 kursi dari 217 kursi yang ada di parlemen, menyerukan dialog sebagai solusi terhadap keputusan Saied, bahkan pihaknya siap mengalah, demi kembalinya Saied ke jalur demokrasi, diantaranya dengan solusi mempercepat pelaksanaan pemilu. Padahal sebelumnya Ghannouchi menyebut tindakan yang dilakukan Saied sebagai sebuah kudeta, bahkan ada campur tangan Uni Emirat Arab yang menurutnya sutradara yang sama dalam kudeta 3 Juli 2013 yang terjadi di Mesir
Pada tanggal 25 Juli lalu, Saied mengeluarkan keputusan memecat Perdana Menteri, Hisham al-Mashishi, lalu dirinya mengambil alih Eksekutif dan mengangkat PM baru sesuai dengan pilihannya. Bukan hanya itu, Saied bahkan membekukan Parlemen Tunisia untuk jangka waktu 30 hari, mencabut hak imunitas anggota parlemen, dan mengepalai Kejaksaan.
Tindakan Saied ini dilakukan di saat rakyat di berbagai propinsi di Tunisia menggelar aksi protes ke pemerintah dan juga Oposisi yang dinilai telah gagal, karena menyebabkan krisis politik, ekonomi dan kesehatan (pandemi corona) semakin berkepanjangan. Mereka menuntut pemerintah yang sedang berkuasa agar turun dari jabatannya.
Saied berdalih, tindakannya merujuk kepada pasal 80 dari konstitusi Tunisia, dan bertujuan untuk menyelamatkan negara.
Namun, mayoritas partai yang ada di parlemen termasuk di dalamnya An-Nahdhoh menolak langkah yang diambil Saied, dan menyebutnya sebagai tindakan kudeta terhadap konstitusi.
Sumber: Anadholu Agency