Mengesakan Allah Ta’ala dalam ibadah (tauhidul ibadah) diimplementasikan dengan cara menanamkan sikap Ikhlash.
Apa itu ikhlas? Untuk memahami makna ikhlas perhatikan uraian singkat berikut ini.
Setiap sesuatu dapat ternoda/terkotori oleh yang lain. Jika sesuatu itu bersih dan terhindar dari kotoran, maka sesuatu itu dinamakan khalis (اَلْخَالِصُ). Sebagai contoh, susu yang bersih disebut لَبَنًا خَالِصًا (labanan khalishan, lihat: An-Nahl ayat 66), karena terhindar dari kotoran dan darah atau yang lainnya.
Pekerjaan ‘membersihkan’ itulah yang disebut Ikhlas. Jadi makna Al-Ikhlash dalam konteks aqidah adalah membersihkan/memurnikan jiwa dari kotoran syirik (menyekutukan Allah Ta’ala dalam beribadah).
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta’atan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.” (QS. Al-Bayyinah, 98: 5)
Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَسْعَدُ النَّاسِ بِشَفَاعَتِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَنْ قَالَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ ، خَالِصًا مِنْ قَلْبِهِ أَوْ نَفْسِهِ
“Orang yang berbahagia karena mendapat syafa’atku pada hari kiamat nanti adalah orang yang mengucapkan laa ilaha illallah dengan ikhlas dalam hatinya atau dirinya.” (HR. Bukhari No. 99)
Maka tauhidul ibadah dan keikhlasan yang benar itu tercermin dari sikap al-kufru bi-thaghut (ingkar kepada thaghut) dan sikap al-imanu billah (beriman kepada Allah Ta’ala).
Allah Ta’ala berfirman,
لَا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ قَدْ تَبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِنْ بِاللَّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى لَا انْفِصَامَ لَهَا وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah, 2: 256).
Makna al-kufru bi-thaghut adalah al-‘ibti’adu ‘anit-thaghut (menjauhi thaghut [sesembahan selain Allah Ta’ala]), sedangkan makna al-imanu billah adalah al-‘ibadatullahi wahdah (hanya beribadah kepada Allah Ta’ala); ‘adamu syirki (tidak menyekutukan-Nya) dan menanamkan tauhidullah (keyakinan akan keesaan-Nya).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا مِنْ أَحَدٍ يَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ صِدْقًا مِنْ قَلْبِهِ إِلاَّ حَرَّمَهُ اللَّهُ عَلَى النَّارِ
“Tidaklah seseorang bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah dan Muhammad adalah utusan-Nya dengan kejujuran dari dalam hatinya, kecuali Allah akan mengharamkan neraka baginya.” (HR. Bukhari)
Wallahu A’lam.