Shalar Ied (fithri dan adha), hukumnya sunnah muakkadah (ditekankan), menurut madzhab Maliki dan Syafi’i. Madzhab Hanafi menyatakan hukumnya wajib. Madzhab Hanbali menngatakan hukumnya fardhu kifayah bagi setiap orang yang wajib shalat jum’at. Yang jelas Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membiasakannya. Dan secara singkat hukum-hukumnya adalah sebagai berikut,
Pertama, dilakukan dengan dua rakaat berjamaah tanpa adzan dan iqamat. Dilakukan sebelum khutbah, seperti disebutkan dalam hadits Jabir,
شَهِدْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الصَّلَاةَ يَوْمَ الْعِيدِ فَبَدَأَ بِالصَّلَاةِ قَبْلَ الْخُطْبَةِ بِغَيْرِ أَذَانٍ وَلَا إِقَامَةٍ ثُمَّ قَامَ مُتَوَكِّئًا عَلَى بِلَالٍ فَأَمَرَ بِتَقْوَى اللَّهِ وَحَثَّ عَلَى طَاعَتِهِ وَوَعَظَ النَّاسَ رواه مسلم
“Aku menyaksikan shalat ied bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada hari ied sebelum khutbah, tanpa adzan dan iqamat, kemudian Rasulullah berdiri dengan didampingi Bilal, lalu memerintahkan bertaqwa kepada Allah, mendorong taat, dan memberi banyak nasehat….” (HR Muslim).
Kedua, kaifiyahnya sama seperti shalat biasa, hanya saja pada rakaat pertama betakbir tujuh kali dengan mengangkat kedua tangan, dan pada rakaat kedua bertakbir lima kali sebelum membaca surah Al fatihah, seperti disebutkan dalam hadits,
وَعَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ قَالَ : قَالَ نَبِيُّ اللَّهِ التَّكْبِيرُ فِي الْفِطْرِ سَبْعٌ فِي الأولَى وَخَمْسٌ فِي الأخْرَى وَالْقِرَاءَةُ بَعْدَهُمَا كِلْتَيْهِمَا – أَخْرَجَهُ أَبُو دَاوُد وَنَقَلَ التِّرْمِذِيُّ عَنْ الْبُخَارِيِّ تَصْحِيحَهُ
Dari Amr bin Syu’aib dari ayahnya dan dari kakeknya radhiyallahu ‘anhum berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Takbir di shalat Iedul Fithri tujuh kali di rakaat pertama dan lima kali di rakaat yang kedua. Dan membaca ayat Al-Quran sesudah takbir pada keduanya” (HR Abu Daud)
Disunnahkan pula memisahkan antara takbir itu dengan membaca :
سبحان الله والحمد لله ولا إله إلا الله والله أكبر
Kemudian imam berkhutbah sesudah shalat dengan dua kali khutbah seperti khutbah jum’at.
Ketiga, waktunya pelaksanaannya sejak matahari naik sepenggalan (kira-kira enam meter) pada waktu iedul fitri, dan tiga meter pada iedul adha, sampai matahari bergeser ke barat.
Keempat, shalat ied sah dikerjakan oleh laki-laki, wanita, anak-anak, musafir, atau mukim. Dan barang siapa yang ketinggalan berjamaah ia shalat munfarid. Dan menurut madzhab Hanafi, ia shalat empat rakaat tanpa tambahan takbir.
Makruh shalat sunnah sebelumnya dan sesudahnya. Karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak shalat sebelum dan sesudahnya. Seperti yang diriwayatkan oleh tujuh ulama hadits. Namun menurut madzhab Syafi’i tidak makruh shalat sunnah sebelum dan sesudahnya ketika matahari sudah meninggi bagi selain imam.
Kelima, disunnahkan bagi setiap muslim untuk mandi, bersiwak, memakai wewangian, memakai pakaian paling baik, menuju ke tempat shalat dari jalan yang berbeda dengan jalan pulangnya. Memperbanyak melantunkan takbir, yang bunyinya:
الله أكبر الله أكبر لا إله إلّا الله، الله أكبر، الله أكبر، ولِلَّه الحمد
Sebagaimana disunnahkan makan kurma atau yang lainnya sebelum berangkat shalat Iedul fitri.